Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kisah Muslim bin Aqil, Syahid Perdana Revolusi Husaini

Ketika Imam Husain as meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk menghindari baiat kepada kekuasaan zalim Yazid bin Muawiyah, beliau tidak melangkah sendiri. Di antara para pendamping setia dalam perjalanan spiritual dan revolusioner itu adalah sepupunya sendiri, Muslim bin Aqil, seorang mukmin tangguh yang kelak menjadi syahid pertama dari revolusi Karbala, ia syahid pada hari Arafah, 9 Zulhijjah tahun 60 di kota Kufah.

Tatkala surat-surat dari penduduk Kufah membanjiri tangan Imam Husain as — penuh janji kesetiaan dan tekad membela — Imam mengutus Muslim bin Aqil untuk memverifikasi ketulusan dan kesiapan kota tersebut. Bersama para tokoh lainnya, Muslim ditugaskan untuk menjadi duta revolusi, mata dan telinga Imam dalam menilai sejauh mana Kufah mampu menanggung konsekuensi dari perlawanan terhadap rezim.
(Al-Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Jil. 5, hlm. 347–350)

Tiba di Kufah: Sambutan dan Baiat

Tanggal 5 Syawal, Muslim bin Aqil memasuki Kufah. Ia sempat menetap di rumah Mukhtar bin Abi Ubaidah, lalu berpindah ke rumah Muslim bin Ausajah atau menurut sebagian riwayat ke rumah Hani bin Urwah. Kedatangannya disambut gegap gempita. Ribuan penduduk Kufah berkumpul untuk mendengar surat Imam Husain as dibacakan. Semangat menyala. Ratusan, lalu ribuan, berikrar setia. Sejarawan mencatat antara 12.000 hingga lebih dari 30.000 orang berbaiat kepada Imam Husain melalui tangan Muslim.
(Ibn Asakir, Tarikh Madinat Dimasyq, Jil. 62, hlm. 408–409)

Namun semangat itu ternyata dangkal. Ketulusan yang digembar-gemborkan ternyata mudah goyah di hadapan ancaman kekuasaan. Ketika berita mengenai dukungan besar untuk Muslim sampai ke Syam, Yazid segera mencopot gubernur Kufah, Nu’man bin Basyir yang dinilai lemah, dan menggantikannya dengan Ubaidillah bin Ziyad — tangan besi yang tak segan menumpahkan darah.
(Al-Baladzuri, Ansab al-Ashraf, Jil. 3, hlm. 206)

Hari-hari Terakhir di Kota Pengkhianat

Dengan hadirnya Ibnu Ziyad, Kufah berubah menjadi kota penuh teror. Muslim terpaksa berpindah tempat tinggal demi keselamatan. Namun mata-mata musuh tak henti mengintai. Persembunyiannya terbongkar. Hani bin Urwah ditangkap. Muslim, yang masih berjuang dalam diam, akhirnya menggalang kekuatan dan memimpin ribuan orang mengepung istana. Mereka meneriakkan slogan perjuangan: “Ya Manshur Amith! Wahai penolong umat, hancurkan musuh!”

Namun muslihat Ibnu Ziyad tak terbendung. Dengan menghasut kepala-kepala suku dan menakut-nakuti mereka dengan ancaman invasi Syam, barisan Muslim pun terkikis. Satu per satu meninggalkannya. Ketika malam turun, Muslim bin Aqil berdiri sendiri. Yang dulunya dikerumuni puluhan ribu pendukung, kini bahkan tidak memiliki satu rumah pun untuk berlindung.

Di tengah malam yang sunyi, ia duduk kelelahan di depan rumah seorang wanita bernama Thau’ah. Setelah mengenalinya, wanita ini membawanya masuk dan menyembunyikannya. Namun pengkhianatan datang dari anak laki-lakinya sendiri, yang keesokan harinya melaporkan kepada pasukan Ibnu Ziyad. Sejumlah pasukan menyerbu rumah itu. Muslim bertarung dengan gagah berani, meski akhirnya ditangkap dalam keadaan terluka.
(Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jil. 3, hlm. 210–211)

Syahid di Atas Istana

Muslim dibawa ke hadapan Ibnu Ziyad. Dalam interogasi, Muslim tetap tegar, tidak goyah oleh ancaman. Ia meminta agar pesan terakhirnya disampaikan kepada Imam Husain: jangan datang ke Kufah, karena janji warga kota ini telah berkhianat. Tapi yang tersisa hanyalah nyawa yang menanti waktu.

Ibnu Ziyad memerintahkan agar Muslim dieksekusi dari atap istana. Dalam detik-detik terakhir hidupnya, Muslim tidak menangisi nasibnya. Ia menangisi Imam Husain — kekasih Allah, cucu Rasulullah, yang sedang menuju jerat pengkhianatan. Muslim dijatuhkan dari atas istana, lalu dipenggal. Tak lama kemudian, Hani bin Urwah menyusulnya. Kepala mereka dikirim ke Syam, sebagai simbol kekejaman dan arogansi kekuasaan.
(Al-Dinawari, Al-Akhbar al-Tiwal, hlm. 256–258)

Darah yang Membuka Jalan Karbala

Muslim bin Aqil bukan seorang duta biasa. Ia adalah martir yang membuka jalan Karbala dengan darahnya sendiri. Ia syahid bukan karena lemah, tapi karena sendirian dalam lautan pengkhianat. Namun darah itu tidak sia-sia. Ia menjadi obor peringatan bagi Imam Husain. Ia adalah teladan kesetiaan dalam badai pengkhianatan.

Dalam sebuah khutbah, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei berkata:

“Muslim bin Aqil adalah manifestasi dari kepercayaan dan pengorbanan. Ia tidak hanya membawa surat Imam, tapi membawa ruh perjuangan Imam. Ia syahid karena ia jujur dan tidak pernah ragu dalam membela kebenaran meski harus menghadapi dunia yang memusuhinya.”
(Khutbah Muharram, 2004; sumber: khamenei.ir)

Sementara itu, Sayyid Hasan Nasrullah menambahkan dalam salah satu pidatonya:

“Jika kita ingin tahu seperti apa loyalitas sejati itu, lihatlah Muslim bin Aqil. Ia ditinggalkan, dikhianati, bahkan tidak memiliki tanah untuk bersujud. Namun ia tidak lari. Ia tetap menjadi wakil sang Imam sampai darahnya yang terakhir.”
(Pidato Asyura, Beirut Selatan, 2010; sumber: almanar.com.lb)

Muslim bin Aqil bukan hanya syahid Kufah. Ia adalah wajah awal dari Karbala — jalan sunyi yang kelak akan dilalui Imam Husain dan para syuhada Ahlulbait. Keteguhan Muslim di tengah pengkhianatan menjadi pelajaran besar: bahwa keimanan sejati tak bergantung pada jumlah pendukung, melainkan pada keikhlasan hati yang siap mengorbankan segalanya demi kebenaran.

“Muslim bin Aqil adalah pelita kesetiaan yang tak pernah padam. Namanya abadi bersama para pencinta Husain.”


Referensi:

  1. Al-Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Jil. 5, hlm. 347–350, Beirut: Dar al-Kutub.
  2. Ibn Asakir, Tarikh Madinat Dimasyq, Jil. 62, hlm. 408–409, Beirut: Dar al-Fikr.
  3. Al-Baladzuri, Ansab al-Ashraf, Jil. 3, hlm. 206, Kairo: Dar al-Ma’arif.
  4. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jil. 3, hlm. 210–211, Qom: Mu’assasah Nashr Islami.
  5. Al-Dinawari, Al-Akhbar al-Tiwal, hlm. 256–258, Najaf: Maktabah al-Haidariyyah.
  6. Khutbah Ayatullah Khamenei, Muharram 2004, tersedia di: https://farsi.khamenei.ir
  7. Pidato Sayyid Hasan Nasrullah, Asyura 2010, tersedia di: https://www.almanar.com.lb
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT