Pada musim panas 1945, setelah Nazi Jerman kalah dan Perang Dunia II di Eropa berakhir, Jepang —sisa terakhir dari kekuatan Poros— sudah hampir tak berdaya secara militer. Mereka tidak punya banyak pilihan selain menyerah kepada Sekutu. Namun, Amerika Serikat mengambil langkah drastis dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus, yang mengakibatkan lebih dari 220.000 kematian. Tindakan ini lebih terlihat sebagai pamer kekuatan nuklir kepada dunia, khususnya kepada Uni Soviet, daripada upaya murni untuk mengakhiri perang.
Presiden Harry Truman mencoba membenarkan keputusan ini dengan alasan bahwa bom tersebut diperlukan untuk mengakhiri perang lebih cepat dan mengurangi korban sipil. Namun, banyak ahli militer dan penulis Amerika menolak klaim ini, menunjukkan bahwa sebagian besar korban adalah warga sipil dan bukan target militer. Misalnya, dalam buku “Bom Atom Jepang Tidak Diperlukan,” Mark Weber menyebut pernyataan Truman sebagai “omong kosong” karena fakta bahwa Hiroshima dan Nagasaki dipilih karena konsentrasi populasi yang tinggi, bukan karena nilai militernya.
Banyak yang berpendapat bahwa jika tujuannya hanya untuk memamerkan kekuatan senjata baru, bom seharusnya dijatuhkan di pangkalan militer yang terpencil, bukan di kota besar. Bahkan, beberapa tokoh militer penting, seperti Douglas MacArthur dan Jenderal Curtis LeMay, menganggap bahwa bom atom tidak diperlukan untuk mengakhiri perang.
Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Amerika Serikat tidak berhenti di sini. Selama 80 tahun berikutnya, AS terus terlibat dalam perang di seluruh dunia dengan dalih menciptakan perdamaian dan melindungi hak asasi manusia, tetapi justru menyebabkan kematian jutaan warga sipil di negara-negara seperti Korea, Vietnam, Afghanistan, Libya, dan Irak. Semua ini dilakukan atas nama memerangi terorisme, kediktatoran, dan senjata pemusnah massal, serta menegakkan demokrasi.
Pola ini terus berlanjut dengan dukungan terang-terangan Amerika Serikat terhadap apa yang terjadi di Gaza saat ini. AS secara konsisten mendukung rezim Israel, yang bertanggung jawab atas serangan terhadap warga sipil menggunakan senjata mematikan dan bom berat. AS bahkan memveto resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB dan mendukung pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina, dengan dalih bahwa mereka membela hak Israel untuk melindungi diri.
Ironisnya, setelah pembantaian hampir 40.000 orang di Gaza—mayoritas adalah perempuan dan anak-anak—serta penghancuran sebagian besar wilayah tersebut, kelaparan, dan kematian dua juta penduduk Gaza yang tak berdaya, AS masih mengklaim bahwa prinsip-prinsip mereka terkait kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida tidak dilanggar. Pemerintah Israel terus mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk melindungi warga sipil, sementara media Barat terus mengulang-ulang narasi bahwa sebagian besar korban di Gaza adalah pejuang Hamas, untuk membenarkan tindakan brutal Israel.
Kesenjangan antara tindakan dan retorika Amerika Serikat dan organisasi internasional dalam menangani kejahatan ini sudah lama disadari oleh negara-negara di dunia, terutama negara-negara Muslim. Hal ini membuat mereka mengambil langkah untuk menentang tindakan tersebut, baik secara politik maupun ekonomi, serta menantang narasi-narasi media yang menyesatkan.
Imam Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam menggariskan langkah jelas bagi umat Islam: “Tugas kita adalah melawan mereka yang melakukan penindasan besar ini, para pelaku genosida yang dengan tanpa malu melakukan kejahatan dan pembunuhan. Kita terkejut dengan bagaimana mereka berusaha membenarkan pembunuhan anak-anak tak berdosa. Mereka tidak tahu malu dan kurang ajar.
Mereka yang melakukan kejahatan ini adalah psikopat. Namun, mereka bukan satu-satunya yang terlibat. Hari ini, siapa pun yang mendukung Zionis—termasuk pejabat negara-negara arogan seperti Amerika dan Inggris serta organisasi internasional seperti PBB yang mendukung Zionis dengan diam mereka, opini mereka, dan pernyataan yang tidak masuk akal—adalah bagian dari kejahatan ini.
Seluruh dunia Islam, semua pemerintahan Islam, dan semua negara Muslim bertanggung jawab untuk melawan mereka. Mereka harus mengutuk dan mengungkapkan kebencian mereka terhadap Zionis. Mereka harus mengkritik orang-orang yang mendukung posisi ini. Ini adalah tanggung jawab bersama. Setiap orang harus mengisolasi mereka dan jika mungkin, menghadapi mereka melalui sarana ekonomi dan politik. Ini adalah tanggung jawab umat Islam.”
Sejarah Amerika Serikat yang relatif singkat sarat dengan pola penindasan dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mulai dari genosida terhadap penduduk asli Amerika, yang merupakan penghuni asli benua ini dan menjadi korban keserakahan pemukim Eropa, hingga perbudakan dan pembunuhan orang kulit hitam. Ini juga mencakup invasi langsung ke negara-negara merdeka, mendalangi kudeta untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, mendukung rezim tirani yang menguntungkan mereka, dan menindas gerakan rakyat.
Pola ini terus berlanjut dengan dukungan terhadap terorisme negara Israel, termasuk perampasan tanah dan pembunuhan warga Palestina. Dari Hiroshima hingga Gaza, tindakan-tindakan ini dibenarkan dan disahkan oleh propaganda imperialis dengan dalih menciptakan perdamaian, kemanusiaan, hak asasi manusia, dan demokrasi.
Sudah saatnya bagi dunia Muslim dan komunitas global untuk menilai negara-negara seperti Amerika Serikat berdasarkan tindakan nyata mereka, bukan hanya kata-kata mereka, dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi mereka.
Sumber: Khamenei.ir