Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Detik-detik Kelahiran Nabi Muhammad Saw, Sang Rahmat bagi Semesta

Di antara malam-malam sepanjang sejarah manusia, ada satu malam yang membuat alam semesta seolah berhenti berputar. Langit menunduk, bumi bergetar halus, dan bintang-bintang memancarkan cahaya dengan cara yang tak biasa. Malam itu, bulan Rabiul Awal menjadi saksi bagi peristiwa yang tak akan pernah terulang: kelahiran manusia pilihan, kekasih Tuhan, penutup para nabi, Muhammad bin Abdullah Saw.

Al-Qur’an menggambarkan beliau sebagai sosok penuh kasih dan kelembutan:

“Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman.” (QS at-Taubah [9]:128)

Dalam perspektif Syiah, kelahiran beliau bukan hanya peristiwa biologis, melainkan kosmik. Alam semesta sendiri diciptakan demi kehadirannya. Riwayat dari Imam Ja’far Shadiq as dalam Bihar al-Anwar menyebut: “Seandainya bukan karena Muhammad, niscaya langit dan bumi tidak akan diciptakan.”


Sayyidah Aminah dan Kabar dari Langit

Ibunda Nabi, Aminah binti Wahab, menyimpan kisah-kisah menakjubkan selama mengandung putranya. Dalam bulan-bulan kehamilannya, ia beberapa kali melihat makhluk bercahaya datang membawa ucapan selamat.

Di bulan pertama, seorang sosok tampan tiba-tiba hadir di kamarnya. Wajahnya memancarkan wibawa. Aminah yang terkejut bertanya siapa dia. Sosok itu menjawab lembut, “Aku adalah Adam, bapak seluruh manusia. Wahai Aminah, selamat atas kehamilanmu. Engkau mengandung pemimpin para nabi, kekasih Tuhan semesta alam.” Lalu ia menghilang, meninggalkan suasana damai.

Di bulan kedua, seorang makhluk bercahaya lain datang. Ia memperkenalkan diri sebagai Nabi Idris as, membawa kabar yang sama: kelahiran bayi ini akan menjadi awal dari cahaya yang tak pernah padam.

Di bulan-bulan berikutnya hadir pula Nabi Hud, Ibrahim, Ismail, Musa, hingga Isa putra Maryam as. Semuanya menyampaikan salam penghormatan dan berita gembira, seakan-akan tongkat kenabian yang mereka emban kini berpindah kepada seorang bayi yang belum lahir itu — Muhammad, yang akan menjadi penutup segala risalah langit. (Bihar al-Anwar, jilid 16)


Malam Ke-17: Alam Bersujud

Riwayat Syiah menyebut malam kelahiran Nabi jatuh pada malam ke-17 Rabiul Awal, di Tahun Gajah — tahun ketika pasukan Abrahah dihancurkan Allah dengan burung Ababil. Hanya lima puluh hari setelah itu, Muhammad lahir di rumah sederhana Bani Hasyim.

Tetapi kelahiran ini tidak biasa. Sayidah Aminah meriwayatkan bahwa ia tidak merasakan sakit sebagaimana wanita lainnya. Saat Muhammad lahir, cahaya keluar dari rahimnya hingga menerangi istana-istana Syam di kejauhan.

Peristiwa-peristiwa luar biasa menyertai malam itu:

  • Istana Kisra di Persia retak dan empat belas menaranya roboh.
  • Api di kuil Majusi yang menyala seribu tahun tiba-tiba padam.
  • Danau Sawa mengering.
  • Berhala-berhala di Ka’bah runtuh berkeping-keping.

Seakan-akan bumi dan langit menyatakan: tirani lama telah berakhir; cahaya kebenaran telah datang. (Al-Kafi, jilid 1)


Doa Pertama Sang Nabi

Riwayat Imam Ja’far Shadiq as menuturkan bahwa sesaat setelah lahir, Muhammad Saw. langsung bersujud kepada Allah. Bibir mungilnya bergerak, melantunkan doa: “Umatku… umatku…”.

Doa pertama itu bukan untuk dirinya sendiri, bukan pula untuk keluarganya, melainkan untuk umat manusia seluruhnya. Sejak awal hidupnya, Nabi ini adalah rahmat, sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”
(QS al-Anbiya [21]:107)


Tahun Keberkahan: Damai di Tengah Kekeringan

Tahun kelahiran Muhammad saw dikenal sebagai ‘Am al-Fil — Tahun Gajah. Tetapi masyarakat Makkah juga menyebutnya Tahun Berkah. Sebab selama Muhammad saw berada dalam kandungan, hujan turun setelah lama terhenti, angin panas mereda, dan bumi kembali menghijau.

Bahkan seluruh wanita hamil di tahun itu — sebagaimana dituturkan riwayat — melahirkan anak laki-laki. Dalam budaya Arab yang memuliakan keturunan lelaki, hal ini dianggap pertanda kebahagiaan. Seolah kehadiran Muhammad membawa berkah lahir-batin bagi seluruh kota. (Bihar al-Anwar, jilid 16)


Bisunya Para Dukun, Turunnya Para Malaikat

Pada malam itu pula, para dukun dan peramal yang selama ini diagungkan tiba-tiba kehilangan kemampuan membaca tanda-tanda gaib. Mereka terdiam, ramalan mereka tak lagi manjur. Seakan wahyu yang kelak turun kepada Muhammad menutup semua pintu kegaiban jahiliah.

Sementara itu, riwayat menyebut langit Makkah malam itu penuh dengan barisan malaikat. Mereka turun silih berganti, membawa salam dan doa untuk bayi suci yang kelak akan membimbing manusia menuju tauhid. (Al-Kafi, jilid 1)


Makna Teologis: Muhammad sebagai Poros Penciptaan

Dalam banyak riwayat Syiah, Muhammad Saw disebut sebagai al-Siraj al-Munir — pelita yang bercahaya. Alam semesta diciptakan karena dirinya, dan dirinya diciptakan sebagai rahmat bagi semesta. Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah berkata:

“Allah mengutus Muhammad untuk menunaikan janji-Nya, menyempurnakan risalah para nabi sebelumnya, dan menyinari bumi setelah gelap-gelita kesesatan.”

Kelahiran beliau menandai dimulainya era baru: era hancurnya berhala, runtuhnya tirani, dan tegaknya tauhid di jazirah Arab yang sebelumnya tenggelam dalam jahiliyah.


Perayaan Maulid: Menghidupkan Spiritualitas

Bagi Syiah, memperingati Maulid Nabi bukan sekadar mengenang hari lahir, melainkan menghidupkan kembali semangat kerasulan dalam kehidupan sehari-hari.

Imam Ja’far Shadiq as berkata: “Barangsiapa bergembira atas kelahiran Nabi, kelak di hari kiamat ia akan bergembira di surga.” (Bihar al-Anwar, jilid 16)

Karena itu, Maulid diperingati dengan doa, zikir, pembacaan sirah, dan refleksi moral. Semua ini bukan bid’ah, tetapi ekspresi cinta kepada Rasul yang disebut Al-Qur’an sebagai rahmat bagi seluruh alam.


Cahaya yang Tak Pernah Padam

Lebih dari empat belas abad telah berlalu sejak malam agung itu. Namun cahaya Muhammad Saw tak pernah padam. Ia hidup dalam salawat yang kita panjatkan, dalam akhlak yang kita teladani, dan dalam doa yang mengiringi setiap langkah kaum beriman.

Kelahiran Nabi adalah undangan bagi hati manusia agar menyambut cahaya yang sama: cahaya tauhid, kasih sayang, dan keadilan. Sebab beliau lahir bukan sekadar untuk dikenang, tetapi untuk diikuti sebagai teladan hidup yang abadi.


*Disarikan dari buku Idola Semesta Alam – Syeikh Muzaffer Ozak AI-Jerrahi

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT