Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Nur Muhammad: Awal Penciptaan dan Penutup Kenabian

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT berfirman:

“Sesuatu yang pertama Aku ciptakan adalah cahaya-Ku. Dari cahaya itu Aku ciptakan Muhammad.”

Hadis ini menjadi landasan penting dalam tradisi Islam, terutama dalam mazhab Ahlulbait, untuk memahami hakikat Nabi Muhammad saw. Beliau bukan sekadar seorang manusia yang dipilih, melainkan makhluk pertama yang diciptakan Allah dari cahaya-Nya. Dari beliau, segala keberkahan dan rahmat mengalir ke seluruh semesta.

Muhammad, Kekasih Allah dan Cahaya Pertama

Nabi Muhammad saw adalah kekasih Allah, pemimpin para nabi, pemberi syafaat pada hari kiamat, dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Cahaya beliau mendahului penciptaan dunia dan segala isinya. Beliau adalah pengayom kaum miskin, pelita para arif, dan guru seluruh pencari jalan Allah.

Allah SWT memilih beliau sebagai penutup para nabi—tidak ada lagi rasul setelahnya. Wahyu terakhir, Al-Qur’an al-Karim, diturunkan kepadanya sebagai induk segala kitab, terjaga kemurniannya, dan menjadi pedoman hidup sepanjang masa.

Postur tubuh beliau gagah, tutur katanya lembut, dan wajahnya menyejukkan hati yang memandang. Janji dan ucapannya senantiasa dapat dipercaya. Bahkan, riwayat menyebut bahwa tubuh beliau dipagari cahaya murni sehingga tidak memiliki bayangan.

Malaikat Jibril mengagungkan risalahnya, Nabi Adam as memperoleh ampunan berkat doa beliau, dan Nabi Ibrahim as mampu mengubah api Namrud menjadi dingin karena keberkahan cahaya Muhammad. Semua nabi terdahulu memberi kabar gembira tentang kelahiran beliau. Alam semesta menyambut kehadirannya; bumi dan langit diterangi oleh wujudnya.

Nama-nama Kemuliaan

Nama Muhammad sendiri berarti “yang terpuji”. Namun beliau juga memiliki nama lain yang disebut dalam hadis-hadis dan riwayat. Di surga beliau dikenal sebagai Ahmad, sementara di hari kiamat dipanggil Mahmud. Dalam Al-Qur’an, Allah tidak memanggil beliau dengan nama biasa, melainkan dengan gelar penuh kemuliaan: Rasul-Ku, Hamba-Ku, Nabi-Ku.

Bahkan Allah SWT memanggil beliau dengan nama-nama yang termasuk dalam Asmaul Husna, seperti Rauf (Maha Pengasih), Rahim (Maha Penyayang), Aziz (Maha Perkasa), dan Nur (Maha Cahaya). Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan Nabi Muhammad saw. di sisi Allah SWT.

Muhammad sebagai Rahmat

Al-Qur’an menegaskan:

“Dan tiadalah Kami mengutus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya [21]:107)

Allah juga berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba [34]:28)

Beliau adalah rahmat yang meliputi segalanya—pada manusia, hewan, tumbuhan, bahkan pada alam semesta. Rasulullah saw mengajarkan kasih sayang kepada setiap makhluk, bahkan kepada musuh-musuh yang memusuhinya.

Dalam hadis qudsi, Allah menegaskan: “Demi engkau, wahai Muhammad, Aku ciptakan seluruh penciptaan.” Ini menunjukkan bahwa keberadaan beliau adalah tujuan penciptaan alam semesta.

Cahaya Muhammad dan Kalimat Tauhid

Ketika Allah menciptakan cahaya Muhammad saw, cahaya itu mengucapkan: La ilaha illallah (Tiada tuhan selain Allah). Allah menjawab: Muhammadun Rasulullah (Muhammad adalah utusan Allah).

Dari percakapan ini lahirlah kalimat tauhid yang menyatukan keesaan Allah dengan risalah Muhammad. Barang siapa yang mengucapkan dan meyakini syahadat ini, Allah berjanji bahwa ia tidak akan dilemparkan ke dalam neraka.

Cinta kepada Rasulullah sebagai Syarat Kesempurnaan Iman

Iman seorang mukmin tidak akan sempurna tanpa cinta kepada Rasulullah saw. Hal ini ditegaskan dalam berbagai riwayat.

Suatu ketika salah seorang  Sahabat berkata kepada Nabi bahwa cintanya kepada beliau masih kalah dibanding cintanya pada dirinya sendiri. Nabi saw lalu bersabda: “Engkau belum menjadi mukmin yang sempurna.” Umar pun menangis, dan berkata bahwa kini cintanya kepada Rasulullah melebihi cintanya pada dirinya sendiri. Nabi menjawab: “Kini imanmu telah sempurna.”

Demikian pula seorang Arab Badui pernah bertanya tentang Hari Kiamat. Nabi saw bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau siapkan untuk hari itu?” Ia menjawab, “Aku tidak punya persiapan apa-apa, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Nabi berkata: “Engkau akan bersama kekasihmu.”

Hadis ini memberi kabar gembira bahwa cinta tulus kepada Rasulullah saw adalah kunci untuk bersama beliau di akhirat, meski amal perbuatan seseorang masih terbatas.

Ikatan Cinta karena Allah

Cinta sejati kepada Rasulullah saw. bukanlah cinta yang lahir dari dorongan duniawi, melainkan cinta yang murni karena Allah. Nabi bersabda bahwa di akhirat kelak ada sekelompok orang yang bukan nabi dan bukan syahid, tetapi mereka memperoleh kedudukan tinggi di sisi Allah.

Ketika ditanya siapa mereka, Nabi menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bukan karena hubungan darah atau kepentingan duniawi. Wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berada di mimbar-mimbar yang mulia. Mereka tidak takut dan tidak bersedih hati pada hari itu.”

Ikatan cinta ini adalah ikatan spiritual yang menyatukan hati kaum mukmin dengan Nabi dan Ahlulbaitnya.


Cinta kepada Rasulullah saw. adalah cahaya yang menuntun umat kepada Allah SWT. Dengan cinta itu, iman akan sempurna dan rahmat Allah akan meliputi seluruh kehidupan.

Ya Allah, tanamkanlah cinta kepada Nabi Muhammad dan keluarga sucinya di dalam hati kami. Jadikanlah kami termasuk umatnya yang setia, yang dirangkul dalam rahmat-Mu di dunia dan akhirat. Amin.


*Disarikan dari buku Idola Semesta Alam – Syeikh Muzaffer Ozak AI-Jerrahi

Share Post
No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.