Imam Muhammad bin Ali al-Baqir as adalah Imam kelima dari rangkaian dua belas Imam Ahlulbait Rasulullah saw. Keimamannya telah ditetapkan secara tegas oleh Rasulullah saw dalam berbagai hadis, jauh sebelum kelahirannya. Sebagai Imam maksum, beliau mengemban amanat ilahi untuk menuntun umat manusia menuju jalan yang lurus, melanjutkan misi para nabi dan para Imam sebelumnya: menjaga kemurnian risalah Islam, menegakkan keadilan, serta membimbing manusia menuju kesempurnaan spiritual dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. (Al-Kulaini, Al-Kafi, jil. 1, Kitab al-Hujjah; Al-Shaduq, Kamal ad-Din wa Tamam an-Ni‘mah)
Keturunan Suci dan Lingkungan Kenabian
Imam Muhammad al-Baqir as lahir dari garis keturunan yang paling suci dan dimuliakan dalam sejarah manusia. Beliau adalah putra Imam Ali bin Husain Zainal Abidin as dan cucu Imam Husain as, cucu Rasulullah saw. Dari sisi ayah dan ibu, beliau menghimpun kemuliaan Bani Hasyim dan cahaya Ahlulbait. Lingkungan tempat beliau tumbuh bukan sekadar keluarga terhormat, melainkan keluarga yang telah mencapai maqam kesempurnaan insani melalui ilmu, ibadah, pengorbanan, dan penyucian jiwa. (Al-Mufid, Al-Irsyad; Ibnu Khallikan, Wafayat al-A‘yan)
Sejak kecil, Imam Baqir as hidup berdampingan dengan ayahandanya, Imam Ali Zainal Abidin as, sosok agung yang dikenal dengan gelar Zainul Abidin (hiasan para ahli ibadah), Sayyidus Sajidin (pemuka orang-orang yang bersujud), Qudwatuz Zahidin (teladan para zahid), dan Jamaluddin (keindahan agama). Dari ayahandanya inilah Imam Baqir as menyerap lautan makrifat, ketekunan ibadah, kelembutan akhlak, dan keluasan pandangan. (Abu Nu‘aim al-Isfahani, Hilyat al-Auliya’; Ibnu Sa‘d, Ath-Thabaqat al-Kubra)
Beliau menyertai ayahandanya hingga Imam Zainal Abidin as meraih kesyahidan pada awal dekade pertama abad kedua Hijriah. Masa-masa ini membentuk kepribadian Imam Baqir as sebagai sosok yang matang secara spiritual dan intelektual sejak usia muda. (Al-Mufid, Al-Irsyad)
Imam Penyingkap Ilmu
Rasulullah saw telah memberi kabar gembira tentang kelahiran Imam Muhammad al-Baqir as jauh sebelum peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah hadis masyhur, Rasulullah saw menyebut beliau sebagai “al-Baqir”, yakni sosok yang akan membelah dan menyingkap ilmu. Gelar ini bukan sekadar julukan, melainkan deskripsi tentang peran historis dan peradaban yang akan dimainkan oleh Imam Baqir as. (Al-Shaduq, Kamal ad-Din wa Tamam an-Ni‘mah)
Imam Muhammad al-Baqir as hidup pada masa ketika dunia Islam tengah mengalami ekspansi wilayah yang luas. Bersamaan dengan itu, berbagai budaya, filsafat, dan pemikiran asing masuk ke dalam masyarakat Muslim. Namun ironisnya, umat Islam justru dijauhkan dari sumber ilmu yang autentik, yakni Ahlulbait Rasulullah saw. Di tengah situasi inilah Imam Baqir as tampil sebagai pelopor kebangkitan keilmuan Islam. (Adz-Dzahabi, Siyar A‘lam an-Nubala’)
Beliau membuka kembali pintu-pintu ilmu tafsir, fikih, akidah, dan akhlak berdasarkan Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw yang murni. Dari majelis ilmunya di Madinah, lahir generasi ulama besar yang kelak menjadi rujukan umat Islam dari berbagai penjuru dunia Islam. (Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah)
Dakwah di Tengah Tekanan Kekuasaan
Sebagian besar kehidupan Imam Muhammad al-Baqir as berlangsung di bawah tekanan rezim tiranik Bani Umayah. Beliau menyaksikan secara langsung kezaliman para penguasa yang memerintah dengan kekerasan, manipulasi agama, dan penindasan terhadap Ahlulbait serta para pengikutnya. Hanya dalam masa singkat pemerintahan Umar bin Abdul Aziz—sekitar dua setengah tahun—Imam Baqir as merasakan sedikit ketenangan. (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk)
Meski hidup dalam situasi penuh ancaman, Imam Baqir as tidak menghentikan misi pencerahan umat. Dengan keteguhan dan kebijaksanaan, beliau memilih jalur pendidikan dan pembinaan intelektual sebagai bentuk perlawanan paling efektif terhadap tirani. Dari tangan beliau lahir para ahli fikih, mufasir, dan pemikir Islam yang kelak membangun fondasi kebangkitan keilmuan Ahlulbait. (Al-Thabarsi, I‘lam al-Wara’)
Murid-murid Imam Baqir as bukan hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan spiritual yang tinggi. Mereka tidak tenggelam dalam ritualisme semata, melainkan hadir sebagai pelayan umat dan pelopor kebajikan di tengah masyarakat. (Ibnu Sa‘d, Ath-Thabaqat al-Kubra)
Pengakuan Para Ulama dan Tokoh Sezaman
Keagungan ilmu dan kepribadian Imam Muhammad al-Baqir as diakui secara luas, bahkan oleh para ulama dan tokoh dari luar mazhab Syiah. Abu Ishaq berkata, “Aku belum pernah melihat manusia sehebat dia.” Abdullah bin Atha Makki menyatakan bahwa para ulama tampak kecil di hadapan Imam Baqir as, bahkan tokoh besar seperti Hakam bin Utaibah terlihat laksana anak kecil di hadapan keluasan ilmunya. (Adz-Dzahabi, Siyar A‘lam an-Nubala’)
Qatadah bin Di’mah Bashri, seorang ulama besar, mengakui bahwa hatinya bergetar ketika berhadapan dengan Imam Baqir as, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan ketika duduk bersama ulama-ulama besar lainnya. Ibnu Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah menyebut Imam Baqir as sebagai pemuka para fuqaha Hijaz, sumber utama pengetahuan fikih bagi generasi setelahnya. (Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah)
Bahkan para penguasa Bani Umayah pun tidak dapat menutup mata terhadap kemuliaan beliau. Ketika Abdul Malik bin Marwan berniat memanggil Imam Baqir as dengan cara yang merendahkan, aparatnya di Madinah justru memperingatkan bahwa Imam Baqir as adalah manusia paling alim, paling zuhud, dan paling wara di zamannya. Teguran itu diterima dengan baik, menunjukkan betapa wibawa moral Imam Baqir as menembus tembok kekuasaan. (Ibnu Hajar al-Haitami, Ash-Shawa‘iq al-Muhriqah)
Makna Gelar al-Baqir
Gelar “al-Baqir” bermakna pembelah dan pemerluas ilmu. Para sejarawan dan ulama sepakat bahwa Imam Muhammad al-Baqir as adalah sosok yang membuka cakrawala keilmuan Islam secara sistematis. Beliau meletakkan dasar-dasar metodologi ilmiah dalam memahami Al-Qur’an dan sunah, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh putranya, Imam Ja’far ash-Shadiq as. (Ibnu Khallikan, Wafayat al-A‘yan)
Seorang penyair menggambarkan beliau sebagai manusia yang memperluas ilmu bagi orang-orang bertakwa, sosok terbaik yang selalu dirindukan oleh umat manusia. Ilmu beliau tidak hanya luas, tetapi juga menyentuh hati, membimbing jiwa, dan menumbuhkan kesadaran ilahi. (Abu Nu‘aim al-Isfahani, Hilyat al-Auliya’)
Teladan Abadi Umat
Imam Muhammad al-Baqir as adalah teladan abadi bagi umat Islam: teladan dalam ilmu, akhlak, kesabaran, dan perjuangan. Beliau mengajarkan bahwa kebangkitan umat tidak selalu lahir dari pedang dan kekuasaan, tetapi dari pena, ilmu, dan penyadaran. Di tengah gelapnya kezaliman, Imam Baqir as menyalakan pelita ilmu yang cahayanya terus menerangi perjalanan umat hingga hari ini. (Al-Mufid, Al-Irsyad)
Salam sejahtera atas beliau sejak hari kelahirannya, sepanjang hidupnya yang diabdikan untuk ilmu dan amal, hingga hari kesyahidannya, dan kelak pada hari ia dibangkitkan kembali. Imam Muhammad al-Baqir as bukan hanya tokoh sejarah, melainkan sumber inspirasi abadi bagi setiap pencari kebenaran. (Ibnu Hajar al-Haitami, Ash-Shawa‘iq al-Muhriqah)
*Disarikan dari buku Biografi Imam Muhammad al-Baqir – Tim al-Huda