“Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’: 91)
Kisah Nabi Isa as penuh dengan mukjizat yang menegaskan kebesaran Allah SWT dan menjadi pelajaran berharga bagi umat manusia. Kelahirannya merupakan salah satu peristiwa paling luar biasa dalam sejarah. Tanpa melalui proses biologis yang biasa, Nabi Isa lahir dari rahim Maryam yang suci. Peristiwa ini menjadi bukti kebebasan kehendak Allah yang tidak terikat oleh hukum sebab-akibat. Dia menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, dan tiada sesuatu pun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.
Mukjizat kelahiran Isa as juga mengajarkan tentang ruh, yang merupakan inti kehidupan manusia. Dalam berbagai mukjizat yang menyertainya, Isa as memperlihatkan bahwa kehidupan sejati tidak hanya terletak pada jasad, tetapi pada ruh yang Allah tiupkan. Salah satu mukjizatnya adalah kemampuan Isa as membentuk tanah menjadi burung dan meniupkan ruh ke dalamnya sehingga burung itu hidup. Ini menunjukkan bahwa ruh adalah esensi yang menghidupkan dan menggerakkan makhluk. Mukjizat lain, seperti menghidupkan orang mati atas izin Allah, semakin menegaskan bahwa ruh memiliki kekuatan luar biasa yang melampaui batas fisik. Orang-orang pada masa itu menyaksikan sendiri bahwa kehendak Allah mampu mengembalikan kehidupan meskipun jasad telah hancur.
Nabi Isa as juga memiliki kemampuan mengetahui apa yang disembunyikan oleh kaumnya di rumah mereka. Tanpa melihat atau mendengar, Isa as dapat mengungkap isi hati dan rahasia yang tersembunyi. Hal ini memperlihatkan bahwa ruh manusia memiliki kapasitas yang melampaui panca indra. Semua mukjizat ini adalah tanda kebesaran Allah, mengajarkan kepada umat manusia bahwa aspek spiritual jauh lebih bernilai daripada fisik semata.
Dalam dakwahnya, Isa as menyerukan umatnya untuk menyembah Allah SWT, Tuhan yang Esa. Ia menolak segala bentuk penyembahan selain kepada Allah. Firman Allah dalam Al-Qur’an menegaskan seruan Isa as: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.” (QS. al-Maidah: 116-117).
Seruan ini adalah inti dari misi kenabian yang telah diwariskan sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW, yakni mengajak umat manusia kepada tauhid dan menjauhkan mereka dari syirik. Isa as juga dengan tegas membantah klaim yang menjadikannya sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Ia menyerahkan sepenuhnya segala urusan kepada Allah, satu-satunya yang layak disembah dan diibadahi.
Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Isa as sebagai cahaya dan petunjuk bagi umatnya. Injil hadir untuk membenarkan ajaran Taurat dan menyempurnakan syariat sebelumnya. Isa as mengajarkan agar manusia memahami syariat dengan lebih mendalam, bukan hanya sekadar menjalankan aturan secara lahiriah. Misalnya, larangan membunuh tidak hanya berarti menghindari pembunuhan fisik, tetapi juga mencakup menjauhi tindakan zalim dan menyakiti orang lain. Demikian pula, larangan berzina bukan hanya soal menjaga tindakan, tetapi juga menjaga pandangan dan pikiran dari hal-hal yang mengarah pada dosa. Isa as mengingatkan bahwa syariat yang dibawanya menekankan pada keadilan, kasih sayang, dan niat suci yang harus dimiliki oleh setiap individu.
Di tengah masyarakat yang materialistis, Isa as memberikan kritik tajam terhadap kecenderungan manusia yang terobsesi pada dunia dan harta benda. Ia mengingatkan kaumnya untuk tidak menimbun kekayaan duniawi yang fana, melainkan mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi. Dalam pesannya, Isa as berkata bahwa manusia tidak bisa mengabdi kepada dua tuan, yaitu Allah dan harta. Pilihan untuk menjadikan harta sebagai tujuan hidup hanya akan menjauhkan manusia dari Allah SWT. Isa as juga menekankan pentingnya tawakal kepada Allah, mengingat bahwa Dia telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Bahkan burung di langit dan makhluk kecil lainnya mendapatkan bagian rezeki mereka tanpa perlu mengkhawatirkannya.
Selain mengajarkan ketauhidan dan kritik terhadap materialisme, Isa as juga membawa pesan moral yang sangat mendalam. Beliau mengajarkan prinsip dasar untuk memperlakukan sesama manusia sebagaimana kita ingin diperlakukan. Ini adalah pesan universal yang relevan sepanjang masa. Isa as juga memperingatkan umatnya tentang bahaya kemunafikan, cinta dunia, dan ketamakan. Ia menekankan pentingnya menjaga kemurnian hati, karena dari sanalah seluruh tindakan manusia berasal.
Dakwah Isa as sering kali berbenturan dengan para pemuka agama Yahudi yang menggunakan syariat untuk kepentingan pribadi. Mereka menolak ajaran Isa yang menyeru kepada kemurnian iman dan kebangkitan di akhirat. Mukjizat-mukjizat yang ditunjukkan Isa as menjadi bukti kebenaran risalahnya sekaligus membantah klaim para pemuka agama yang menyimpang dari jalan Allah. Dengan kelembutan dan kebijaksanaannya, Isa as berusaha menyadarkan kaumnya untuk kembali kepada ajaran yang murni dan benar.
Dakwahnya mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta menyerukan umat manusia untuk menjadikan Allah sebagai tujuan utama hidup. Pesannya yang penuh hikmah dan kebenaran tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk selalu kembali kepada Allah dan menjadikan-Nya pusat dari segala tujuan hidup kita.
Awalnya, pemerintahan Romawi tidak terlibat dalam perselisihan internal Yahudi. Namun, para pendeta Yahudi merancang persekongkolan untuk menyingkirkan Nabi Isa as, dengan tujuan membuktikan bahwa beliau menghancurkan syariat Nabi Musa. Saat diuji tentang hukuman rajam terhadap seorang wanita berdosa, Nabi Isa menjawab bijak, “Barang siapa di antara kalian yang tidak memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam wanita itu.” Jawaban ini menyentuh esensi keadilan dan rahmat.
Dalam dakwahnya, Nabi Isa menghadapi tantangan berat, termasuk tuduhan sihir. Namun, beliau tetap teguh menyebarkan ajaran Islam, yaitu penyerahan total kepada Allah, rahmat, dan keadilan bagi seluruh umat manusia.
Para pengikut setianya, Al-Hawariyyun, menerima ajaran beliau dengan ikhlas. Allah memberikan ilham kepada mereka untuk beriman kepada Nabi Isa dan menjadi penolong dakwahnya. Nabi Isa juga menyampaikan kabar gembira tentang kedatangan Rasul terakhir, Nabi Muhammad SAW, sebagai penutup risalah.
Sumber: Kisah Para Nabi – Al-Shia.org