- c. Percaya Kepada Ancaman
Percaya kepada ancaman azab Allah SWT juga merupakan faktor kunci bagi kesadaran manusia akan besarnya keburukan maksiat dan durhaka kepadanya. Tanpa kepercayaan ini manusia tidak akan taat dan bertaubat kepadaNya kecuali insan-insan maksum dan orang-orang yang konsisten mengikuti jejak mereka. Karena itu kita harus selalu percaya dan mengingat azab akhirat yang pedihnya sama sekali tak terbandingkan dengan azab di dunia, seperti yang terlukis dalam untaian kalimat dalam Doa Kumail;
أنت تعلم ضعفي عن قليل من بلاء الدنيا وعقوباتها، وما يجري فيها من المكاره على أهلها، على أن ذلك بلاء ومكروه قليل مكثه، يسير بقاؤه، قصير مدّته، فكيف احتمالي لبلاء الآخرة وجليل وقوع المكاره فيها، وهو بلاء تطول مدّته، ويدوم مقامه، ولا يخفّف عن أهله; لأ نّه لا يكون إلاّ عن غضبك وانتقامك وسخطك، وهذا ما لا تقوم له السماوات والأرض.
“Engkau mengetahui kelemahanku dalam menanggung sedikit dari bencana dan siksa dunia serta kejelekan yang menimpa penghuninya. Padahal semua (bencana dan kejelekan) itu singkat masanya, sebentar lalunya, dan pendek usianya.
“Maka apakah mungkin aku sanggup menanggung bencana akhirat dan kejelekan hari akhir yang besar, bencana yang panjang masanya dan kekal menetapnya serta tidak diringankan bagi orang yang menanggungnya; sebab semuanya tidak terjadi kecuali karena murkaMu, karena balasan dan amarahMu. Inilah, yang bumi dan langit pun tak sanggup memikulnya.”[1]
Diriwayatkan bahwa Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;
أنّ ناركم هذه جزء من سبعين جزءاً من نار جهنّم، وقد اُطفأت سبعين مرّة بالماء ثُمّ التهبت، ولولا ذلك ما استطاع آدميّ أن يطفأها، وإنّه ليؤتى بها يوم القيامة حتّى توضع على النار، فتصرخ صرخة لا يبقى ملك مقرّب ولا نبيّ مرسل إلاّ جثا على ركبتيه فزعاً من صرختها.
“Sungguh api (yang ada pada) kalian ini hanyalah satu bagian dari 70 bagian api neraka jahannam, yang telah dipadam 70 kali dengan air lalu berkobar, dan seandainya tidak demikian maka manusia tak dapat memadamkannya. Sesungguhnya di hari kiamat api ini akan dibawa ke neraka jahannam lalu menjeritlah sekeras-kerasnya sehingga semua malaikat muqarrabin (yang didekatkan kepada Allah) dan nabi yang diutus berlutut karena takut mendengar jeritannya.”[2]
Api yang menjerit itu kemungkinan adalah suara neraka jahannam itu sendiri, seperti disebutkan dalam firman Allah SWT;
إِذَا رَأَتْهُم مِّن مَّكَان بَعِيد سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظاً وَزَفِيراً.
“Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya.”[3]
Dalam menggambarkan kedahsyatan neraka jahannam malaikat Jibris as kepada Rasullulah saw berkata;
لو أنّ مثل خرق إبرة خرج منها على أهل الأرض لاحترقوا عن آخرهم.
“Sungguh, seandainya keluar darinya api sebesar lobang jarum pada penduduk dunia niscaya mereka semua akan terbakar.” [4]
Banyak teks ayat dan riwayat yang menyebutkan dahsyatnya azab di neraka, namun cukuplah kiranya firman Allah SWT:
كُلَّمَا نَضِجَت جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ.
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab.”[5]
- Evaluasi Amal Perbuatan
Faktor kedua bagi keterjagaan dan kesadaran untuk kembali kepada fitrah ialah mengevaluasi amal perbuatan yang telah lalu, untuk melihat kelebihan dan kekurangannya agar yang dapat menyesali yang kurang dan selanjutnya berusaha untuk tidak lagi menyia-nyiakan usianya yang tersisa demi menebus kekurangan di masa lalu.
Orang yang tidak berintrospeksi dan mengevaluasi masa lalunya tidak akan bisa lolos dari cela dan kekurangan dalam dirinya, sebab dia tidak mengerti apa cela dan kekurangannya itu, dan tidak akan bisa membuat masa kini dan masa depannya menjadi lebih baik.
Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;
من استوى يوماه فهو مغبون، ومن كان آخر يوميه خيرهما فهو مغبوط، ومن كان آخر يوميه شرّهما فهو ملعون، ومن لم ير الزيادة في نفسه فهو إلى النقصان، ومن كان إلى النقصان فالموت خير له من الحياة.
“Tertipulah orang yang dua harinya sama saja (tidak mengalami kemajuan spiritual), beruntunglah orang yang masa terakhirnya di masing-masing hari itu adalah yang terbaik, terkutuklah orang yang masa terakhirnya di masing-masing hari itu adalah yang terburuk. Barangsiapa yang tidak melihat penambahan dalam dirinya maka dia menuju kekurangan, dan barangsiapa menuju kekurangan maka kematian lebih baik baginya daripada kehidupan.”[6]
Beliau juga berkata;
المغبون من غبن عمره ساعة بعد ساعة.
“Orang yang tertipu adalah orang yang tertipu oleh umurnya saat demi saat.”[7]
Beliau juga menyampaikan perkataan Imam Ali bin Abi Thalib as;
لا خير في العيش إلاّ لرجلين: رجل يزداد في كلّ يوم خيراً، ورجل يتدارك منيته بالتوبة.
“Tak ada kebaikan dalam hidup kecuali bagi dua orang; orang yang setiap hari bertambah baik, dan orang yang menyusul petaka kekurangannya dengan taubat.”[8]
(Selesai)
[1] Mafatih al-Jinan, Doa Kumail.
[2] Bihar al-Anwar, jilid 8, hal. 288.
[3] QS. Al-Furqan [25]: 9
[4] Bihar al-Anwar, jilid 8, hal. 305.
[5] QS. Al-Nisa’ [4]: 56.
[6] Al-Wasa’il, jilid 16, hal. 94, Bab ke 95 Jihad al-Nasf, Hadis 5,
[7] Ibid, hadis 4.
[8] Ibid, hal. 93, hadis 3.