Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Islam Menyebar dari Madinah: Kisah Kemenangan, Perdamaian, dan Diplomasi Rasulullah SAW

Setelah bertahun-tahun menghadapi tekanan kaum Quraisy yang berupaya menghancurkan Islam, Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin berhasil menciptakan masyarakat yang aman di Madinah. Dalam kondisi ini, Nabi SAW menghadapi kesulitan menyampaikan risalah universal Islam secara terbuka, karena kekhawatiran terus-menerus terhadap ancaman dari Quraisy. Namun, tercapainya perjanjian damai antara kaum Muslimin dan Quraisy menciptakan peluang emas bagi Rasulullah SAW untuk menyebarkan dakwah lebih luas. Dengan bebas dari ancaman kaum Quraisy, Rasulullah SAW mulai mengirimkan utusan kepada para pemimpin dan penguasa besar di sekitar Jazirah Arab, mengundang mereka untuk menerima Islam dengan menjelaskan ajaran-ajaran Ilahi.

Utusan-utusan ini membawa pesan kedamaian dan persaudaraan, mengarungi wilayah-wilayah asing dengan semangat menyebarkan ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.

Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabatnya dan berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah mengutusku dengan membawa rahmat bagi semua. Jangan kalian berselisih denganku sebagaimana kaum Hawariyyin berselisih dengan Isa bin Maryam.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana kaum Hawariyyin berselisih, ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Isa mengajak mereka pada hal yang aku ajak kalian kepadanya. Mereka yang diutus ke tempat dekat menerima dengan senang, tetapi yang diutus ke tempat jauh enggan dan berat hati.”

Perkataan Rasulullah SAW ini adalah pesan bagi para sahabat untuk tetap teguh dalam dakwah, terlepas dari kesulitan yang mungkin mereka hadapi.

Perang Khaibar

Selepas perjanjian Hudaibiyah, Nabi SAW melihat adanya ancaman yang masih mengintai di sekitar Madinah. Salah satunya adalah benteng Yahudi di Khaibar, yang dikenal sebagai kekuatan besar terakhir yang berpotensi mengancam keamanan umat Islam. Kaum Yahudi di Khaibar sering berkhianat dan memiliki aliansi dengan kelompok yang menentang Islam. Nabi SAW memahami bahwa selagi benteng ini masih berdiri, Madinah tidak akan pernah benar-benar aman.

Dengan penuh persiapan, Rasulullah SAW mengumpulkan sekitar 1.600 pasukan. Beliau mengingatkan kepada para pasukannya bahwa tujuan mereka adalah untuk berjihad dan mempertahankan keamanan umat, bukan untuk mencari rampasan perang. Nabi SAW juga memastikan agar kaum Yahudi tidak mendapat dukungan dari sekutu-sekutu mereka dengan menerapkan strategi cerdas, mencegah eskalasi konflik yang lebih luas.

Perlawanan di Khaibar tidak mudah; kaum Yahudi bertahan di benteng-benteng mereka, sehingga pertempuran berlangsung lama. Di tengah kesulitan, ketika kaum Muslimin mulai merasa letih, Rasulullah SAW mengeluarkan pernyataan yang membangkitkan semangat mereka: “Besok, aku akan menyerahkan panji ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dia pantang mundur hingga Allah memberikan kemenangan.”

Esoknya, panji ini diberikan kepada Ali bin Abi Thalib as, yang dikenal karena keteguhan dan keberaniannya. Dengan semangat yang besar, Ali berhasil memimpin kaum Muslimin menuju kemenangan. Kemenangan di Khaibar menandai akhir dari kekuatan besar kaum Yahudi yang mengancam Madinah.

Usaha Pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW

Setelah penaklukan Khaibar, beberapa individu yang menyimpan kebencian pada Islam mencoba mengakhiri kehidupan Nabi Muhammad SAW. Zainab binti Harits, istri dari seorang tokoh Yahudi, merencanakan pembunuhan ini. Ia menghidangkan daging kambing panggang yang telah dicampur racun, terutama pada bagian kaki kambing karena ia tahu bahwa Nabi SAW menyukai bagian tersebut. Namun, saat Nabi SAW mencicipinya, beliau segera merasakan kejanggalan dan memuntahkannya. Sayangnya, salah satu sahabat, Bisyir bin Barra bin Ma’rur, meninggal karena telah memakan daging yang beracun itu.

Zainab mengakui perbuatannya, mengaku bahwa ia ingin menguji kebenaran kenabian Rasulullah SAW. Meskipun Nabi SAW mengetahui niat jahatnya, beliau memilih untuk memaafkannya sebagai bentuk kebaikan hati. Insiden ini mengingatkan umat Islam akan bahaya yang mungkin selalu mengintai, dan pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi musuh yang mungkin ada di sekeliling mereka.

Tunduknya Penduduk Fadak dan Perdamaian yang Dicapai

Kemenangan di Khaibar memiliki dampak besar terhadap wilayah-wilayah lain di sekitar Madinah. Penduduk Fadak, yang merasa gentar terhadap kekuatan pasukan Muslim, memilih untuk berdamai dengan Rasulullah SAW. Mereka bersedia menyerahkan setengah hasil tanah mereka sebagai bagian dari perjanjian damai dan hidup di bawah pemerintahan Islam. Rasulullah SAW menerima tawaran ini dengan tangan terbuka, dan tanah Fadak kemudian menjadi milik pribadi Rasulullah SAW, yang beliau serahkan kepada putri kesayangannya, Fatimah Zahra sa.

Penaklukan Khaibar dan perjanjian damai dengan Fadak menunjukkan kekuatan Islam yang tak lagi diabaikan. Wilayah-wilayah ini kini hidup dalam naungan hukum Islam, bebas dari ancaman pengkhianatan.

Selepas kemenangan di Khaibar, Ja’far bin Abi Thalib kembali dari Habasyah setelah menghabiskan bertahun-tahun di pengasingan untuk menghindari tekanan Quraisy. Kehadirannya disambut penuh suka cita oleh Nabi SAW, yang berkata, “Apa yang lebih menggembirakanku: penaklukan Khaibar atau kedatangan Ja’far?” Kedatangan Ja’far menambah semangat persatuan di kalangan umat Islam yang telah banyak berjuang dalam mempertahankan keyakinan mereka.

Perjalanan Dakwah dan Kedamaian Islam di Tengah Kemenangan

Setelah penaklukan Khaibar, risalah Islam semakin mantap, dan dakwah mulai tersebar lebih luas. Rasulullah SAW terus mengirimkan utusan ke berbagai wilayah, menyerukan pesan damai dan rahmat yang dibawa oleh Islam. Dengan keteguhan, kebijaksanaan, dan kemauan untuk berdamai, Islam tumbuh menjadi kekuatan yang disegani.

Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Madinah menjadi teladan tentang kepemimpinan yang sabar, penuh kebijaksanaan, dan selalu mengutamakan kemanusiaan. Dengan kemenangan-kemenangan ini, Islam mulai diakui bukan hanya sebagai agama, tetapi juga sebagai sistem hidup yang membawa keadilan, rahmat, dan perdamaian bagi seluruh umat manusia.

*Dielaburasi dari buku Biografi Rasulullah SAW Sang Adi Insan – Tim Al-Huda

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT