Haji adalah ritual ziarah ke Ka’bah yang telah berlangsung sepanjang sejarah dalam berbagai bentuknya. Ka’bah adalah rumah pertama yang dibangun untuk ibadah manusia dan pusat yang menarik para ahli ibadah menuju Allah Swt.
Allah berfirman: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 96-97).
Ka’bah juga dikenal sebagai Bakkah, yang berarti penuh sesak dan ramai, menunjukkan bahwa tempat ini selalu menjadi pusat dunia yang dikunjungi manusia dari berbagai penjuru sepanjang masa. Ketika Ka’bah diumumkan sebagai kiblat resmi kaum muslimin, pengikut Nabi Musa memprotes perpindahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah. Turunlah wahyu yang menjelaskan bahwa Ka’bah lebih dulu dibangun sebagai tempat peribadahan dibanding tempat-tempat ibadah lainnya.
Ka’bah adalah rumah pertama yang digunakan untuk beribadah dan menyembah Allah SWT. Dibangun dengan tujuan memberikan hidayah kepada seluruh manusia, Ka’bah penuh berkah dan petunjuk. Hidayah dari Ka’bah tidak terbatas pada umat Islam atau masa tertentu, melainkan diperuntukkan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.
Haji, Kewajiban Manusia dari Seluruh Penjuru Dunia
Berziarah ke Ka’bah dan melaksanakan seluruh perintah Ilahi yang tercantum dalam Al-Quran tidaklah dikhususkan bagi sekelompok manusia di suatu negeri tertentu. Dalam melaksanakan ibadah haji, tak ada keistimewaan penduduk suatu kawasan dibandingkan dengan penduduk kawasan lain. Dalam perjalanan ruhani ini, mereka yang tinggal jauh dari tanah suci sama dengan mereka yang dekat.
Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir.” (QS. Al-Hajj: 25).
Menurut ayat ini, masjid suci yang dibangun di sekitar Ka’bah adalah tempat shalat, doa, dan thawaf bagi seluruh manusia secara sama rata. Tak ada perbedaan dalam pelaksanaan ibadah antara penduduk Mekah dengan para musafir yang datang dari berbagai belahan dunia. Islam adalah agama universal dan internasional. Islam meyakini bahwa berangkat menuju Ka’bah adalah hijrah menuju Allah.
Posisi Penting Ka’bah dan Tanah Sucinya
Ka’bah adalah bangunan peribadahan tertua di muka bumi, sejajar dengan Baitul Ma’mur dan Arsy Allah, yang merupakan tempat thawaf para malaikat. Para peziarah juga melakukan thawaf dan mengelilingi Ka’bah, sama seperti yang dilakukan para malaikat langit yang suci. Arsy dan Baitul Ma’mur ada di bumi dalam bentuk Ka’bah, dan jiwa suci para peziarah Ka’bah akan naik menuju maqam tinggi Baitul Ma’mur.
Allah Swt berfirman: “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan baik dan amal yang saleh menaikkannya.” (QS. Fathir: 10)
Sebagaimana turunnya Arsy Ilahi dan Baitul Ma’mur ke bumi merupakan penampakan (tajalli), maka naiknya manusia ke maqam yang tinggi adalah dalam bentuk “kenaikan secara ruhani” (sa’d al-ruh), bukan kenaikan yang bersifat ruang atau tempat. Dengan demikian, jika seorang peziarah tidak memahami makna yang tinggi ini, tujuannya dalam mengelilingi Ka’bah bukan untuk meninggikan jiwa, tidak melihat bahwa rumah Allah itu sama dengan Baitul Ma’mur, dan tidak merasakan bahwa Ka’bah itu adalah Arsy Ilahi di bumi, maka ia belum mengetahui dan menyadari maqam Ka’bah yang tinggi itu.
Para Pendiri Ka’bah
Ka’bah didirikan atas perintah Allah oleh tangan dua nabi yang agung dan mulia, Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Bangunan ini didirikan dengan kemurnian dan keikhlasan hati para pendirinya, yang semata-mata mengharapkan keridhaan Allah.
Allah Swt berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'” (QS. Al-Baqarah: 127)
Ketika dua pribadi agung itu membangun Ka’bah dan meninggikan dasar-dasarnya, mereka memohon kepada Allah agar menerima amalan mereka. Kesucian Ka’bah yang merupakan kiblat kaum muslimin dan rumah tauhid mencerminkan kesucian hati dua orang yang pertama kali membangunnya. Allah memerintahkan kepada keduanya agar membersihkan Ka’bah dari berhala dan najis syirik serta mencucikannya untuk mereka yang thawaf dan yang beribadah.
Ka’bah sebagai Rumah Merdeka
Ka’bah disebut juga dengan Bait al-‘Atiq. Sebutan ini mengandung banyak makna yang indah dan berharga. “Atiq” berarti merdeka, bebas, tidak tunduk pada kezaliman atau kekuasaan lalim. Di seluruh dunia, tidak ada rumah yang tidak dikuasai oleh kekuatan lalim, kecuali rumah Allah ini. Selama sejarahnya, Ka’bah tidak pernah tunduk pada kerajaan manapun, dan tidak pernah ada yang mampu menguasainya.
Ka’bah adalah lambang kemerdekaan dan kebebasan yang hakiki. Perintah thawaf di sekeliling rumah merdeka ini adalah ajakan kepada seluruh umat manusia agar belajar arti kebebasan sejati dan hakiki. Manusia tidak seharusnya tunduk kepada perintah dan ajakan manusia lain. Sebagai ganti dari semua itu, mereka hanya tunduk kepada Allah yang Esa, beribadah, dan berserah diri kepada-Nya. Dengan demikian, mereka akan menjadi manusia merdeka yang sesungguhnya. Allah Swt berfirman: “…dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling al-Bait al-‘Atiq (Rumah Kemerdekaan).” (QS. Al-Hajj: 29)
Menjaga Kesucian Ka’bah
Ka’bah adalah lambang kesucian dan keagungan. Sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa sekarang, tempat suci ini selalu menjadi kiblat dan arah shalat umat manusia. Ka’bah selalu terjaga dari berhala dan kesyirikan. Sejak dibangun, Ka’bah selalu dibersihkan dan disucikan oleh para nabi, rasul, dan orang-orang mukmin. Allah Swt berfirman: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang rukuk, dan yang sujud.'” (QS. Al-Baqarah: 125)
Baitullah harus suci dari segala macam kotoran, baik yang lahir maupun yang batin. Segala bentuk kesyirikan, kemunafikan, dan dosa-dosa lainnya. Ka’bah bukan hanya simbol fisik, tetapi juga simbol spiritual yang mengingatkan umat Islam akan kesatuan, persaudaraan, dan kepatuhan kepada Allah Swt. Melalui ritual-ritual ini, umat Islam mengikat diri mereka kembali kepada perintah Allah Swt.
*Disarikan dari buku Makna dan Hikmah Haji – Ayatullah Jawadi Amuli