Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Nakba: Luka Abadi di Jantung Dunia Islam

15 Mei 1948 bukan sekadar tanggal dalam kalender, melainkan awal dari salah satu tragedi paling menyakitkan dalam sejarah kemanusiaan: pendirian rezim Zionis di tanah suci Palestina, dan awal dari penderitaan panjang bangsa Palestina yang terus berlangsung hingga hari ini. Hari itu dikenal sebagai Yaum al-Nakbah –Hari Malapetaka– saat lebih dari 750.000 warga Palestina diusir secara paksa dari rumah-rumah mereka, tercerai-berai ke kamp-kamp pengungsian di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan negara-negara tetangga.

Imam Khomeini ra, pendiri Republik Islam Iran, menyebut rezim Zionis sebagai “kanker yang harus dicabut dari akar-akarnya“. Baginya, Palestina bukan hanya isu Arab, tetapi isu Islam. “Setiap jengkal tanah Palestina adalah bagian dari tubuh Islam, dan menyerahkan tanah itu berarti mengkhianati Islam,” ujarnya tegas.

Tujuh puluh tujuh tahun setelah Nakba, luka itu tidak kunjung sembuh. Bahkan, luka itu terus digerus dan disayat oleh kejahatan demi kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis—dengan restu diam-diam dari kekuatan-kekuatan dunia yang mengklaim sebagai penjaga hak asasi manusia.

Rezim Apartheid dan Mesin Pembunuh

PHari Nakba bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan awal dari salah satu krisis kemanusiaan dan politik terpanjang dalam sejarah modern. Sejak saat itu, dunia menyaksikan pendudukan brutal, pembunuhan massal, serta pengingkaran hak-hak dasar bangsa Palestina.

Dari tragedi Nakba inilah lahir rezim apartheid Zionis yang hingga kini terus melakukan pengusiran massal, penghancuran rumah-rumah penduduk, dan menjadikan kehidupan jutaan rakyat Palestina sebagai rangkaian penderitaan yang tak berkesudahan.

Kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh rezim ini membentang panjang dalam sejarah: pembantaian Deir Yassin, Kafr Qasim, Sabra dan Shatila, hingga ribuan syuhada yang gugur dari Palestina, Lebanon, dan wilayah lain. Penahanan sewenang-wenang, pembunuhan aktivis, penghancuran rumah dan kebun, serta pelecehan tempat suci Muslim dan Kristen menjadi rekam jejak kelam rezim ini selama 77 tahun terakhir.

Dunia Diam, Umat Harus Bersatu

Lebih menyakitkan dari kejahatan itu sendiri adalah diamnya dunia internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara Barat yang selalu bicara tentang demokrasi dan hak asasi justru menjadi pelindung bagi pelaku kejahatan ini. Mereka membiarkan “anak-anak Gaza” terkubur di bawah puing-puing rumah mereka sendiri, sambil terus memasok senjata dan dana kepada rezim penjajah.

Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menyatakan:

“Selama umat Islam tidak bersatu, penderitaan Palestina akan terus berlangsung. Tetapi hari ini, bendera perlawanan telah menjadi cahaya harapan. Gaza kecil, namun ia berdiri melawan kekuatan terbesar dunia karena ruh perlawanan dan iman.”

Dalam berbagai kesempatan, Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa satu-satunya solusi adalah perlawanan total dan tidak mengakui legitimasi keberadaan rezim Zionis. “Solusi dua negara adalah pengkhianatan. Palestina adalah dari sungai hingga laut. Rezim Zionis harus musnah, bukan secara ras, tetapi secara politik dan struktural,” tegas beliau.

Perlawanan: Jalan Satu-satunya

Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok-kelompok muqawamah (perlawanan) seperti Hamas, Jihad Islami, dan Hizbullah, adalah hak sah yang diakui secara internasional dalam konteks mempertahankan diri dari penjajahan. Hari ini, kekuatan perlawanan telah mencapai titik tertingginya. Sementara itu, rezim Zionis berada dalam kondisi paling rapuh sepanjang sejarahnya—terkoyak oleh konflik internal, krisis politik, dan ketakutan yang terus menghantui mereka dari kekuatan perlawanan yang terus berkembang.

Ayatullah Khamenei dalam pidato terkini juga menyampaikan:

“Kondisi yang ada saat ini membuktikan bahwa janji Allah adalah benar. Zionis tidak akan mampu mengakhiri poros perlawanan. Sebaliknya, mereka semakin dekat pada kehancuran.”

Solusi Nyata: Referendum dan Kepulangan Pengungsi

Selama lebih dari tiga dekade, dunia disuguhi berbagai inisiatif “damai” yang gagal total karena mengabaikan akar persoalan: yaitu pendudukan itu sendiri. Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa satu-satunya solusi damai yang adil adalah mengembalikan seluruh pengungsi Palestina ke tanah mereka, dan mengadakan referendum umum yang melibatkan seluruh warga asli Palestina – Muslim, Kristen, maupun Yahudi – untuk menentukan sistem pemerintahan mereka sendiri.

Gaza: Penjara Terbuka dan Kuburan Massal

Gaza, selama lebih dari 20 tahun, telah berubah menjadi penjara terbesar di dunia. Blokade yang dilakukan rezim Zionis, dengan dukungan diam-diam dari kekuatan global, telah membuat kehidupan di sana menjadi neraka. Air bersih, listrik, obat-obatan, bahkan makanan pun sulit diperoleh. Setiap kali rezim Zionis melancarkan agresi, korban utama adalah anak-anak, perempuan, dan warga sipil tak bersenjata.

Agresi militer terbaru di Gaza merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia. Tindakan brutal yang menyasar warga sipil tak berdosa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Sudah saatnya masyarakat internasional bersuara lantang dan menuntut pertanggungjawaban atas kejahatan kemanusiaan yang terus dilakukan oleh para pemimpin rezim Zionis. Diam berarti turut membiarkan kezaliman terus berlangsung.

Tanggung Jawab Umat dan Kewajiban Kita

Umat Islam dan seluruh bangsa pencinta keadilan di dunia memiliki tanggung jawab besar: mendukung perlawanan dan perjuangan rakyat Palestina, baik dengan doa, media, bantuan materiil, hingga tekanan diplomatik terhadap para pendukung Zionis. Ayatullah Khamenei menyebut Palestina sebagai “barometer keimanan dan kehormatan umat Islam.”

Hari ini, saat rezim Zionis berada di titik lemahnya, kita tidak boleh lengah. Dukungan terhadap perlawanan harus terus ditingkatkan. Ingatlah, sebagaimana yang disampaikan Imam Khomeini:

“Jika setiap Muslim menuangkan satu ember air ke Israel, maka negara haram itu akan hanyut tenggelam.”

Palestina hidup di dada kita, bukan hanya pada tanggal 15 Mei. Tapi setiap hari adalah Nakba, setiap hari adalah medan ujian bagi kehormatan umat. Semoga kita termasuk dalam barisan para pembela kebenaran dan perlawanan.

Referensi: Khamenei.ir / Irna.ir

Share Post
No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.