Hidup ini terasa lebih mudah dan indah saat kita dikelilingi oleh orang-orang yang sejalan dan sependapat. Manusia secara alami mencari kenyamanan dengan mereka yang memiliki kesamaan pandangan, yang mempererat hubungan dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Bahkan dalam hadis, hal ini disebutkan sebagai fitrah manusia. Namun, realita kehidupan sering kali mengharuskan kita untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan atau keyakinan berbeda, bahkan bertolak belakang.
Islam, sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh umat, tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk menutup diri atau menjadi eksklusif hanya berinteraksi dengan golongannya saja. Islam justru mendorong umatnya untuk tetap terbuka, menjalin hubungan dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan, dan menjauhi sikap diskriminatif. Al-Qur’an mengajarkan berbagai pendekatan yang mulia dalam menghadapi perbedaan, yang bisa kita pelajari dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa pedoman penting dari Al-Qur’an dalam menghadapi perbedaan pandangan atau kelompok:
1. Menerima Perbedaan sebagai Bagian dari Kehendak Allah
Perbedaan dalam kehidupan adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari dan merupakan bagian dari ketetapan Allah Swt. Dalam surah Hud ayat 118, Allah berfirman:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah bisa saja menciptakan manusia dalam satu pemikiran yang sama, namun kehendak-Nya memberikan ruang bagi setiap manusia untuk berbeda. Perbedaan ini terjadi tidak hanya dalam keyakinan, namun juga dalam karakter, watak, pemikiran, dan jalan hidup masing-masing.
Kebebasan memilih yang Allah berikan memungkinkan manusia untuk menjalani hidup sesuai dengan pemahaman dan keyakinannya masing-masing. Sebagaimana tubuh kita diciptakan berbeda, jiwa dan cara berpikir setiap manusia juga memiliki keunikan. Tidak seorang pun berhak memaksakan keyakinan atau pemikirannya pada orang lain, karena itu sama saja dengan melawan fitrah yang sudah ditetapkan oleh Allah dalam diri manusia.
2. Menjunjung Tinggi Keadilan dan Kebaikan kepada Siapa Pun
Al-Qur’an mengajarkan pentingnya bersikap adil dan berlaku baik kepada siapa saja, termasuk mereka yang berbeda pandangan atau keyakinan. Jangan sampai kita bersikap tidak adil kepada seseorang hanya karena perbedaan yang ada, apalagi sampai mudah memvonis atau menuduh pihak lain. Dalam surah Ali ‘Imran ayat 113-114, Allah mengingatkan kita bahwa tidak semua orang di pihak yang berbeda itu jahat atau buruk:
“Mereka itu tidak seluruhnya sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar serta bersegera mengerjakan berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.”
Ayat ini memberikan pelajaran penting bahwa dalam setiap kelompok selalu ada orang-orang yang baik, yang tulus menjalankan keyakinan mereka. Jangan sampai kita menggeneralisasi bahwa semua anggota dari kelompok yang berbeda adalah buruk, keji, atau salah. Sikap bijaksana dalam menghadapi perbedaan juga menuntut kita untuk jujur dalam menilai orang lain tanpa prasangka. Al-Qur’an pun mengingatkan kita dalam ayat lainnya, yaitu:
“Di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada pula di antara mereka yang jika engkau percayakan satu dinar, dia tidak mengembalikannya kecuali jika engkau selalu menagihnya.” (QS. Ali ‘Imran: 75)
Ayat ini menunjukkan bahwa perilaku baik atau buruk seseorang tidak ditentukan oleh keanggotaan kelompok atau keyakinannya, melainkan oleh integritas pribadi. Sikap adil dan baik tidak boleh berhenti pada mereka yang sependapat dengan kita saja, tetapi harus menyeluruh pada semua manusia.
3. Menghindari Prasangka Negatif terhadap Orang yang Berbeda
Ketika kita beranggapan bahwa orang yang berbeda dari kita pantas mendapatkan murka atau siksaan Allah, sikap seperti itu akan menyulitkan kita untuk hidup berdampingan secara harmonis. Prasangka negatif ini sering kali menjadi penghalang utama dalam menciptakan hubungan yang damai. Ketika kita menganggap bahwa mereka yang berbeda tidak layak hidup di dunia ini, hubungan kita dengan mereka akan selalu diwarnai ketegangan dan permusuhan.
Al-Qur’an menekankan bahwa hak untuk menghakimi dan memutuskan nasib seseorang ada di tangan Allah, bukan manusia. Setiap manusia akan menghadapi hisab di akhirat nanti, dan keputusan akhir atas segala perselisihan ada pada Allah. Allah berfirman dalam surah Al-Hajj ayat 68-69:
“Dan jika mereka membantah engkau, maka katakanlah, ‘Allah lebih tahu tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari Kiamat tentang apa yang dahulu kamu perselisihkan.’” (QS. Al-Hajj: 68-69).
Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru menghakimi orang lain atau merasa paling benar. Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah-lah yang memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan segala perbedaan di akhirat nanti. Dengan memahami hal ini, kita dapat menghindari konflik dan hidup berdampingan dengan lebih damai tanpa membawa beban permusuhan.
Penutup
Dengan berpegang pada ajaran Al-Qur’an ini, kita bisa menghadapi perbedaan pandangan dan keyakinan dengan lebih bijaksana. Menjalin hubungan baik dengan siapa pun tanpa mengesampingkan prinsip adalah bagian dari nilai-nilai luhur yang diajarkan Islam. Al-Qur’an mengajarkan bahwa dalam kebersamaan dengan siapa saja—tanpa memandang perbedaan—kita akan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai.
*Disarikan dari buku Kado dari Langit – Ustadz Muhammad bin Alwi BSA