
Khamenei.ir – Perayaan kelahiran Nabi Isa Al-Masih as merupakan momentum spiritual yang tidak hanya dimiliki oleh umat Kristen, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam tradisi Islam. Dalam pandangan Islam, Nabi Isa adalah salah satu nabi agung Allah, pembawa risalah tauhid, penyeru keadilan, dan simbol keteguhan iman di tengah zaman yang dipenuhi penindasan. Pandangan ini ditegaskan dengan jelas oleh Imam Khamenei dalam berbagai pernyataannya tentang pribadi dan misi Nabi Isa as.
Menurut Imam Khamenei, penghormatan umat Islam terhadap Nabi Isa tidaklah lebih rendah dibandingkan penghormatan kaum Nasrani yang beriman kepadanya. Bahkan, keyakinan Islam terhadap Isa as berdiri di atas fondasi wahyu yang kokoh, bebas dari distorsi sejarah dan kepentingan kekuasaan. Isa as dalam Islam adalah nabi Allah yang suci, dilahirkan secara mukjizat, dan diutus untuk membimbing Bani Israil kembali kepada jalan Tuhan.
Nabi Isa as dan Perjuangan Melawan Penindasan
Imam Khamenei menegaskan bahwa kehidupan Nabi Isa as sejak awal hingga akhir adalah perjuangan melawan kezaliman. Isa as tidak diutus ke tengah masyarakat yang netral atau ramah terhadap kebenaran. Ia hadir di tengah struktur kekuasaan yang korup, dikuasai oleh elit agama dan politik yang menjadikan hukum Tuhan sebagai alat pembenaran kepentingan mereka sendiri.
Dalam kondisi seperti itu, Nabi Isa as berdiri sebagai suara yang mengganggu status quo. Ia menyeru manusia agar membebaskan diri dari penyembahan terhadap kekuasaan, kekayaan, dan hawa nafsu. Ia menantang kaum berkuasa yang menindas rakyat, menumpuk kekayaan, dan memanipulasi agama demi legitimasi kekuasaan duniawi. Karena itulah, hidup Nabi Isa penuh dengan penderitaan, tekanan, dan penolakan.
Imam Khamenei menekankan bahwa penderitaan ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan konsekuensi dari keberpihakan kepada kebenaran. Sejak usia muda, Nabi Isa memikul beban risalah ilahi dan harus menghadapi permusuhan dari kekuatan-kekuatan yang merasa terancam oleh pesan tauhid dan keadilan yang ia bawa.
Isa as: Nabi Perdamaian yang Aktif, Bukan Pasif
Dalam wacana modern, Nabi Isa sering direduksi menjadi simbol “cinta” dan “perdamaian” dalam makna yang pasif dan apolitis. Imam Khamenei menolak reduksi ini. Menurut beliau, Isa as memang nabi perdamaian, tetapi perdamaian yang lahir dari kebenaran dan keadilan, bukan dari kompromi dengan kezaliman.
Perdamaian yang diajarkan Nabi Isa as bukanlah ketenangan semu yang menuntut korban untuk diam dan menerima penindasan. Sebaliknya, ia adalah perdamaian yang menuntut perubahan moral dan sosial, pembongkaran struktur kezaliman, serta keberanian untuk mengatakan “tidak” kepada kebatilan, meskipun risikonya adalah penderitaan pribadi.
Imam Khamenei menegaskan bahwa pesan Isa as sejalan dengan misi seluruh nabi: mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Cahaya ini tidak akan pernah terwujud jika manusia tunduk pada kekuatan yang menindas dan mengkhianati nilai-nilai ilahi.
Kedudukan Sayidah Maryam as: Kesucian dan Ketundukan Total kepada Allah
Dalam pembahasan tentang Nabi Isa as, Imam Khamenei juga memberikan perhatian khusus pada sosok Maryam as. Menurut beliau, Maryam adalah salah satu figur perempuan paling agung dalam sejarah manusia—simbol kesucian, ketakwaan, dan kepasrahan total kepada kehendak Tuhan.
Maryam as menghadapi ujian yang luar biasa berat. Ia harus menanggung tuduhan, fitnah, dan tekanan sosial yang menghancurkan reputasi dan kehormatan seorang perempuan. Namun, ia tetap teguh, bersandar sepenuhnya kepada Allah, dan tidak goyah oleh penilaian manusia. Dalam diri Maryam as, Imam Khamenei melihat teladan abadi tentang bagaimana iman sejati melampaui rasa takut, stigma sosial, dan tekanan lingkungan.
Kisah Maryam as bukan sekadar kisah spiritual individual, melainkan pesan sosial yang kuat: bahwa kehormatan manusia sejati tidak ditentukan oleh opini publik atau kekuasaan sosial, melainkan oleh hubungan batin dengan Allah.
Pesan Isa as untuk Dunia Kontemporer
Imam Khamenei menegaskan bahwa dunia modern, dengan segala kemajuan teknologi dan kekuatan militernya, justru semakin membutuhkan pesan Nabi Isa as. Dunia hari ini dipenuhi oleh ketidakadilan global, eksploitasi bangsa-bangsa lemah, dan dominasi sistem yang menuhankan modal serta kekuasaan.
Dalam konteks ini, Isa as hadir sebagai pengingat bahwa nilai-nilai ilahi tidak pernah usang. Seruannya untuk berpihak pada kaum tertindas, menolak keserakahan, dan menjaga kemurnian spiritual tetap relevan. Perdamaian yang sejati, menurut Imam Khamenei, hanya dapat lahir ketika manusia berani melawan ketidakbenaran, bukan ketika mereka berdamai dengannya.
Titik Temu Umat Beriman
Bagi Imam Khamenei, agama-agama samawi sejatinya memiliki akar nilai yang sama—tauhid, keadilan, dan pembelaan terhadap manusia tertindas. Perbedaan yang muncul di kemudian hari sering kali merupakan hasil dari penyimpangan sejarah, manipulasi kekuasaan, dan kepentingan politik.
Salah satu pesan penting dari pandangan Imam Khamenei tentang Nabi Isa as adalah ajakan untuk menemukan titik temu antara umat beriman. Muslim dan Kristen sejatinya memiliki musuh yang sama: ketidakadilan, penindasan, dan sistem yang merusak martabat manusia. Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw berdiri dalam satu garis sejarah perjuangan tauhid.
Dengan memahami Isa as sebagai nabi perlawanan terhadap kezaliman, bukan sekadar simbol ritual atau perayaan tahunan, umat beriman dapat membangun solidaritas spiritual dan moral yang lebih dalam. Inilah pesan Natal yang sejati dalam perspektif Islam revolusioner: kelahiran seorang nabi yang menghidupkan kembali nurani manusia dan menantang tirani dalam segala bentuknya.
Penutup
Dalam pandangan Imam Khamenei, Nabi Isa Al-Masih as adalah figur agung yang melampaui sekat-sekat sektarian. Ia adalah nabi perdamaian, tetapi juga nabi perlawanan. Ia adalah simbol kasih, tetapi juga simbol keberanian moral. Menghidupkan kembali pesan Isa a.s. berarti menolak ketidakadilan, membela yang lemah, dan setia kepada Tuhan, apa pun risikonya.
Di tengah dunia yang kembali terpolarisasi oleh kekuasaan dan kepentingan, suara Isa tetap bergema—memanggil manusia untuk kembali kepada kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan yang sejati.