Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Yahya Sinwar: Simbol Perlawanan dan Pengorbanan di Gaza

Pada sore yang tenang itu, Kamis, seluruh media dipenuhi dengan berita mengejutkan. Yahya Sinwar, pemimpin muqawamah yang dikenal memimpin perjuangan melawan Zionis dari terowongan-terowongan tersembunyi di Gaza, dilaporkan gugur syahid bersama dua pejuang lainnya di sebuah rumah di Rafah setelah bertempur langsung dengan musuh. Informasi ini terasa tak masuk akal, seperti mimpi buruk yang tak diharapkan. Hamas belum memberikan konfirmasi, karena pada hari yang sama, muncul laporan bahwa Yahya Sinwar, seperti biasanya, memimpin langsung dari garis depan sejak awal Operasi Badai Al-Aqsa. Propaganda musuh secara halus telah mengaburkan pandangan terhadap komandan Perlawanan ini, menggambarkannya seolah-olah ia bersembunyi di tempat aman seperti para jenderal Zionis dan Amerika. Namun kenyataannya, pemimpin Perlawanan selalu hadir di medan tempur, bertarung di garis depan, bukan mengatur pertempuran dari jauh.

Sejarah telah menunjukkan bahwa para pemimpin Perlawanan sejati tidak pernah menghindar dari bahaya. Salah satu contohnya adalah Syahid Qassem Soleimani, yang selalu berada di tengah-tengah medan pertempuran bersama para pejuangnya. Ia menegaskan bahwa komandan sejati tidak hanya memberi perintah dari kejauhan, tetapi turut bertempur dan menyerukan persatuan dalam perjuangan, bukan sekadar memerintahkan orang lain berperang.

Kepemimpinan semacam ini juga terlihat dalam sejarah Perlawanan di Lebanon. Pada tahun 1997, putra Sayyid Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah, gugur dalam sebuah operasi melawan pasukan Israel di Lebanon selatan. Kematian Sayyid Hadi Nasrallah menjadi simbol kuat bahwa para pemimpin Gerakan muqawamah menempatkan keluarga mereka di garis depan, memperlihatkan bahwa mereka tidak meminta pengorbanan dari rakyat tanpa memberikan teladan nyata.

Sheikh Ahmed Yassin dan Abdel Aziz al-Rantisi, pendiri Hamas, juga menjadi target utama pembunuhan Israel. Namun, mereka tetap hidup di tengah masyarakat, berjalan di jalan-jalan dan menghadiri masjid-masjid di Gaza, menunjukkan bahwa mereka tidak pernah bersembunyi. Zionis sering kali mencoba membalikkan kenyataan ini dengan menuduh bahwa para pemimpin Kelompok Perlawanan menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia. Namun, kenyataannya para pemimpin tersebut justru mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi rakyat di garis depan.

Pada April 2024, Israel menargetkan sebuah mobil yang membawa putra-putra Ismail Haniyeh di Gaza utara. Serangan ini menunjukkan bahwa keluarga pemimpin Hamas turut bertahan di tengah gempuran, sama seperti rakyat Gaza. Beberapa bulan kemudian, Ismail Haniyeh sendiri gugur syahid setelah berjuang tanpa henti untuk mencabut blokade Gaza dan mengamankan gencatan senjata.

Ketika Israel mencoba membuka front baru di Lebanon, mereka melancarkan serangan udara di Dahiya, Beirut selatan. Hizbullah berusaha mengevakuasi warga sipil, namun musuh memutarbalikkan fakta dengan menyalahkan pengungsian tersebut kepada Sayyid Hassan Nasrallah. Tak lama kemudian, kabar tersebar bahwa Nasrallah menjadi syahid di Dahiya. Ia tetap tinggal hingga warga sipil terakhir dievakuasi, membuktikan bahwa pemimpin sejati tidak pernah meninggalkan rakyatnya, bahkan di bawah ancaman.

Kepemimpinan di Gaza dipegang oleh Yahya Sinwar, yang lahir di kamp pengungsi dan tumbuh di bawah pendudukan. Sejak muda ia bergabung dengan Kelompok Perlawanan, menghabiskan lebih dari 23 tahun di penjara Zionis, dan setelah pembebasannya, ia memainkan peran penting dalam Operasi Badai Al-Aqsa. Sinwar gugur syahid dalam penyergapan terhadap tank-tank Zionis di Tel al-Sultan, Rafah, meskipun sebelumnya musuh menyebarkan propaganda bahwa ia bersembunyi di terowongan.

Pengorbanan dan dedikasi para pemimpin seperti Sinwar mengajarkan kepada dunia arti sejati dari perlawanan. Mereka tidak memimpin untuk kekuasaan atau harta, melainkan dengan darah dan keyakinan mereka. Para komandan terbaik, dari Abu Jihad di Tepi Barat hingga Yahya Sinwar di Gaza, selalu berada di garis depan, bertempur bersama rakyat, dan menunjukkan bahwa jihad sejati adalah perjuangan untuk kemenangan atau mati syahid. Tradisi ini terus menjaga nyala api muqawamah, yang akan terus hidup selama para pemimpin berani berjuang bersama rakyat mereka.

Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT