
Dalam tradisi tafsir Ahlulbait, al-Qur’an tidak dipahami semata sebagai teks hukum dan etika, melainkan sebagai wahyu yang memiliki lapisan makna lahir dan batin. Makna lahir berfungsi sebagai petunjuk normatif bagi kehidupan sosial dan individual, sementara makna batin mengantarkan manusia pada pengenalan hakikat ketuhanan, struktur penciptaan, dan posisi wilayah dalam rencana Ilahi. Salah satu ayat yang paling padat dengan makna lahir dan batin ini adalah Basmalah, pembuka al-Qur’an dan inti Surat al-Fatihah. (Tafsir al-‘Ayyasyi, jil. I; Majma‘ al-Bayan, jil. I)
Basmalah sebagai Keamanan dan Keimanan
Basmalah—Bismillahirrahmanirrahim—dalam aspek lahiriahnya adalah keamanan, perlindungan, dan keberkahan. Tidak ada aktivitas yang sempurna tanpa dimulai dengan menyebut nama Allah. Namun dalam aspek batiniahnya, Basmalah adalah iman, yakni pengakuan sadar bahwa seluruh gerak kehidupan bersumber dari Allah dan kembali kepada-Nya. Karena itu, Basmalah bukan sekadar lafaz, tetapi zikir tauhid yang mengikat makhluk kepada Sang Pencipta. (Tafsir Imam Hasan al-Askari; ‘Uyun Akhbar al-Ridha, jil. 2)
Huruf-huruf Basmalah berjumlah sembilan belas, dan dalam literatur Syiah jumlah ini tidak dipahami secara kebetulan. Ia dikaitkan dengan realitas metafisis penciptaan, khususnya dengan Asybah al-Khamsah (Ahlul Kisa’)—Rasulullah, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain—yang menurut riwayat diciptakan Allah dalam alam cahaya sebelum penciptaan waktu dan ruang. (Bihar al-Anwar, jil. 35)
Basmalah dan Wilayah Ahlulbait
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa siapa saja yang membaca Basmalah dengan kecintaan dan ketundukan kepada Ahlulbait, serta beriman kepada mereka secara lahir dan batin, akan memperoleh kebaikan yang lebih besar daripada dunia dan seluruh isinya, untuk setiap huruf yang dibaca. Riwayat ini menegaskan bahwa Basmalah tidak terpisah dari konsep wilayah, yakni kepemimpinan spiritual dan epistemik keluarga Nabi. (Amali al-Shaduq; Takwil al-Ayat, jil. I)
Wilayah di sini bukan sekadar afiliasi emosional, melainkan pengakuan bahwa Ahlulbait adalah awal dan akhir penciptaan dalam tatanan hidayah. Jika bukan karena mereka, manusia tidak akan diciptakan; jika bukan karena kedudukan mereka di sisi Allah, rezeki tidak akan turun; dan melalui mereka keutamaan serta kemuliaan Ilahi mengalir ke seluruh makhluk. (Bihar al-Anwar, jil. 25)
Awal Penciptaan Cahaya Muhammad dan Ali
Riwayat-riwayat Ahlulbait menggambarkan bahwa penciptaan Nabi Muhammad saw dan Imam Ali as terjadi dalam suatu fase primordial yang tidak dapat dijangkau oleh nalar biasa. Allah menciptakan cahaya Muhammad dari cahaya keagungan-Nya (nur al-‘azhamah), cahaya lahutiyah yang tidak bersifat material. Dari cahaya inilah diciptakan Ali, dan tidak ada makhluk lain yang diciptakan dari cahaya tersebut selain mereka berdua. (Bihar al-Anwar, jil. 35; Ta’wil al-Ayat)
Muhammad saw dan Ali as diciptakan dari satu pohon cahaya, sementara manusia lainnya berasal dari pohon-pohon yang berbeda. Allah meniupkan ruh ke dalam hakikat ini, menjadikan keduanya sebagai pengemban amanat-Nya, saksi-Nya atas makhluk, lisan-Nya yang menyampaikan kebenaran, dan mata-Nya yang dengannya tanda-tanda Ilahi terlihat. (Kanz al-Fawa’id; Bihar al-Anwar)
Dimensi Lahut dan Nasut Ahlulbait
Riwayat menyebutkan bahwa secara lahiriah, Nabi Muhammad dan Imam Ali tampak sebagai manusia, tetapi secara batiniah mereka memiliki dimensi lahutiyah. Mereka adalah hijab antara Sang Pencipta dan makhluk, bukan sebagai sekutu Allah, melainkan sebagai sarana pengenalan kepada-Nya. Penciptaan dimulai dengan mereka dan seluruh qadar hakikat berakhir pada mereka. (al-Hidayah al-Kubra; Itsbat al-Washiyyah)
Dari cahaya Muhammad saw, Allah menciptakan cahaya Fatimah; dari cahaya Ali dan Fatimah diciptakan Hasan dan Husain. Cahaya-cahaya ini tidak berasal dari air mani sebagaimana manusia biasa, melainkan berpindah dari sulbi orang-orang suci ke rahim-rahim yang suci, hingga muncul dalam bentuk manusia sempurna. (Bihar al-Anwar, jil. 25; Muruj al-Dzahab)
Ahlulbait sebagai Wakil dan Penakwil Wahyu
Ahlulbait ditempatkan Allah sebagai wakil-Nya di antara hamba-hamba-Nya, penakwil wahyu, dan penjaga makna batin al-Qur’an. Melalui mereka tanda-tanda Allah dikenali, dan dengan mereka perintah Allah ditaati. Riwayat menegaskan bahwa tanpa Ahlulbait, Allah tidak akan dikenal, karena pengenalan kepada Allah memerlukan hidayah yang lurus dan otoritatif. (Kifayah al-Atsar; Bihar al-Anwar)
Makna Batin Huruf Basmalah
Dalam tafsir batin, setiap huruf Basmalah memiliki makna simbolik: alif melambangkan nikmat Allah, ba menunjukkan kewibawaan-Nya, sin menandakan keagungan-Nya, dan mim melambangkan kekuasaan-Nya. Huruf lam dalam kata Allah menunjukkan kewajiban makhluk untuk berwilayah, sementara ha menjadi peringatan bagi para penentang keluarga Muhammad. (al-Tauhid; Ma‘ani al-Akhbar)
Sifat Rahman mencakup seluruh makhluk, tetapi Rahim dikhususkan bagi orang-orang beriman yang mengikuti wilayah Ahlulbait. Inilah perbedaan antara rahmat umum dan rahmat khusus dalam kosmologi Ahlulbait. (Tafsir al-Qummi; Majma‘ al-Bayan)
Imam Ali sebagai Sirath al-Mustaqim
Allah mengkhususkan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dengan kedudukan tinggi dalam Umm al-Kitab. Dalam tafsir batin, urusan pengadilan pada Hari Kiamat dikembalikan kepadanya, dan seluruh perkara berakhir pada keadilan wilayahnya.
Sirath al-Mustaqim ditafsirkan oleh sebagian sebagai al-Qur’an, oleh sebagian lain sebagai agama Islam. Namun riwayat Ahlulbait menegaskan bahwa Sirath al-Mustaqim adalah Ali, karena beliau adalah al-Qur’an al-Nathiq (al-Qur’an yang berbicara). Kecintaan dan ketaatan kepadanya merupakan jalan lurus menuju Allah. (Tafsir al-‘Ayyasyi; al-Kafi, jil. I)
Jalan Nikmat dan Jalan Murka
Allah menyebut Sirath al-Mustaqim sebagai jalan orang-orang yang diberi nikmat. Secara lahiriah, orang yang dimurkai ditafsirkan sebagai kaum Yahudi dan yang tersesat sebagai kaum Nasrani. Namun secara batiniah, makna ini merujuk pada mereka yang memusuhi keluarga Muhammad atau menyimpang dalam mencintai mereka. (Tafsir Thabari; Tafsir Qurthubi)
Rasulullah menyamakan pembenci Ali dengan kaum Yahudi dan orang yang berlebihan mencintainya hingga menuhankannya dengan kaum Nasrani. Jalan keselamatan adalah wilayah yang lurus: cinta yang disertai ketaatan dan pengakuan terhadap posisi ilahiah Ahlulbait sebagai hidayah, bukan ketuhanan. (Musnad al-Syamiyin; Kanz al-‘Ummal)
Basmalah sebagai Ikatan Kosmik Wilayah
Basmalah adalah pintu kosmik yang menghubungkan makhluk dengan cahaya hidayah. Membacanya dengan cinta dan wilayah kepada Muhammad dan keluarganya menjadikannya harta yang tidak pernah habis. Dalam Basmalah, tauhid dan wilayah bertemu; dalam Ahlulbait, makna batin al-Qur’an menemukan penafsirnya; dan dalam Sirath al-Mustaqim, manusia menemukan jalan keselamatan di dunia dan akhirat. (Bihar al-Anwar; Ziarah al-Jami‘ah al-Kabirah)
Disarikan dari buku 500 ayat untuk Ali bin Abi Thalib – Hafidz Rajab al-Bursi