Suatu hari Rasulullah saw. sedang duduk di Masjidil Haram, di samping Baitullah Ka’bah. Beliau saw. sibuk bermunajat dan berdoa kepada Allah swt. Tiba-tiba sekelompok pembesar kota (Makkah) datang dan mengucapkan salam. Nabi saw. menjawab salam mereka dengan wajah berseri-seri.
Mereka berkata, “Wahai Rasul yang mulia, kebanggaan alam semesta! Kami ingin menyampaikan kepada Anda bahwa salah seorang puteri tokoh Makkah akan menikah dengan putera tokoh lain dan keduanya termasuk keluarga terpandang Arab. Kami mengadakan perayaan pernikahan. Kami mengundang puteri tercinta Anda, Fatimah untuk hadir di pesta ini. Mohon izinkan dia untuk datang ke pesta pernikahan, memberkati acaranya dan menerangi gubuk kami.”
“Tunggulah, aku akan pergi ke rumah Fatimah dan memberitahukan undangan ini. Bila ia bersedia untuk datang, aku akan kabarkan kepada kalian,” jawab Nabi saw.
Kemudian Nabi saw. menuju ke rumah Fatimah a.s. Ketika tiba di rumah sang puteri, beliau mengucapkan salam dan masuk ke dalam. Lalu beliau saw. memberitahukan undangan acara pernikahan yang disampaikan oleh pembesar-pembesar Arab dan menanyakan apakah ia bersedia menghadiri acara pernikahan tersebut atau tidak.
Fatimah Zahra a.s. tampak berfikir sejenak, lalu berkata, “Jiwaku menjadi taruhanmu, wahai kekasih Allah, pemberi syafaat seluruh umat! Bila dipikir-pikir, maksud mereka mengundangku menghadiri acara pernikahan hanya untuk mengolok-olokku. Wanita-wanita dan puteri-puteri para pembesar Arab akan datang ke pesta tersebut. Semuanya mengenakan pakaian mewah dan mahal dari emas, sutera, dan permata dengan berhias diri. Mereka dengan segala kebesaran dan keagungan akan mengerumuni mempelai wanita.”
Lalu Fatimah a.s. melanjutkan, “Sementara itu, aku tidak memiliki pakaian yang bisa aku kenakakan untuk acara pernikahan selain baju lama ini dan tidak punya sepatu yang dapat aku pakai selain sepatu usang ini. Bila dengan kondisi pakaian demikian ini aku ke sana, mereka pasti akan mengejek dan menghinaku.”
Ketika Nabi saw. mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Fatimah a.s., beliau bersedih dan meneteskan air mata. Pasa saat itulah, Jibril diutus Allah untuk datang dan berkata, “Allah swt. menyampaikan salam-Nya kepada Anda dan Fatimah. Dia berfirman, “Katakan kepada Fatimah untuk memakai pakaian yang dimiliki dan berangkat ke acara tersebut karena Kami akan menunjukkan hikmahnya.””
Rasulullah saw. menyampaikan pesan Allah swt. kepada puterinya.
“Aku akan melakukan apa yang telah disampaikan oleh Allah dan mentaatinya sepenuh hati,” ujar Fatimah a.s.
Fatimah a.s. bersujud syukur dan segera bangkit, lalu mengenakan pakaian usangnya yang juga kelihatan tambalannya. Beliau berpamitan untuk pergi ke acara itu.
Pada saat itulah, malaikat di tujuh langit menjerit, mengadukan kondisi Fatimah a.s. ke hadapan Ilahi, “Ya Allah, ya Tuhan kami! Puteri Nabi akhir zaman yang Engkau cintai dan Engkau pilih sebagai penghulu wanita semesta alam, jangan Engkau permalukan dan jangan sampai hatinya tersakiti karena kami tidak tahan menyaksikan kesedihannya.”
Lalu Allah swt. memerintahkan Jibril supaya mengambil pakaian surgawi bersama 1000 bidadari, membawa turun ke bumi untuk Fatimah dan mengiringinya ke acara pernikahan dengan keagungan dan kemuliaan.
Jibril bersama 1000 bidadari datang membawa pakaian sutera lembut dari surga. Lalu Fatimah a.s. memakainya. Dengan keagungan dan kemuliaan, Fatimah a.s. berangkat menuju acara pernikahan. Bidadari-bidadari yang berjalan di belakang beliau a.s. mengusapkan tanah yang dipijaki Fatimah ke mata mereka untuk bertabaruk. Sebagian yang lain menaburkan wewangian surgawi kepada beliau dan yang lainnya melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kebanggaan.
Menyaksikan seluruh kemuliaan dan keagungan, pakaian dan wewangian surgawi ini, Fatimah merasa senang dan segera bersujud mensyukurinya sambil tiada henti memuji Zat Yang Maha Agung.
Saat iring-iringan mendekati tempat acara, cahaya suci mereka memancar. Semua orang yang ada di sana tercengang memandang wajah penuh cahaya dan pakaian Zahra. Tanpa sadar, mereka berlari menyambut penghulu wanita alam semesta ini dan meninggalkan pengantin begitu saja. Sebagian wanita yang ada di sana bahkan mencium kaki dan tangan Fatimah a.s. dan mempersilahkan memasuki tempat acara dengan penuh penghormatan dan keagungan.
Meskipun wanita-wanita terpandang dan bangsawan yang hadir di sana memakai pakaian-pakaian mewah dan mahal, namun saat melihat pakaian Fatimah a.s., mereka seolah iri untuk memilikinya, tidak terkecuali sang pengantin. Mempelai wanita itu tidak tahan menyaksikan kejadian yang terjadi hingga terjatuh dari kursi pengantin dan tidak sadarkan diri.
Mereka langsung mengerumuninya dan menemukan bahwa sang pengantin telah meninggal dunia. Mereka spontan menjerit keras sehingga semua orang di sana mengetahui bahwa pengantin perempuan telah menghembuskan nafas terakhirnya karena rasa sakit hati. Acara pesta pernikahan mendadak berubah menjadi acara duka kematian.
Menyaksikan kejadian itu, Fatimah a.s. sangat terpukul dan bersedih. Beliau langsung berdiri dan berwudhu. Di hadapan wanita-wanita Arab, Fatimah a.s. melakukan shalat hajat dua rakaat. Saat sujud, beliau berdoa:
“Ya Allah, Tuhan yang Maha Menyayangi hamba-hamba-Nya! Demi kemuliaan dan keagungan-Mu yang abadi, demi kemuliaan ayahku, Rasulullah, demi kedudukan suamiku, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan demi seluruh ketaatan dan ibadah hamba-hamba-Mu yang mukhlas! Aku mohon supaya Engkau menghidupkan kembali pengantin wanita ini dan selamatkanlah aku dari cacian dan rasa malu!”
Ketika Fatimah a.s. masih bersujud dan lisan sucinya masih memanjatkan munajat, tiba-tiba jasad pengantin tanpa nyawa itu bergerak-gerak dan bahkan bersin-bersin. Dengan kehendak Allah, ia bangkit dan berlutut di hadapan Fatimah Zahra a.s. dan berkata:
“Salam bagimu, wahai puteri Utusan Allah! Salam bagimu, wahai isteri Waliyullah Amirul Mukminin! Aku bersaksi bahwa Allah Maha Esa, tiada sekutu dan yang menyamainya. Aku bersaksi bahwa ayahmu, Muhammad bin Abdillah adalah Rasul dan Utusan-Nya. Engkau, suamimu dan keturunanmu berada di atas kebenaran. Yang memilih jalan kekafiran, kesyirikan, dan penyembahan berhala, berada di atas kebatilan. Melalui tanganmu yang penuh berkah, aku menerima agama Islam.”
Ketika pesta berakhir, Fatimah a.s. kembali ke rumah dan menceritakan semuanya kepada sang ayah. Setelah mendengar dari lisan Fatimah a.s., Nabi saw. bersujud syukur, memuji Allah swt. Lalu beliau mendekap sang puteri dan berkata, “Wahai cahaya mataku! Aku selalu memohonkan kepada Allah swt. untukmu ribuan hal yang lebih baik dan berlimpah dari apa yang telah engkau sampaikan.”
Diriwayatkan bahwa 700 orang lelaki dan perempuan dari keluarga mempelai wanita dan pria pada hari itu menerima Islam dan meninggalkan kesyirikan dan kekafiran.
Peristiwa dan mukjizat Fatimah Zahra a.s. ini tersebar ke kota-kota lain dan banyak yang memeluk agama Islam karenanya.