Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Menumbuhkan Sikap Optimis dan Husnudzon: Pelajaran Abadi dari Nasihat Imam Ali as

Islam mengajarkan pentingnya optimisme dan kepercayaan diri sebagai fondasi dalam kehidupan, baik secara individu maupun bermasyarakat. Ajaran ini dimulai dengan menanamkan keyakinan yang kuat dalam hati orang-orang beriman, membimbing mereka menuju ketenteraman batin dan kestabilan hidup. Dalam Al-Quran, Rasulullah Saw disebutkan memiliki keyakinan yang sangat kuat, bahkan sampai memancing kecaman dari orang-orang munafik yang memandangnya sebagai berlebihan. Namun, keyakinan ini justru menjadi teladan bagi umat Islam, yang diharapkan untuk menguatkan hati mereka dalam menghadapi tantangan.

Dalam perspektif Islam, seseorang harus senantiasa memiliki prasangka baik terhadap sesama. Kepercayaan menjadi salah satu fondasi dalam hubungan antar umat Muslim, yang mencakup keharusan untuk tidak langsung berprasangka buruk atau menilai seseorang bersalah tanpa bukti yang jelas. Prinsip ini ditekankan oleh Amirul Mukminin Ali as yang berkata, “Berprasangka baiklah terhadap saudara-saudaramu, kecuali jika ada sesuatu yang membuatmu memutuskan sebaliknya; dan janganlah mengeluarkan suatu kata yang buruk tentangnya bila masih ada kemungkinan yang baik padanya.”* (Jami’ As-Sa’adat, jilid 2/28)

Imam Ali as memperingatkan kita agar tidak mudah merusak hubungan dengan pikiran negatif yang belum terbukti, karena setiap orang layak mendapatkan kebaikan dalam pandangan orang lain.

Jika masyarakat dibangun di atas dasar saling percaya, hubungan antar individu akan lebih harmonis dan penuh kasih sayang. Inilah yang akan mendorong terciptanya kehidupan yang lebih damai dan harmonis, di mana tidak ada ruang untuk kecurigaan berlebihan atau penilaian buruk tanpa alasan yang sah. Para Imam as berulang kali menekankan pentingnya membangun kepercayaan melalui berbagai cara. Imam Ali a.s. menyatakan, “Barang siapa yang percaya kepada orang lain, ia akan memperoleh cinta dari mereka.” (Ghurar Al-Hikam).

Dalam kata-kata yang sederhana ini, Imam Ali as mengajarkan bahwa kepercayaan dapat menjadi jembatan untuk menciptakan hubungan yang penuh kasih sayang.

Pandangan ini juga didukung oleh psikolog modern. Dr. Mardin, seorang psikolog terkemuka, berpendapat bahwa dalam membina persahabatan, seseorang harus fokus pada hal-hal positif dalam diri orang lain. Ia menekankan bahwa sikap menghargai perilaku baik orang lain akan membawa kepuasan dalam hubungan tersebut. “Jika Anda mampu memusatkan perhatian pada sisi positif seseorang, Anda akan menemukan bahwa setiap orang memberikan sisi terbaik mereka, menciptakan hubungan yang harmonis.” (Piruzi Fikr).

Menurut Dr. Mardin, sikap optimis dan percaya tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga bisa mempengaruhi perilaku orang-orang di sekitar kita, bahkan mereka yang sebelumnya berada di jalan yang salah.

Selain itu, optimisme dan kepercayaan diri juga mampu mengubah cara pandang seseorang terhadap kesulitan hidup. Imam Ali as mengatakan, “Sifat percaya menolong orang yang tenggelam dalam dosa.” Kepercayaan yang diberikan kepada seseorang dapat menjadi dorongan kuat baginya untuk bangkit dari kesalahan dan memulai kembali hidupnya dengan cara yang lebih baik.

Contoh konkret dari kepercayaan ini dapat dilihat dalam konsep restoran The Honorable Deal yang dibahas oleh Dr. Dale Carnegie. Dalam restoran ini, pelanggan tidak diberikan tagihan; mereka hanya perlu menghitung sendiri biaya makanan mereka dan membayar ke kasir. Carnegie pernah bertanya kepada manajer restoran apakah ada pengawas rahasia, tetapi manajer tersebut menjawab, “Kami tidak mengawasi pelanggan kami, kami percaya kepada mereka. Dengan kepercayaan ini, bisnis kami justru berkembang.” Kepercayaan ini menciptakan lingkungan di mana pelanggan merasa dihormati, sehingga mereka lebih termotivasi untuk berperilaku jujur.

Mr. Louis, seorang psikolog lainnya, menyarankan pendekatan serupa dalam menghadapi orang yang memiliki perilaku buruk. Ia mengatakan, “Jika Anda memperlakukan seseorang yang tidak stabil atau kurang baik dengan penuh penghargaan, Anda akan melihat bahwa ia berusaha menjaga kepercayaan yang Anda berikan.”

Menurut Mr. Louis, manusia secara alami akan merespons positif terhadap kepercayaan yang diberikan kepada mereka, dan ini mendorong mereka untuk menjaga reputasi dan kepercayaan tersebut. Maka, ketika seseorang diperlakukan dengan penuh penghargaan, ia akan terdorong untuk membuktikan bahwa dirinya pantas dipercaya.

Dalam hubungan keluarga, prinsip ini juga sangat penting. Dr. Gilbert Roben menyarankan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak yang mungkin memiliki perilaku kurang baik, seolah-olah mereka tidak pernah melakukan kesalahan. Dengan memberikan tugas dan tanggung jawab baru kepada mereka, anak-anak akan merasa dihargai dan lebih terdorong untuk memperbaiki diri. Roben mengatakan, “Berikan tugas penting kepada mereka seolah-olah mereka telah memenuhi syarat. Hal ini akan membantu mereka merasa lebih baik dan memperbaiki tingkah laku mereka.” Anak-anak yang diberikan kepercayaan ini akan lebih mudah mengembangkan sikap tanggung jawab dan rasa percaya diri.

Imam Ali as mengatakan: “Kepercayaan adalah suatu kesenangan bagi hati dan keamanan dalam iman.” (Ghurar Al-Hikam, Hal. 376).

Dengan memberikan kepercayaan, anak-anak akan merasa dihargai, yang pada gilirannya akan mendorong mereka untuk berperilaku lebih baik.

Lebih jauh lagi, kepercayaan dapat membebaskan seseorang dari tekanan hidup. Imam Ali as menyatakan, “Kepercayaan mengurangi depresi.”

Hal ini juga diamini oleh Dr. Mardin, yang berpendapat bahwa optimisme dan kepercayaan adalah elemen yang mampu membuat hidup lebih indah. “Optimisme dapat mengurangi penderitaan dan membuka jalan menuju kesuksesan.” (Piruzi Fikr). Ia menambahkan bahwa menjaga pikiran agar tetap positif sama pentingnya dengan menjaga tubuh dari penyakit, karena pikiran yang optimis akan membantu seseorang menghadapi tantangan dengan lebih baik.

Imam Ali as menasihati agar kita bertindak dengan cara yang tidak menimbulkan kecurigaan dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan prasangka buruk. Ia menekankan bahwa jika seseorang memiliki harapan pada kita, kita harus berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan. “Barangsiapa yang berharap kepada Anda, berarti telah memberi Anda kepercayaan. Oleh karena itu, janganlah mengecewakannya.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 680).

Pemikiran yang positif juga berkaitan dengan akal sehat. Imam Ali as menyatakan bahwa orang yang memiliki prasangka baik terhadap orang lain menunjukkan kekuatan spiritual dan akal yang sehat. “Orang yang menolak prasangka buruk terhadap saudaranya, memiliki akal yang sehat dan hati yang damai.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 678).

Imam Ja’far Ash-Shadiq as menyatakan bahwa salah satu hak seorang Muslim terhadap saudaranya adalah tidak mencurigainya. “Di antara hak seorang Mukmin atas Mukmin lainnya adalah tidak mencurigainya.” (Ushul Al-Kafi, 1/394).

Sebagai penutup, unsur yang paling mendasar dalam membangun optimisme dan kepercayaan adalah iman yang kuat. Seseorang yang beriman kepada Allah akan merasa tenang dan menemukan sumber kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan.

*Disarikan dari buku Psikologi Islam – Sayid Mujtaba Musawi Lari

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT