Dalam pandangan Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Revolusi Islam, menjalin hubungan normal atau “normalisasi” dengan rezim Zionis merupakan langkah yang keliru secara moral, politik, dan strategis. Dari berbagai pidato dan tulisan beliau di situs khamenei.ir, terdapat beberapa argumen utama yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Normalisasi adalah pengkhianatan terhadap bangsa Palestina dan kaum Muslimin
Imam Khamenei melihat normalisasi sebagai tindakan yang melukai martabat bangsa Palestina dan mengabaikan penderitaan mereka. Dalam sebuah pidato, beliau menyebut bahwa beberapa negara “menghina hak-hak bangsa Palestina” ketika mereka normalisasi hubungan demi kepentingan tampilan luar atau motif-motif tersembunyi. (Khamenei.ir)
Beliau juga menegaskan bahwa normalisasi adalah langkah “licik dan tercela” yang lahir dari ketidaksepahaman dalam dunia Islam dan sebagai bentuk kompromi terhadap kezaliman Zionis. (Khamenei.ir)
2. Normalisasi adalah “pertaruhan pada kuda yang lemah” — kekalahan sudah pasti
Dalam salah satu pertemuan resmi dengan pejabat negara dan diplomat Islam, Imam Khamenei menyebut:
“Normalisasi hubungan dengan rezim Zionis sama halnya seperti sebuah pertaruhan pada kuda yang lemah, yang pasti akan mengalami kekalahan.” (Leader.ir)
Menurut beliau, rezim Zionis saat ini berada dalam kondisi “sekarat”, sementara gerakan Palestina dan kekuatan perlawanan justru semakin hidup dan siap. Mereka yang memilih normalisasi mempertaruhkan masa depan mereka kepada kekuatan yang mendekati kehancuran.
3. Normalisasi memperkuat posisi Zionis dan melemahkan umat Islam
Imam Khamenei menolak gagasan bahwa rezim Zionis bisa dijadikan mitra stabil atau jaminan keamanan. Dalam karya beliau “The Most Important Problem of the Islamic World”, beliau menegaskan bahwa normalisasi adalah salah satu bagian dari plot yang dijalankan oleh Amerika Serikat dan Zionis untuk melemahkan solidaritas Islam dan membungkus kezaliman mereka di balik retorika “damai.” (Khamenei.ir)
Beliau menyebut bahwa rezim Zionis “berasal dari paksaan, kekerasan, dan penjajahan” dan bahwa pihak yang normalisasi rela “terserap dalam eksploitasi oleh rezim Zionis” demi keuntungan politik atau ekonomis. (Leader.ir)
4. Normalisasi melemahkan posisi moral dan simbolik dari perlawanan
Bagi Imam Khamenei, perjuangan Palestina bukan sekadar perselisihan politik, melainkan sebuah misi keagamaan dan kemanusiaan. Maka, memilih berdamai atau berkolaborasi dengan rezim penjajah Zionis adalah melemahkan gagasan perlawanan itu sendiri.
Beliau juga mengaitkan normalisasi sebagai bentuk “penolakan terhadap tanggung jawab islamiyah” dan sebagai kompromi terhadap sejarah perjuangan umat Islam melawan penjajahan Zionis. (Khamenei.ir)
5. Normalisasi berlawanan dengan prinsip kekuatan dan kemandirian nasional
Imam Khamenei selalu menekankan bahwa kekuatan – baik militer, ilmiah, maupun moral – adalah syarat utama agar bangsa Islam tidak tunduk di bawah tekanan asing. Masuk dalam kesepakatan normalisasi dianggap sebagai bentuk ketergantungan, yang mengikis kedaulatan dan menjadikan negara-negara Islam rentan terhadap tuntutan lebih lanjut.
Dalam pernyataannya, beliau menegaskan bahwa negara-negara Islam tidak boleh “tersenyum” kepada Zionis demi Amerika Serikat — tindakan tersebut adalah bentuk penghinaan terhadap umat dan identitas Islam. (Khamenei.ir)
Implikasi untuk Dunia Islam
Berdasarkan pemikiran Imam Khamenei, normalisasi dengan Zionis bukanlah sekadar kebijakan diplomatik yang bisa diperdebatkan, melainkan dilema moral dan strategis yang menuntut respons tegas dari umat Islam. Beberapa implikasi yang dapat ditarik:
- Penolakan moral: Umat Islam, harus menolak normalisasi atas dasar solidaritas dengan Palestina dan ingatan sejarah kezaliman Zionis.
- Penguatan narasi perlawanan: Normalisasi seakan memberi ruang terhadap propaganda Zionis bahwa mereka bisa diterima di dunia Islam. Menolak normalisasi berarti mempertahankan narasi bahwa resistensi tetap sah dan mulia.
- Kemandirian politik dan diplomasi: Negara-negara Islam perlu menjaga kemandirian dalam menentukan kebijakan luar negeri, tanpa terikat kepada tekanan Barat yang sering mengiringi agenda normalisasi.
- Solidaritas antarmazhab: Dalam pidato-pidatonya, Imam Khamenei juga menekankan bahwa normalisasi adalah salah satu efek dari lemahnya persatuan umat Islam. Oleh karena itu, penolakan ini bisa menjadi titik penguat persatuan antara Syiah dan Sunni dalam menghadapi agenda Zionis dan imperialisme.