Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Hegemoni yang Memudar: Amerika dan Hilangnya Modal Kepercayaan Dunia

Oleh Mohammad Mahdi Abbasi, peneliti di bidang Kajian Amerika.

Pada pertengahan 2025, lanskap kekuatan global bergeser dengan cara yang tidak terbayangkan satu dekade lalu. Amerika Serikat, yang selama puluhan tahun memegang kendali hampir mutlak atas panggung dunia, kini tengah terperosok dalam krisis berlapis. Dari polarisasi politik domestik, gejolak ekonomi, hingga keretakan hubungan rasial, semua menggerogoti kekuatan internalnya. Sementara itu, di arena internasional, reputasinya merosot tajam, dan kepercayaan sekutu-sekutunya mulai memudar.

Kepemimpinan Donald Trump di periode keduanya mempercepat proses kemerosotan ini. Dukungan terang-terangan terhadap rezim Zionis dalam genosida Gaza, keterlibatan langsung dalam perang 12 hari melawan Iran, serta kebijakan luar negeri yang penuh ancaman terhadap banyak negara, menjadikan wajah Amerika semakin kelam di mata dunia.

Amerika di Mata Dunia: Data yang Mengkhawatirkan

Survei Pew Research Center tahun 2025 di 24 negara mencatat hanya 49% responden yang memandang Amerika secara positif—turun drastis dari angka di atas 60% pada akhir pemerintahan Biden. Bahkan di negara-negara sekutu lama seperti Kanada, Meksiko, Jerman, dan Swedia, penurunan sentimen positif mencapai lebih dari 20 poin persentase.

Kepercayaan terhadap Trump sebagai pemimpin global bahkan lebih suram: hanya 24% yang menaruh keyakinan, menjadikannya salah satu tingkat kepercayaan terendah dibandingkan para pemimpin negara besar lain. Walau secara “structural power” AS masih menduduki puncak Global Soft Power Index dengan skor 79,5 dari 100, dalam kategori reputasi ia merosot ke peringkat 15—sebuah tanda bahwa kekuatan lunak yang dulu diagungkan kini memudar.

Dari Sekutu Jadi Ancaman

Kebijakan Washington dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan persepsi baru: Amerika sebagai ancaman nyata bagi stabilitas dunia. Survei Pew mengungkap, di delapan negara dari sekitar 25 yang diteliti, AS dipandang sebagai ancaman utama. Di Kanada, 68% menganggap Amerika berbahaya bagi ekonomi dan stabilitas mereka; di Meksiko, angkanya 59%. Bahkan di Denmark, menilai AS sebagai ancaman serius, melampaui Korea Utara.

Fenomena serupa terjadi di Prancis, di mana 73% warganya meyakini Amerika bukan lagi sekutu sejati. Pernyataan ini jelas mengguncang narasi lama tentang “aliansi abadi” antara AS dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat.

Gaza: Kuburan Moral Amerika

Di dunia Arab dan Islam, luka yang paling dalam datang dari Gaza. Genosida yang telah berlangsung hampir dua tahun, didukung penuh oleh Washington, menjadi katalis kebencian publik terhadap AS. Survei menunjukkan 82% warga Arab menilai kebijakan AS dalam perang Gaza “sangat buruk,” dengan 12% menyebutnya “buruk.” Lebih dari tiga perempat responden mengaku pandangannya terhadap Amerika memburuk sejak perang dimulai.

Ironisnya, di dalam negeri sendiri dukungan terhadap Israel juga goyah. Survei Gallup mengungkap hanya 32% warga AS yang mendukung aksi militer Israel di Gaza. Di kalangan muda (di bawah usia 35 tahun), dukungan itu jatuh drastis hingga kurang dari 10%—angka terendah dalam sejarah survei tersebut.

Perang 12 Hari: Simbol Ambruknya Legitimasi

Perang singkat namun sengit pada Juni 2025 antara Iran dan rezim Zionis menjadi titik balik. Amerika tidak hanya mendukung Israel secara diplomatik, tetapi juga terlibat langsung dalam dukungan logistik. Namun, justru di tanah airnya sendiri, 85% rakyat AS menolak intervensi militer tersebut.

Gelombang protes anti-Amerika dan anti-Israel pun membuncah di berbagai belahan dunia—dari London hingga Beirut, dari New York hingga Baghdad. Slogan seperti “No War for Israel” dan “Hands off Iran” menggema, memperlihatkan bahwa opini publik dunia kini tak lagi tunduk pada narasi Washington.

Isolasi Nyata: Turis Pun Menjauh

Pukulan lain datang dari sektor pariwisata. Pada kuartal pertama 2025, kunjungan wisatawan mancanegara ke AS turun 12–33% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terbesar datang dari Eropa: turis asal Jerman, Inggris, dan Irlandia menyusut hingga 30%. Di Kanada, 56% calon pelancong membatalkan atau mengubah rencana mereka untuk mengunjungi AS.

Bahkan lintas batas darat dari Kanada turun 23% pada Maret, mengancam sedikitnya 14.000 pekerjaan di industri pariwisata AS. Semua ini menunjukkan bahwa kemerosotan citra tidak hanya soal opini publik, tetapi juga memengaruhi ekonomi riil.

Soft Power yang Menguap

Fenomena ini membenarkan pernyataan Imam Khamenei pada 3 November 2018: “Kekuatan lunak Amerika sedang menurun dan menghilang. Ini bukan klaim saya; para ilmuwan sosial terkemuka pun mengatakannya. Kekuatan lunak dan moral Amerika sedang merosot.”

Modal terbesar Amerika—yakni kepercayaan publik dunia—kini nyaris habis. Dukungan tanpa syarat kepada rezim Zionis, intervensi militer yang tiada henti, dan arogansi di panggung internasional telah meruntuhkan fondasi reputasi yang dibangun selama puluhan tahun.

Refleksi bagi Dunia Islam

Bagi dunia Islam, fenomena ini bukan sekadar statistik. Ia adalah pelajaran sejarah yang hidup: bahwa hegemoni, betapapun kuatnya secara militer, akan runtuh bila kehilangan legitimasi moral. Gaza menjadi saksi bagaimana sebuah kekuatan raksasa kehilangan simpati dan justru memupuk perlawanan global.

Kini, kita menyaksikan perlahan tapi pasti: Amerika, sang adidaya yang dulu tak tertandingi, sedang mengalami soft decline. Bukan karena kalah di medan perang, tetapi karena kalah di medan hati manusia.

Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT