Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Analisis Pidato Imam Khamenei Menyoroti Jatuhnya Assad dan Babak Baru Timur Tengah

Dalam pekan yang penuh gejolak, Suriah kembali menjadi pusat perhatian dunia setelah pemerintahan Bashar Assad runtuh. Peristiwa ini dipicu oleh serangan militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang berhasil menduduki Damaskus, memaksa Assad meninggalkan negaranya. Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, Pemimpin Revolusi Islam Iran, menyatakan bahwa pergolakan ini bukan kejadian spontan, melainkan bagian dari skenario besar yang dirancang Amerika Serikat dan Israel untuk mengubah peta politik Timur Tengah.

Dalam pidatonya di Teheran hari ini, (Rabu, 11 Desember 2024) Ayatullah Khamenei dengan tegas menyebut bahwa tangan-tangan asing berada di balik keruntuhan rezim Assad. “Apa yang terjadi di Suriah dirancang di ruang kendali Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel. Kami memiliki bukti yang tak terbantahkan,” ujarnya. Meski demikian, beliau juga menyebut bahwa salah satu negara tetangga Suriah turut berperan, tanpa menyebutkan nama.

Rencana Jangka Panjang AS dan Israel

Keruntuhan Assad dianggap sebagai puncak dari rencana panjang AS dan Israel untuk melemahkan Poros Perlawanan, koalisi negara dan kelompok anti-Israel yang dipimpin Iran. Selama bertahun-tahun, Washington diketahui mendukung berbagai kelompok militan di Suriah, sambil memberlakukan sanksi ekonomi yang melumpuhkan negara itu. Presiden AS Joe Biden secara terbuka menyebut jatuhnya Assad sebagai “tindakan keadilan,” seraya mengakui peran negaranya dalam mendukung gerakan anti-Assad.

Di sisi lain, Israel juga disebut memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisinya di kawasan. Benjamin Netanyahu dalam pidatonya dari Dataran Tinggi Golan yang diduduki menyatakan bahwa kejatuhan Assad memberi peluang bagi negaranya untuk melancarkan serangan udara lebih agresif dan memperluas wilayah tanpa perlawanan berarti. “Dengan Assad keluar, jalan kami semakin terbuka,” katanya.

Dinamika Baru: Peran HTS dan Tantangan Ke depan

Kelompok militan HTS, yang selama ini menjadi aktor utama di balik serangan terhadap rezim Assad, kini menghadapi tantangan besar untuk mengelola wilayah yang telah dikuasai. Meski mereka berhasil menduduki Damaskus, stabilitas internal dan pengakuan internasional tetap menjadi kendala serius. “Tantangan internal dan eksternal yang mereka hadapi menunjukkan prospek yang suram, baik dalam jangka pendek maupun panjang,” ujar seorang analis politik di kawasan.

Iran, yang menjadi pendukung utama Assad, telah memperingatkan tentang ancaman militan ini jauh sebelum krisis memuncak. Dalam wawancara televisi, diplomat senior Iran Abbas Araghchi menyebut bahwa Teheran telah menawarkan bantuan militer untuk menahan serangan HTS. Namun, keterbatasan kekuatan Angkatan Darat Suriah membuat strategi pertahanan menjadi rapuh. “Ketika militer Suriah gagal memberikan perlawanan yang memadai, keterlibatan langsung kami menjadi tidak memungkinkan,” kata Ayatullah Khamenei.

Poros Perlawanan Tetap Kokoh

Meski Assad telah tumbang, Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa Poros Perlawanan tidak akan goyah. Beliau menyebut bahwa gerakan ini bersifat dinamis dan tak tergantung pada individu tertentu. “Poros Perlawanan adalah sebuah visi yang akan terus hidup, meski dinamika politik di kawasan berubah,” ujarnya.

Ayatullah Khamenei juga memuji kontribusi besar Iran dalam melawan kelompok teroris seperti Daesh (ISIS) di Suriah. Ia mengenang jasa Jenderal Qassem Soleimani, komandan anti-terorisme Iran yang syahid pada 2020, dalam melindungi wilayah strategis dan membebaskan banyak area dari cengkeraman terorisme. “Pasukan kami di Suriah hanya bersifat konsultatif, tetapi mereka berhasil memobilisasi pemuda lokal untuk melawan ancaman bersama,” tegas Imam Khamenei.

Pelajaran dari Krisis Suriah

Menurut Ayatullah Khamenei, krisis Suriah memberikan pelajaran penting, khususnya soal bahaya meremehkan musuh. Beliau mengungkapkan bahwa badan intelijen Iran telah berulang kali memperingatkan pemerintah Assad mengenai ancaman yang semakin dekat. Namun, kelalaian dalam merespons ancaman ini dianggap menjadi salah satu penyebab utama jatuhnya Damaskus. “Musuh bertindak cepat dan penuh perhitungan. Para pejabat Suriah seharusnya lebih waspada dan siap menghadapi situasi seperti ini,” katanya.

Dalam konteks yang lebih luas, Imam Khamenei memperingatkan bahwa tujuan utama AS dan sekutunya bukan hanya menggulingkan Assad, tetapi juga melemahkan Iran dan negara-negara lain di Poros Perlawanan. “Dengan rahmat Tuhan, wilayah-wilayah Suriah yang diduduki akan dibebaskan oleh pemuda-pemuda pemberani Suriah. Jangan ragu bahwa ini akan terjadi,” ujarnya penuh keyakinan.

Solidaritas Bersejarah Suriah-Iran

Imam Khamenei juga mengingat kembali solidaritas historis antara Iran dan Suriah. Selama perang Iran-Irak pada 1980-an, Suriah adalah salah satu negara yang secara aktif mendukung Iran, termasuk dengan memutus jalur pipa minyak Irak yang menuju Eropa. “Di saat hampir seluruh dunia mendukung Saddam, Suriah berdiri di pihak kami. Kini giliran kami untuk mendukung mereka,” katanya.

Harapan dan Keyakinan

Dengan Assad yang telah meninggalkan panggung, masa depan Suriah kini berada dalam ketidakpastian. Namun, Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa Iran akan tetap mendukung rakyat Suriah dalam perjuangan mereka. Beliau juga memperingatkan bahwa situasi baru ini tidak akan bertahan lama. “Dengan izin Allah, wilayah-wilayah yang diduduki akan kembali ke pangkuan Suriah, dan Amerika Serikat juga akan terusir dari kawasan oleh kekuatan perlawanan,” tutupnya.

Di tengah konflik yang tak kunjung usai, Suriah kini menghadapi babak baru dalam sejarahnya. Meski tantangan besar membayangi, harapan akan perdamaian dan kebebasan tetap menjadi harapan rakyatnya. Bagaimanapun, Timur Tengah sekali lagi menunjukkan bahwa ia adalah arena di mana kekuatan-kekuatan besar terus bertarung, dengan rakyat biasa sebagai saksi dan korban utamanya.

Sumber: Presstv.ir

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT