“Dan janganlah kamu merasa lemah, dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu-lah yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)
Ketika sebuah bangsa mampu berdiri tegak dalam badai, bahkan saat peluru musuh mengarah langsung ke jantungnya, maka itu bukan sekadar berita. Itu adalah tanda zaman. Bangsa Iran, sekali lagi, memberi pelajaran kepada dunia: bahwa kehormatan bukan sesuatu yang bisa ditawar, dan kedaulatan tidak bisa direnggut dengan rudal, sanksi, atau retorika kasar dari pemimpin arogan.
Belum lama ini, dunia kembali menyaksikan wajah asli kolonialisme modern ketika rezim Zionis meluncurkan serangan berbahaya ke wilayah Iran. Serangan ini bukan sekadar tindakan militer, melainkan provokasi yang dirancang di tengah proses diplomasi tak langsung antara Iran dan Amerika Serikat. Sebuah pengkhianatan terang-terangan terhadap hukum dan etika internasional.
Namun yang menarik bukan hanya agresinya. Yang luar biasa adalah responsnya. Dalam situasi seperti ini, banyak bangsa akan bereaksi dengan kepanikan atau kemarahan membabi buta. Tapi tidak dengan Republik Islam Iran. Di jalanan, di masjid, dan di mimbar-mimbar, rakyatnya justru menunjukkan kekuatan moral yang menggetarkan. Perayaan Hari Ghadir yang meriah, partisipasi besar dalam salat Jumat, hingga seruan takbir dari pembawa berita televisi yang menjadi simbol keteguhan, semua menunjukkan satu hal: musuh mungkin memiliki senjata, tetapi Iran memiliki ruh.
Ayatullah Udzma Sayyid Ali Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, dalam pidatonya yang disiarkan ke seluruh negeri, menegaskan bahwa serangan ini bukan hanya ditujukan kepada Iran, tetapi kepada akal sehat dan martabat manusia. Ia menyebut serangan itu sebagai “kejahatan besar” dan menyampaikan bahwa para pelaku akan dihukum—dan sedang dihukum.
Tidak hanya oleh misil, tetapi juga oleh kehancuran moral dan kegelisahan strategis yang kini mulai mengguncang fondasi para agresor. Ketika para pemimpin Amerika mulai menyuarakan ancaman militer secara terbuka, itu bukan tanda kekuatan, tapi sinyal kepanikan.
Amerika, dengan seluruh kekuatan ekonominya, dengan armada militer yang mengelilingi kawasan, tahu betul bahwa jika mereka masuk terlalu dalam ke medan ini, mereka tidak akan keluar dengan utuh. Iran bukan negara yang bisa didikte atau diintimidasi. Sejarah bangsa ini ditulis dengan tinta darah para syuhada—dari perang delapan tahun melawan Saddam yang disokong Barat, hingga konfrontasi ekonomi selama puluhan tahun. Tak ada satu pun momen dalam sejarah modern yang menunjukkan bahwa bangsa ini bisa dipaksa tunduk.
“Bangsa Iran tidak akan menyerah pada siapa pun,” tegas Imam Khamenei. Pernyataan ini bukan semata retorika, tapi cerminan dari sejarah panjang perlawanan terhadap dominasi dan ketidakadilan.
Tentu saja, beliau tidak hanya berbicara kepada rakyat Iran. Beliau juga mengarahkan pesan kepada dunia. Kepada para pemikir, jurnalis, penulis, dan semua yang punya suara. Agar tidak membiarkan narasi musuh mendistorsi kenyataan. Agar mereka angkat bicara, menjelaskan apa yang benar, dan tidak tunduk pada propaganda menyesatkan yang disebar oleh kekuatan kolonial.
Pesan ini sejatinya bersifat universal. Di setiap zaman, selalu ada yang mencoba memaksakan kehendak melalui kekerasan. Tapi selalu pula ada bangsa, kelompok, atau komunitas yang menolak untuk tunduk. Di Palestina, di Yaman, di Lebanon, dan di banyak penjuru dunia lain, semangat ini hidup. Dan Iran—dengan segala kekurangannya—telah menjadi simbol dari keteguhan itu.
Tentu, ini bukan tanpa risiko. Tapi sebagaimana diingatkan Imam Khamenei, jika musuh mencium aroma ketakutan, mereka akan terus menekan. Maka, tidak ada ruang untuk lemah. Tidak ada waktu untuk ragu. Kehidupan harus berjalan seperti biasa. Para guru harus tetap mengajar. Para pelayan publik harus tetap mengabdi. Para juru dakwah harus terus menyampaikan pesan kebenaran.
Ayatullah Khamenei menutup pesannya dengan ayat:
“Dan kemenangan hanyalah dari Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 126)
Ini bukan janji kosong. Ini adalah pengingat bahwa kekuatan sejati tidak datang dari tank dan drone, tapi dari keteguhan iman dan keyakinan akan kebenaran.
Di tengah dunia yang semakin sinis terhadap nilai-nilai spiritual, pesan dari Republik Islam Iran ini, dari lidah seorang marja dan pemimpin sejati, adalah seruan kepada hati nurani global:nJangan pernah menyerah. Jangan pernah tunduk. Sebab kebenaran, bila diperjuangkan dengan sabar dan keyakinan, pasti akan menang.
Dielaborasi dari artikel di website Khamenei.ir