Jika seseorang ingin memahami Al-Quran, dia harus sering membacanya. Dengan begitu, jiwanya akan bertambah sempurna, mendekati cahaya serta prinsip yang Mahatinggi. Untuk merasakannya, ia perlu menyingkirkan tabir yang menutupi dirinya, yaitu sifat ego yang ada pada dirinya (ananiyah), agar mampu memperoleh serta merasakan cahaya kesempurnaan yang universal.
Salah satu tujuan Al-Quran adalah mengajarkan hikmah serta tazkiyah nafs (penyucian diri). Allah berfirman dalam surat al-Alaq ayat 6-7: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia bertindak melampaui batas, disebabkan dia merasa dirinya serba cukup (merasa tidak memerlukan).”
Ayat ini menerangkan bahwa sifat melampaui batas adalah sifat perusak jiwa manusia yang paling buruk. Peniadaan sifat ini hanya akan sempurna jika kita mempelajari hikmah dan membersihkan diri.
Secara naluriah, manusia cenderung melampaui batas saat merasa memiliki kesempurnaan dalam dirinya. Jika ia mendapatkan harta, ilmu, atau kedudukan tanpa niat ilahi, ia akan menyalahgunakan (melampaui batas) apa yang diperolehnya. Firaun, misalnya, menjadi kufur karena kedudukan duniawi yang didapatinya tanpa tujuan ilahi, yang akhirnya menjerumuskannya ke dalam kekufuran. Setiap orang yang memperoleh hal-hal duniawi tanpa tazkiyah nafs (penyucian diri) akan mengingkari dan menyalahgunakan apa yang didapatnya, dan semakin bertambah kesempurnaannya, semakin bertambah pula kekufurannya.
Tujuan diutusnya Rasul adalah untuk membersihkan jiwa kita dari kegelapan, sehingga seluruh alam semesta bisa menyatu dalam cahaya Mahatinggi. Semua perselisihan yang terjadi di antara manusia, khususnya di antara para penguasa, bersumber dari kekufuran jiwa mereka. Kekufuran ini muncul ketika seseorang merasa berada pada kedudukan yang tinggi, yang membuatnya tidak merasa cukup. Kekufuran itu kemudian memicunya berbuat zalim dan memunculkan perselisihan tersebut.
Perselisihan yang terjadi tidak terbatas pada individu-individu yang berkedudukan tinggi atau tidak, semuanya berakar pada kekufuran. Ucapan Firaun “Saya adalah Tuhan yang Mahatinggi” adalah bentuk kekufuran saat ia diberi kesempurnaan. Jika umat manusia membersihkan diri dan mempelajari al-Kitab serta al-Hikmah, jiwa mereka tidak akan kufur karena orang yang telah menyucikan diri tidak akan merasa cukup dengan kedudukan yang diraih sehingga mengagumi dirinya. Dengan demikian, ia tidak akan berbuat zalim.
Segala permasalahan dan perselisihan duniawi bersumber dari kezaliman diri yang berasal dari hawa nafsu. Jika manusia berusaha menyucikan dirinya, perpecahan akan sirna. Seandainya para nabi berkumpul di suatu tempat, mereka tidak akan berselisih karena jiwa mereka telah dibina, memahami al-Kitab dan al-Hikmah, serta menerima kebenarannya.
Masalah utama kita saat ini bersumber dari kekosongan jiwa dari tazkiyah nafs. Hal ini lebih berbahaya bagi umat manusia, terutama jika terjadi pada orang yang memiliki keilmuan, khususnya dalam bidang agama. Orang semacam itu menunjukkan bahwa ia telah kehilangan kesucian pada dirinya. Kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan membawa dampak yang jauh lebih besar dibanding kekufuran orang awam. Ketika seorang awam berbuat kufur, dampaknya terbatas pada dirinya, keluarga, atau lingkungannya. Namun, jika seorang pemimpin berbuat kufur, dampaknya meluas hingga mencakup seluruh negeri atau dunia, yang mengakibatkan kerusakan besar. Bandingkanlah kekufuran yang dilakukan Firaun dengan kekufuran yang dilakukan oleh orang awam.
Bagi mereka yang memiliki kedudukan, jika ingin memperbaiki statusnya, mereka harus memulai dengan mengoreksi diri dan menganggap kecil dirinya. Mereka yang meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang mengangkat derajat manusia serta percaya bahwa Bi’tsah Nabi adalah petunjuk bagi umat manusia, harus memperhatikan masalah ini karena sudah menjadi bagian dari ajaran Islam. “Sesungguhnya manusia bertindak melampaui batas disebabkan dia merasa dirinya cukup (tidak membutuhkan).” (QS. al-‘Alaq: 6-7)
Tazkiyah nafs merupakan sarana untuk menerima dan mencapai cahaya ilahi. Siapa pun yang mengabaikannya, maka ilmu dan kedudukan yang dia miliki akan membahayakan, bahkan lebih berbahaya daripada karunia kesempurnaan lainnya karena dapat menyebabkan kehancuran di dunia dan akhirat.
Marilah kita renungkan hal ini serta nikmat-nikmat ilahi yang telah kita terima hingga saat ini. Perhatikanlah makna dan tujuan yang akan tercapai jika seseorang mengabaikannya. Sesungguhnya harapan saya atas kalian sangat besar, agar kalian menjaga diri dengan rendah hati, berusaha membersihkan jiwa, serta mencurahkan semangat kalian untuk Islam agar tujuan mulia ini tercapai.
*Disadur dari buku Pesan Sang Imam – Imam Khomeini