Imam Jafar Shadiq a.s. memberikan nasihat mendalam tentang hubungan manusia dengan dunia dan akhirat. Beliau bersabda:
“Barang siapa menjalani pagi dan sorenya dengan menjadikan dunia sebagai perhatian utamanya, Allah akan menempatkan kefakiran di depan matanya, mencerai-beraikan urusannya, dan ia tidak akan mendapatkan apa pun dari dunia kecuali apa yang telah Allah tetapkan baginya. Tetapi, siapa yang menjalani pagi dan sorenya dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, Allah akan meletakkan rasa kecukupan di dalam hatinya, mengatur semua urusannya, dan dunia akan datang kepadanya dengan sendirinya.”
Hadis ini mengingatkan kita tentang bahaya cinta dunia yang berlebihan dan pentingnya menjadikan akhirat sebagai tujuan utama. Kehidupan dunia, meskipun tampak menggoda, hanya sementara. Dunia bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga dapat menjadi jebakan yang menjauhkan kita dari-Nya.
Lalu, bagaimana kita dapat memaknai dunia dan akhirat secara mendalam, sehingga tidak terjebak dalam kecintaan yang berlebihan pada dunia, tetapi juga tidak meninggalkan tanggung jawab kita di dalamnya?
Alamah Majlisi menjelaskan bahwa dunia yang tercela adalah segala hal yang membuat manusia melupakan Allah. Segala sesuatu yang menghalangi manusia dari ketaatan, mencintai Allah, dan mencari kebahagiaan abadi disebut sebagai dunia yang harus dijauhi. Sebaliknya, dunia bisa menjadi mulia jika aktivitas kita diniatkan untuk Allah.
Misalnya, pekerjaan yang dilakukan untuk menafkahi keluarga, membantu fakir miskin, atau menjaga kemandirian adalah aktivitas duniawi yang bernilai akhirat. Begitu pula dengan perdagangan, pertanian, atau industri yang dilakukan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, semua itu adalah ladang amal ukhrawi. Sebaliknya, bahkan ibadah sekalipun, jika dilakukan dengan niat riya atau mencari pujian manusia, tergolong sebagai “cinta dunia.”
Pandangan ini menunjukkan bahwa dunia dan akhirat tidak selalu berlawanan. Dunia adalah alat, bukan tujuan. Dengan niat yang benar, dunia bisa menjadi sarana menuju akhirat. Tetapi, jika hati terikat pada dunia, dunia berubah menjadi jebakan yang menghalangi perjalanan kita menuju Allah.
Dunia sebagai Tempat Ujian
Para ulama juga memandang dunia sebagai tempat ujian dan transformasi. Dalam perspektif ini, dunia bukanlah musuh, tetapi sebuah tempat yang dirancang untuk menguji manusia. Dunia yang tercela bukanlah keberadaannya secara fisik, tetapi keterikatan hati manusia pada kenikmatan dan kemewahannya.
Dunia adalah tahap eksistensi paling rendah, sedangkan akhirat adalah tujuan abadi manusia. Dunia material adalah tempat ujian, sedangkan dunia batiniah adalah tempat kembali yang mulia. Dalam Al-Qur’an, Allah berulang kali mengingatkan manusia bahwa dunia hanyalah permainan dan senda gurau, sementara akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya.
Namun, meskipun dunia ini rendah, ia memiliki peran penting. Dunia adalah ladang tempat kita menanam amal, dan hasilnya akan kita panen di akhirat. Dunia bisa menjadi kutukan jika kita terjebak dalam kecintaannya, tetapi menjadi berkah jika kita memanfaatkannya untuk mencari keridhaan Allah.
Imam Ali as memberikan pandangan yang mendalam tentang dunia. Beliau berkata:
“Dunia adalah tempat kebenaran bagi yang memahami hakikatnya, tempat keselamatan bagi yang mengambil pelajaran darinya, dan tempat bekal bagi mereka yang menjadikannya sarana menuju akhirat.”
Namun, beliau juga mengingatkan tentang bahaya cinta dunia. Menurut Imam Ali as dunia menjadi tercela jika membuat manusia melupakan Allah. Dalam salah satu khotbahnya, beliau menyebutkan bahwa cinta dunia adalah sumber segala dosa. Hal ini juga ditegaskan oleh Imam Al-Baqir as, yang mengatakan bahwa cinta dunia lebih merusak iman daripada serigala lapar di tengah kawanan domba.
Dunia yang tercela adalah dunia yang mengikat hati kita pada hal-hal fana, sehingga melupakan tujuan hidup yang sesungguhnya. Sebaliknya, dunia yang dipuji adalah dunia yang dimanfaatkan untuk berbuat baik, mendekatkan diri kepada Allah, dan mempersiapkan bekal untuk akhirat.
Bahaya Cinta Dunia yang Berlebihan
Cinta dunia yang berlebihan membawa banyak konsekuensi buruk, baik bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Berikut beberapa bahaya cinta dunia:
1. Ketakutan akan Kematian
Orang yang mencintai dunia takut kehilangan apa yang dimilikinya. Ketakutan ini membuat mereka sulit menghadapi kenyataan bahwa kematian adalah takdir setiap manusia. Sebaliknya, orang yang fokus pada akhirat memandang kematian sebagai pintu menuju kebahagiaan abadi.
2. Kehilangan Fokus pada Akhirat
Cinta dunia membuat manusia lupa akan tujuan sejati hidupnya. Mereka sibuk mengejar harta, jabatan, dan kenikmatan, tanpa menyadari bahwa semua itu fana.
3. Keresahan dan Ketidakpuasan
Dunia, sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW, adalah seperti air laut. Semakin diminum, semakin haus. Orang yang terlalu mencintai dunia tidak pernah merasa puas, karena hati mereka dipenuhi oleh keinginan yang tak pernah berakhir.
Mengatasi Cinta Dunia
Syariat memberikan solusi untuk mengatasi cinta dunia yang berlebihan, yaitu dengan meningkatkan kesadaran spiritual dan berlatih mengendalikan hawa nafsu. Ibadah, seperti shalat malam, puasa, dan zikir, membantu manusia memperkuat ruhani dan mengendalikan ketergantungan pada dunia.
Selain itu, keyakinan yang kuat pada akhirat juga penting. Orang yang yakin pada kehidupan abadi tidak akan terlalu terikat pada dunia. Mereka memandang dunia sebagai sarana, bukan tujuan. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh para nabi dan imam, yang hidup sederhana dan hanya bergantung pada Allah.
Imam Ali as menggambarkan sikapnya terhadap dunia dengan indah: “Bagiku, dunia ini lebih hina daripada tulang babi di mulut anjing.”
Pernyataan ini menunjukkan betapa kecilnya nilai dunia di mata beliau, kecuali jika digunakan untuk mencari keridhaan Allah.
Dunia adalah Ladang Amal
Dunia adalah tempat singgah, bukan tempat tinggal. Ia bisa menjadi kutukan jika kita terjebak dalam cinta dan keterikatannya, tetapi bisa menjadi anugerah jika kita memanfaatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Manusia yang fokus pada dunia akan merasa hidup ini penuh kekurangan. Mereka terus mencari, tetapi tidak pernah puas. Sebaliknya, manusia yang menjadikan akhirat sebagai tujuan akan merasakan kedamaian dan kecukupan hati.
Imam Jafar Shadiq as: “Barang siapa menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, dunia akan datang kepadanya dengan sendirinya.”
*Disarikan dari buku 40 Hadis – Imam Khomeini