Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Milad Rasulullah dan Imam Ja‘far: Momentum Persatuan Umat dan Perlawanan terhadap Kezaliman

Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia menanti datangnya bulan Rabiul Awwal. Di dalamnya terdapat sebuah peristiwa yang tidak hanya besar dalam sejarah Islam, tetapi juga dalam sejarah kemanusiaan: kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Beliau hadir bukan hanya sebagai seorang nabi, tetapi sebagai cahaya yang mengubah wajah dunia, membangkitkan manusia dari kegelapan menuju cahaya iman, dari penindasan menuju kebebasan, dari perpecahan menuju persaudaraan.

Bersamaan dengan itu, umat juga memperingati kelahiran Imam Ja‘far al-Shadiq alaihissalam, imam keenam dari Ahlul Bait Nabi. Beliau adalah pewaris risalah, penjaga ilmu, dan tokoh besar yang melahirkan gerakan intelektual Islam dengan ribuan murid dari berbagai mazhab. Dua kelahiran ini, yang sama-sama jatuh pada tanggal 17 Rabiul Awwal, mengingatkan kita akan kesinambungan cahaya risalah: dari Nabi sebagai pembawa wahyu, hingga Ahlul Bait sebagai penjaga kemurnian Islam.

Nabi Muhammad saw: Rahmatan lil ‘Alamin

Al-Qur’an menegaskan: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. al-Anbiya: 107). Ayat ini menggambarkan bahwa Nabi saw bukan hanya untuk satu kaum atau satu zaman, melainkan untuk seluruh umat manusia, sepanjang sejarah.

Imam Khamenei dalam banyak ceramahnya menekankan bahwa peringatan kelahiran Nabi saw tidak boleh berhenti pada ritual seremonial. Menurut beliau, maulid adalah momen untuk menghidupkan kembali misi Nabi: membangun masyarakat yang adil, bebas, dan penuh persaudaraan. “Hari lahir Nabi adalah hari lahirnya cahaya bagi seluruh manusia. Tidak ada nikmat yang lebih besar bagi umat manusia selain kelahiran seorang nabi yang menuntun mereka kepada Allah, mengajarkan akhlak, dan menegakkan keadilan,” ujar beliau.

Problem terbesar umat Islam hari ini adalah kurangnya pemahaman utuh tentang kepribadian Nabi. Banyak umat hanya mengenal Nabi saw sebatas simbol spiritual, tetapi melupakan bahwa beliau juga seorang pemimpin sosial, seorang pejuang, dan seorang pembela kaum tertindas.

Imam Ja‘far al-Shadiq as: Penjaga Ilmu Risalah

Tidak kalah penting, kelahiran Imam Ja‘far al-Shadiq as yang bertepatan dengan kelahiran Nabi saw membawa pesan tersendiri. Beliau hidup di era pergolakan politik antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Di tengah situasi itu, Imam Ja‘far as memanfaatkan ruang yang ada untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dari madrasah beliau lahir ribuan ulama, baik dari kalangan Syiah maupun Sunni.

Imam Khamenei menyebut Imam Ja‘far al-Shadiq as sebagai figur yang melahirkan “Islam yang murni, logis, dan kokoh”. Melalui beliau, Islam ditampilkan sebagai agama yang seimbang antara akidah, syariat, akhlak, dan sosial. Inilah sebabnya mazhab Syiah sering disebut sebagai Madzhab Ja‘fari.

Kehadiran Imam Ja‘far as berbarengan dengan kelahiran Rasulullah saw memberi pesan simbolis bahwa cahaya Islam tidak padam. Setelah risalah diturunkan kepada Nabi saw, para imam Ahlul Bait-lah yang menjaga, menghidupkan, dan menafsirkan risalah tersebut dengan penuh kesetiaan.

Pesan Universal Maulid: Persatuan Umat

Salah satu gagasan penting yang selalu ditekankan Imam Khamenei adalah menjadikan maulid Nabi sebagai momentum persatuan. Beliau memprakarsai ide Pekan Persatuan, yaitu pekan antara 12–17 Rabiul Awwal, untuk mempertemukan peringatan kelahiran Nabi menurut riwayat Sunni (12 Rabiul Awwal) dan Syiah (17 Rabiul Awwal).

Imam Khamenei menegaskan: “Peringatan kelahiran Nabi saw harus menjadi pengikat hati umat Islam, bukan sumber perpecahan. Musuh-musuh Islam selalu berusaha menyalakan api perselisihan di antara mazhab-mazhab Islam. Tugas kita adalah menjadikan Nabi sebagai titik temu, bukan titik pisah.”

Persatuan ini bukan hanya soal simbolik, tetapi juga kekuatan strategis. Umat Islam hari ini menghadapi berbagai tantangan global: penjajahan, diskriminasi, kemiskinan, dan intervensi politik. Jika umat Islam bersatu dalam satu barisan, maka tidak ada kekuatan dunia yang mampu merendahkan mereka.

Perlawanan terhadap Kezaliman: Amanat Nabi

Nabi Muhammad saw sepanjang hidupnya adalah pembela kaum tertindas. Beliau menentang praktik perbudakan, menegakkan hak perempuan, memperjuangkan keadilan sosial, dan menentang segala bentuk tirani. Oleh karena itu, memperingati kelahiran Nabi saw berarti juga memperbaharui komitmen untuk melawan penindasan di zaman kita.

Imam Khamenei berkali-kali menekankan bahwa jika Nabi Muhammad saw hadir di zaman ini, maka isu pertama yang akan beliau bela adalah Palestina. Beliau mengatakan: “Membela Palestina bukan sekadar masalah politik, melainkan amanat Islam, amanat Nabi, dan amanat kemanusiaan.”

Namun, pesan ini tidak berhenti di Palestina saja. Seluruh rakyat yang tertindas di berbagai belahan dunia adalah bagian dari amanat Nabi saw. Karena itu, maulid harus menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama perlawanan terhadap kezaliman global.

Spirit Kelahiran Nabi: Cahaya yang Terus Hidup

Kelahiran Nabi Muhammad saw tidak hanya mengubah masyarakat Arab Jahiliyah, tetapi juga membuka jalan bagi peradaban baru. Beliau membentuk masyarakat berdasarkan tauhid, keadilan, dan persaudaraan.

Imam Khamenei menggambarkan: “Kelahiran Nabi saw adalah lahirnya sebuah revolusi spiritual dan sosial. Beliau mengubah manusia yang sebelumnya tenggelam dalam kebodohan, kesukuan, dan penindasan, menjadi masyarakat yang berilmu, beriman, dan beradab.”

Inilah pesan besar yang harus terus kita hidupkan. Peringatan maulid bukan sekadar seremonial dengan syair dan doa, melainkan sebuah gerakan membangkitkan kesadaran. Umat Islam harus melihat Nabi saw bukan hanya sebagai figur sejarah, tetapi sebagai teladan hidup dalam segala bidang: pribadi, keluarga, masyarakat, dan politik.

Menghidupkan Kembali Misi Nabi

Momentum maulid Nabi Muhammad saw dan Imam Ja‘far al-Shadiq as adalah kesempatan bagi kita untuk meneguhkan kembali identitas Islam yang sesungguhnya. Islam yang berlandaskan tauhid, mengutamakan akhlak, memperjuangkan keadilan, dan menegakkan persatuan.

Imam Khamenei mengingatkan: “Kebahagiaan sejati atas kelahiran Rasulullah saw bukan hanya dengan perayaan lahiriah, melainkan dengan menghidupkan ajaran dan misinya. Jika masyarakat Islam hari ini ingin kembali berjaya, mereka harus menjadikan Nabi saw sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan.”

Dengan demikian, memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw dan Imam Ja‘far al-Shadiq as bukanlah sekadar mengenang masa lalu, tetapi menyongsong masa depan. Sebuah ajakan untuk bangkit, bersatu, dan melawan kezaliman. Sebuah cahaya yang terus hidup, dari Mekah 1500 tahun lalu, hingga dunia modern saat ini—menyinari jalan umat manusia menuju keadilan dan kebahagiaan sejati.


Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT