Pagi itu di padang pasir Badar, angin berhembus membawa debu dan doa. Di hadapan tiga ratus lebih sahabatnya, Rasulullah saw berdiri dengan wajah bercahaya. Di seberang sana, seribu pasukan Quraisy dengan peralatan lengkap siap menumpas umat yang baru deklarasi menegakkan kalimat tauhid. Tidak ada keseimbangan kekuatan. Tidak ada perbandingan dalam jumlah, senjata, atau perisai. Namun di balik semua itu, ada sesuatu yang lebih besar: iman.
Hari itu bukan sekadar pertempuran pertama dalam sejarah Islam. Ia adalah ujian eksistensial, apakah kebenaran yang baru lahir ini sanggup bertahan melawan kebatilan yang mapan. Dalam ketegangan itu, Rasulullah saw tidak hanya menjadi panglima, tetapi juga pembimbing ruhani. Beliau tahu, kemenangan bukan sekadar hasil strategi militer, tetapi buah dari ketaatan, kesabaran, dan kemurnian niat.
Maka beliau berdiri di antara pasukan, mengatur barisan, lalu menyampaikan pidato yang menjadi warisan abadi bagi para pejuang kebenaran di setiap zaman. Beliau saw bersabda:
“Wahai manusia, aku berpesan kepada kalian dengan apa yang telah dipesankan Allah kepadaku di dalam kitab-Nya, yaitu agar kalian taat kepada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Sesungguhnya hari ini kedudukan (pahala) kalian seperti kedudukan pahala orang yang telah diingatkan, lalu ia mempersiapkan dirinya untuk sabar, yakin, dan bersungguh-sungguh.
Sesungguhnya berjihad melawan musuh itu berat dan tidak disukai, dan sedikit sekali orang yang bersabar menjalankannya kecuali mereka yang bersungguh-sungguh berjalan di atas petunjuk-Nya.
Sesungguhnya Allah bersama orang yang menaati-Nya, dan setan bersama orang yang menentang-Nya. Mulailah pekerjaan kalian dengan bersabar dalam berjihad, dan mintalah kepada Allah dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepada kalian. Lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepada kalian, karena aku sungguh ingin kalian berada di atas petunjuk.
Sesungguhnya perselisihan, pertengkaran, dan rasa frustasi adalah bagian dari kelemahan dan ketidakberdayaan, termasuk sesuatu yang tidak disukai Allah. Karena itu, Allah tidak akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang demikian.
Wahai manusia, telah diletakkan (diberitahukan) dalam hatiku bahwa siapa saja yang berada dalam sesuatu yang haram lalu ia tidak menyukainya karena semata-mata mengharapkan apa yang ada di sisi Allah, maka akan diampuni dosanya.
Siapa saja yang bersalawat kepadaku, maka Allah dan para malaikat-Nya akan bersalawat kepadanya sepuluh kali.
Siapa saja dari orang Muslim maupun orang kafir yang berbuat baik, maka Allah akan membalasnya segera di dunia dan nanti di akhirat.
Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengerjakan salat Jumat pada hari Jumat, kecuali anak kecil, perempuan, orang sakit, atau hamba sahaya.
Siapa saja yang tidak butuh kepada Allah, maka Allah tidak butuh kepadanya. Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.
Aku tidak mengetahui amal perbuatan apa pun yang akan mendekatkan kalian kepada Allah kecuali semuanya telah aku perintahkan kepada kalian. Dan aku tidak mengetahui amal perbuatan apa pun yang akan mendekatkan kalian kepada neraka kecuali semuanya telah aku larang.
Ruhul Amin telah menuturkan ke dalam hatiku bahwa tidak akan mati suatu diri hingga telah dipenuhi seluruh rezekinya. Tidak akan berkurang sedikit pun, meskipun tampak lambat.
Maka bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu, dan perbaguslah dalam mencari rezeki. Janganlah kelambatan mendapatkannya mendorong kalian mencarinya dengan jalan maksiat kepada Tuhanmu.
Sesungguhnya Allah tidak menentukan bagian apa pun yang ada di sisi-Nya kecuali dengan jalan ketaatan kepada-Nya.
Dia telah menjelaskan kepada kalian mana yang halal dan mana yang haram. Namun di antara keduanya ada yang syubhat (samar), yang tidak diketahui oleh banyak orang kecuali oleh orang yang dijaga oleh Allah.
Siapa saja yang meninggalkan sesuatu yang syubhat, niscaya Allah akan menjaga kemuliaan diri dan agamanya. Dan siapa saja yang terjerumus ke dalamnya, maka ia seperti penggembala yang berada di pinggir tempat larangan, hampir terjatuh ke dalamnya.
Tidak ada seorang raja pun kecuali memiliki tempat larangan. Ketahuilah, sesungguhnya tempat larangan Allah ialah larangan-larangan-Nya.
Kedudukan seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya adalah seperti kedudukan kepala bagi tubuh. Jika kepala mengadu, maka seluruh anggota tubuh pun turut membantunya.
Ibnu Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah, yang dimaksud dengan Ruhul Amin adalah malaikat Jibril as.
Makna Spiritual dan Revolusioner Pidato Badar
Pidato ini bukan sekadar wejangan di medan perang. Ia adalah manifesto spiritual kaum beriman. Rasulullah saw berbicara bukan hanya kepada pasukan Badar, tetapi juga kepada seluruh umat yang akan berjuang melawan kezaliman hingga hari kiamat.
Tiga pesan utama tampak menonjol:
- Taat dan sabar adalah dasar kemenangan.
Rasulullah mengingatkan bahwa jihad bukan sekadar pertarungan fisik, melainkan ujian ketulusan. “Berjihad melawan musuh itu keras dan tidak disukai,” sabdanya, menegaskan bahwa hanya mereka yang berjalan di atas petunjuk Allah yang mampu bertahan. Dalam setiap perjuangan melawan tirani—baik di masa Rasulullah, di Karbala, maupun di zaman modern—kemenangan selalu berpihak kepada mereka yang sabar dan taat. - Persatuan adalah syarat turunnya pertolongan Allah.
“Perselisihan, pertengkaran, dan rasa frustasi adalah kelemahan,” kata Rasulullah. Kalimat ini bukan hanya strategi militer, tetapi juga prinsip moral. Allah tidak menurunkan kemenangan bagi umat yang saling curiga dan terpecah. Badar menjadi bukti: pasukan kecil yang bersatu dalam hati lebih kuat dari seribu pasukan yang disatukan oleh kebencian. - Kehidupan dan rezeki sepenuhnya dalam genggaman Allah.
Dalam pidatonya, Rasulullah menenangkan para sahabat: “Tidak akan mati suatu diri hingga dipenuhi seluruh rezekinya.” Pesan ini adalah pondasi tauhid yang melahirkan ketenangan di tengah ketakutan. Orang yang yakin pada takdir Allah tidak akan mencari kemenangan atau rezeki dengan jalan maksiat. Ia tahu, apa yang di sisi Allah hanya bisa diraih melalui ketaatan.
Ketika Imam Ali bin Abi Thalib as menafsirkan jihad sebagai “puncak amal kebajikan,” beliau sesungguhnya mengingatkan warisan dari hari Badar. Bahwa jihad bukan sekadar mengangkat pedang, melainkan menundukkan hawa nafsu, melawan kezaliman, dan menjaga kebenaran di tengah tekanan.
Begitu pula ketika Imam Husain as berdiri di padang Karbala, gema pidato Rasulullah saw di Badar seakan hidup kembali. Kesabaran di tengah ketimpangan, keikhlasan dalam perjuangan, dan keyakinan bahwa Allah bersama orang-orang yang taat menjadi ruh yang sama antara Badar dan Karbala.
Pesan Abadi untuk Kaum Beriman
Pidato Rasulullah saw di medan Badar adalah pelajaran yang tak lekang oleh waktu. Ia mengajarkan bahwa iman harus disertai kesabaran, bahwa ketaatan adalah bentuk tertinggi kecerdasan spiritual, dan bahwa kemenangan sejati bukan diukur oleh hasil lahiriah, melainkan oleh kebenaran jalan yang ditempuh.
Sebagaimana beliau menutup pidatonya dengan salam sejahtera kepada para sahabat, begitu pula pesan ini sampai kepada kita—umat akhir zaman yang masih berjuang di tengah badai fitnah dan ketidakadilan.
“Ketahuilah,” sabda Rasulullah,
“Kedudukan seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya seperti kepala bagi tubuh. Jika kepala mengadu, seluruh tubuh turut merasakan.”
Maka, selama masih ada satu jiwa yang tertindas di bumi ini, selama itu pula umat Islam harus tetap menjadi tubuh yang hidup—bergerak, berjuang, dan berdoa dengan satu tujuan: menegakkan kebenaran di bawah panji tauhid.
Sumber: Madinah Balaghah