Dalam ajaran Islam, setiap bayi yang lahir telah memiliki hak-hak yang harus dijaga oleh keluarganya. Hak-hak itu bukan sekadar tradisi turun-temurun, tetapi merupakan amanah yang berakar dari bimbingan Rasulullah saw dan para Imam Ahlulbait as.
Penelitian terhadap riwayat-riwayat mereka menunjukkan bahwa seorang bayi memiliki delapan hak utama: merayakan hari kelahiran, dimandikan, dilantunkan azan dan ikamat, disuapi (tahnik), diberi nama baik, dicukur rambutnya, diakikahkan, dan dikhitan. Delapan hak ini menjadi dasar pembentukan pribadi muslim yang suci sejak awal kehidupan.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 30; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 15, hlm. 125).
1. Merayakan Hari Kelahiran
Hari kelahiran adalah momen syukur atas “karunia pertama” dari Allah Swt: anugerah kehidupan. Rasulullah saw bersabda bahwa hari di mana Allah memberi manusia kehidupan adalah hari ‘id, hari penuh berkah dan rahmat.
Imam Ali as pernah ditanya, “Apakah karunia pertama yang Allah berikan kepadamu?” Beliau menjawab, “Bahwa Dia menciptakanku padahal aku belum disebut apa-apa.” Maka memperingati kelahiran menjadi bentuk pengakuan atas nikmat wujud dan ciptaan Ilahi.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 1, hlm. 134; Bihar al-Anwar, jilid 6, hlm. 282).
2. Memandikan Bayi
Islam menuntun umatnya menjaga kesucian jasmani dan ruhani sejak awal kehidupan. Karena itu, memandikan bayi adalah amalan yang disunahkan.
Namun mandi ini bukan sekadar membersihkan tubuh, tetapi dilakukan dengan niat qurbatan ilallah dan memperhatikan tertib syariat. Mandi pertama ini disunahkan selama tidak membahayakan bayi dan boleh diakhirkan satu hingga dua hari. Sebagian fuqaha bahkan mewajibkannya.
(Lihat: Man la Yahdhuruhul Faqih, jilid 1, hlm. 38; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 2, hlm. 506).
3. Melantunkan Azan dan Ikamat
Langkah berikutnya adalah melantunkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kiri bayi. Azan dan ikamat menjadi suara pertama yang menanamkan tauhid di hati sang anak dan melindunginya dari godaan setan.
Riwayat Imam Ja‘far ash-Shadiq as menyebutkan bahwa amalan ini berpengaruh terhadap masa depan spiritual anak, sebagaimana suara pertama membentuk arah jiwanya.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 24; Tahdzib al-Ahkam, jilid 2, hlm. 97).
4. Penyuapan (Tahnik)
Tradisi penyuapan pertama atau tahnik memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Disunahkan menyuapkan sedikit turbah Imam Husain as dari Karbala yang dicampur air Sungai Efrat ke mulut bayi.
Tindakan ini mengandung simbol agar sejak awal kehidupan, hati anak berpihak pada kebenaran, keadilan, dan kecintaan kepada Ahlulbait as. Beberapa riwayat juga menyebut tahnik dengan madu, kurma, atau air hujan sebagai alternatif yang penuh berkah.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 24; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 15, hlm. 138).
5. Memberi Nama yang Baik
Nama bukan sekadar panggilan, melainkan doa dan identitas rohani. Rasulullah saw bersabda, “Hak anak atas orang tuanya adalah memberi nama yang baik.”
Nama terbaik adalah yang menunjukkan penghambaan kepada Allah, seperti Abdullah atau Abdurrahman. Nama para Nabi, para Imam, dan pribadi suci Ahlulbait as sangat dianjurkan, terutama nama Muhammad yang disebut paling mulia di antara nama-nama lainnya.
Dianjurkan pula untuk memberi nama sebelum bayi lahir dan menghindari nama yang bermakna buruk atau sombong, serta nama-nama yang khusus bagi Allah Swt seperti Quddus atau Khalik.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 19; Man la Yahdhuruhul Faqih, jilid 3, hlm. 163; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 21, hlm. 391).
6. Mencukur Rambut Bayi
Pada hari ketujuh setelah kelahiran, disunahkan untuk mencukur rambut bayi dan menimbangnya, kemudian menyedekahkan emas atau perak seberat rambut tersebut kepada fakir miskin.
Tindakan ini melambangkan penyucian, sekaligus penanaman nilai sosial dan kepedulian kepada sesama. Kesucian pribadi dalam Islam selalu diiringi dengan kesalehan sosial.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 33; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 15, hlm. 143).
7. Akikah
Akikah adalah penyembelihan hewan (biasanya kambing) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak. Hukumnya sunah muakkad, bahkan sebagian fuqaha menyebutnya wajib.
Disunahkan menyembelih kambing jantan untuk anak laki-laki dan kambing betina untuk anak perempuan, pada hari ketujuh setelah lahir. Jika belum dilakukan, boleh diakhirkan, bahkan anak dianjurkan untuk mengakikahi dirinya sendiri setelah balig.
Daging akikah sebaiknya dimasak dan dibagikan kepada orang-orang Mukmin yang mendoakan bayi. Dagingnya tidak dimakan oleh orang tua bayi, dan tulang hewan tidak dipatahkan, sebagai simbol harapan agar kehidupan sang anak kuat dan berkah.
(Lihat: Tahdzib al-Ahkam, jilid 7, hlm. 450; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 15, hlm. 150).
8. Khitan
Hak terakhir adalah khitan (sunat). Disunahkan dilakukan pada hari ketujuh, namun jika belum, hendaknya dilakukan sebelum balig. Setelah balig, khitan menjadi wajib.
Khitan adalah tanda kesucian dan penghambaan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Khitan adalah bagian dari fitrah Islam.” Imam Shadiq as juga mengajarkan doa khusus yang dibaca saat khitan agar Allah memberkahi hidup anak tersebut.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 35; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 21, hlm. 441).
Penutup
Delapan hak ini membentuk sistem pendidikan spiritual yang utuh sejak kelahiran. Dari azan pertama di telinga hingga tetesan darah khitan, semuanya mengandung pesan tauhid, kesucian, dan tanggung jawab sosial.
Dengan memenuhi hak-hak ini, orang tua tidak hanya merawat tubuh anaknya, tetapi juga menanamkan dasar keimanan dan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw. Dari rumah-rumah yang memuliakan hak anak seperti inilah akan lahir generasi mukmin yang kuat, berilmu, dan setia pada keadilan Ilahi.
(Lihat: Bihar al-Anwar, jilid 101, hlm. 107; Mustadrak al-Wasa’il, jilid 15, hlm. 197).
Disarikan dari buku Anak di Mata Nabi – Ayatullah Muhammad Reisyahri