Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Jalan Menuju Kebahagiaan (Sabil al-Sa’adah)

Setiap manusia, tanpa terkecuali, mencari kebahagiaan. Ada yang mencarinya dalam harta, kekuasaan, cinta, atau pengakuan sosial. Di tengah hiruk pikuk dunia, kata “bahagia” menjadi begitu akrab di telinga, namun begitu jauh dari kenyataan. Sebagian telah mencapainya dalam bentuk kesuksesan duniawi, namun jiwanya tetap kosong. Sebagian lain mengejarnya seumur hidup tanpa pernah benar-benar memahami: apa itu kebahagiaan, dan ke mana jalannya?

Ayatullah Muhammad Taqi Misbah Yazdi, seorang ulama dan filsuf besar Syiah abad ini, dalam nasihatnya yang mengakar dalam spiritualitas dan filsafat Islam, menawarkan pandangan yang mendalam dan menyentuh mengenai hakikat kebahagiaan dan jalan mencapainya. Dalam bukunya 22 Nasihat Abadi Penghalus Budi, beliau mengangkat tema ini dalam bagian yang berjudul Sabil al-Sa’adah, jalan menuju kebahagiaan. Sebuah pembahasan yang menyingkap hakikat kebahagiaan sejati—bukan yang semu, bukan yang fana.

Kebahagiaan Bukan Sekadar Rasa Senang

Kebanyakan orang mengira bahwa kebahagiaan identik dengan perasaan senang, kenyamanan, dan bebas dari penderitaan. Pandangan ini, meskipun umum, terlalu dangkal. Rasa senang bisa muncul dari hal-hal yang remeh dan sesaat: makanan enak, hiburan, kekayaan. Namun, semua itu tidak mampu menumbuhkan ketenangan batin yang mendalam. Seringkali, kenikmatan dunia justru menjadi jerat yang menjauhkan manusia dari hakikat kebahagiaan itu sendiri.

Ayatullah Misbah Yazdi menegaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang abadi, bukan sementara. Ia lahir dari hubungan yang benar antara manusia dan Tuhannya. Kebahagiaan bukan soal perasaan, tapi tentang kondisi eksistensial manusia—tentang keterhubungan dengan tujuan hakiki kehidupan.

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk menyempurna. Setiap jiwa memiliki potensi untuk mendaki tangga kesempurnaan, hingga mencapai kedekatan dengan Allah SWT.. Maka, kebahagiaan sejati bukan hasil dari mengumpulkan kenikmatan duniawi, melainkan hasil dari proses menjadi pribadi yang lebih dekat dengan-Nya, lebih mengenal-Nya, dan lebih tunduk pada kehendak-Nya.

Tiga Pilar Sabil al-Sa’adah

Dalam penjelasannya, Ayatullah Misbah Yazdi menggarisbawahi tiga pilar penting dalam meniti jalan kebahagiaan:

  1. Ma’rifat (Pengetahuan)
    Jalan kebahagiaan dimulai dengan mengetahui tujuan penciptaan. Tanpa pengetahuan tentang asal-usul dan tujuan akhir, manusia hanya akan tersesat dalam pusaran keinginan dan ambisi. Ma’rifat kepada Allah, kepada diri, kepada akhirat—semua itu merupakan bekal utama yang akan menuntun manusia menuju kebahagiaan sejati.
  2. Amal Saleh (Tindakan Benar)
    Pengetahuan tanpa amal adalah beban. Amal adalah buah dari ilmu, dan amal yang benar adalah yang sejalan dengan wahyu. Kebahagiaan bukan hanya tentang mengetahui jalan, tapi melangkah di atasnya. Menjalankan kewajiban, menjauhi larangan, dan berjuang melawan hawa nafsu merupakan wujud konkret dari perjalanan menuju sa’adah.
  3. Kesabaran dan Keistiqamahan
    Jalan ini bukanlah jalan yang mulus. Banyak godaan, rintangan, bahkan penderitaan. Namun, siapa yang sabar, akan memetik manisnya akhirat. Ayatullah Misbah Yazdi menyebut bahwa kesabaran adalah jembatan emas yang menghubungkan manusia dengan kebahagiaan sejati. Bukan sabar pasif, tapi sabar aktif—yaitu keteguhan dalam menempuh jalan kebenaran, meski bertentangan dengan arus dunia.

Kesalahan Fatal: Mengira Dunia sebagai Tujuan

Salah satu poin penting yang digarisbawahi beliau adalah bahaya besar dari menyamakan kebahagiaan dengan dunia. Dunia, dalam kacamata beliau, adalah sarana, bukan tujuan. Dunia adalah tempat ujian, bukan tempat tinggal abadi. Banyak orang menderita karena menaruh harapan besar kepada sesuatu yang hakikatnya lemah dan fana. Ketika harapan itu tak tercapai, datanglah frustrasi. Ketika tercapai, datanglah kekosongan. Maka, dunia menjadi jerat dua sisi.

Sebaliknya, orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuan akan melihat dunia dengan jernih: sebagai ladang amal. Ia tidak akan tergila-gila pada dunia, tapi juga tidak melarikan diri darinya. Ia hidup di dunia, namun hatinya tertambat kepada Allah. Dan justru inilah puncak kebahagiaan: ketika dunia tidak lagi menguasai kita, tetapi kita menguasainya demi Allah.

Peran Akal dan Wahyu

Kebahagiaan, dalam pandangan Ayatullah Misbah Yazdi, tidak dapat dicapai dengan akal semata, apalagi dengan hawa nafsu. Akal adalah anugerah besar, namun tetap terbatas. Wahyu adalah penerang yang menuntun akal. Maka, untuk menemukan jalan kebahagiaan, manusia perlu tunduk kepada petunjuk ilahi—kepada syariat, kepada para hujjah Allah, para imam Ahlul bait a.s. yang menjadi peta hidup umat.

Dalam salah satu bagian nasihatnya, beliau mengingatkan bahwa manusia modern telah tertipu dengan rasionalisme dan materialisme. Mereka mengira bahwa dengan teknologi dan ilmu pengetahuan, mereka bisa menggapai kebahagiaan. Namun kenyataannya, krisis spiritual justru semakin merajalela. Dunia maju, namun jiwa manusia kering. Karena itu, beliau mengajak kita kembali kepada sumber kebahagiaan yang sejati: Allah, Rasul-Nya, dan keluarga suci Rasul.

Amar Makruf dan Nahi Mungkar: Jalan Sosial Menuju Sa’adah

Tidak hanya personal, kebahagiaan juga bersifat sosial. Seorang mukmin sejati tidak cukup hanya menyelamatkan dirinya. Ia harus berkontribusi dalam menyelamatkan masyarakat dari kesesatan. Ayatullah Misbah Yazdi menekankan pentingnya amar makruf dan nahi mungkar sebagai bagian dari jalan kebahagiaan. Masyarakat yang tidak saling mengingatkan akan mudah tergelincir ke jurang kehancuran spiritual.

Melalui tugas ini, setiap individu ikut membangun lingkungan yang sehat secara moral. Dan ketika lingkungan itu terbentuk, maka lebih mudah bagi individu untuk tumbuh dalam keimanan. Maka, menegakkan kebenaran, walau sulit dan penuh tantangan, adalah bagian dari jalan kebahagiaan.

Menjadi Pengembara Ilahi

Kita semua adalah musafir. Dunia ini bukan rumah, tapi persinggahan. Yang beruntung adalah mereka yang sadar sejak dini, dan mempersiapkan bekalnya. Jalan kebahagiaan yang ditunjukkan oleh Ayatullah Misbah Yazdi bukanlah jalan yang baru, tapi sering dilupakan. Ia adalah jalan yang dilalui oleh para nabi, para imam, dan para arif yang telah menaklukkan dirinya demi Tuhan.

Jika kita ingin bahagia, bukan sesaat tapi selamanya, maka bersihkan hati dari cinta dunia, isi akal kita dengan cahaya wahyu, dan gerakkan langkah kita menuju ridha Ilahi. Karena kebahagiaan sejati bukan ditemukan di luar, tapi dibangun dari dalam—oleh jiwa yang tenang, hati yang tunduk, dan akal yang berserah. Inilah jalan menuju kebahagiaan. Inilah sabil al-sa’adah.

Disarikan dari “22 Nasihat Abadi Penghalus Budi” karya IAyatullah Muhammad Taqi Misbah Yazdi,.

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT