Nabi Muhammad SAW adalah manifestasi utama dari keagungan Ilahi. Sementara itu, Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as menjadi cerminan kewibawaan dan keanggunan yang terpancar dari Rasulullah SAW. Keduanya mewarisi sifat-sifat mulia yang menjadi teladan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidup
Sayidah Fatimah Zahra as adalah sosok wanita yang unik dan istimewa. Ia merupakan potret sempurna dari dua kategori kemuliaan yang tak tertandingi. Pertama, ia mendapatkan anugerah sebagai putri dari nabi termulia, Muhammad SAW. Kedua, ia membuktikan dirinya sebagai manusia yang mulia melalui prestasi ketakwaan dan pengabdiannya.
Sebagai putri Nabi SAW, Sayidah Fatimah as memperoleh kemuliaan aksidental. Kemuliaan ini bersumber dari hubungan darahnya dengan Rasulullah SAW, yang secara langsung mengangkat derajatnya di mata manusia dan makhluk lainnya. Namun, kemuliaan ini bukanlah hasil jerih payahnya, melainkan pemberian Ilahi yang istimewa. Namun, Sayidah Fatimah as tidak hanya bersandar pada kemuliaan aksidental ini. Ia menjadikan anugerah tersebut sebagai landasan untuk menggandakan tanggung jawabnya dalam menjaga, mensyukuri, dan mengamalkan ajaran ayahandanya.
Sebagai putri nabi, Sayidah Fatimah as menunjukkan dedikasi luar biasa dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, menjadikan dirinya simbol dari wanita yang sempurna.
Sayidah Fatimah Zahra juga dikenal sempurna dalam berbagai perannya. Ia adalah putri yang berbakti, istri yang setia, ibu yang penuh kasih, dan pemimpin yang tangguh. Kombinasi sifat-sifatnya yang prima, yaitu kesabaran dan kemampuan untuk menyadarkan, kelembutan dan kewibawaan, menjadikannya pribadi yang tak tertandingi. Sayidah Fatimah as tidak hanya menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang wanita, tetapi juga mengangkat martabat wanita di seluruh dunia melalui keteladanan dan ketakwaannya.
Kemuliaan Sayidah Fatimah as yang paling utama adalah posisinya sebagai teladan sempurna bagi seluruh wanita. Kemuliaan ini bukanlah aksidental, melainkan esensial. Hal ini merupakan hasil dari jerih payah, pengorbanan, dan ketakwaannya yang tak tergoyahkan. Sayidah Fatimah as membuktikan bahwa kemuliaan sejati bukanlah semata-mata soal garis keturunan, tetapi tentang bagaimana seseorang menjalani kehidupannya dengan penuh dedikasi terhadap nilai-nilai Ilahi.
Tanpa keberadaan Sayidah Fatimah Zahra, umat manusia tidak akan memiliki gambaran tentang potret sempurna seorang wanita. Potret ini menjadi parameter penting untuk menilai kesempurnaan seorang wanita. Tanpa parameter tersebut, posisi dan martabat wanita di dunia ini akan menjadi sesuatu yang tak terdefinisi dengan jelas.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya menyayangi Sayidah Fatimah as sebagai putrinya, tetapi juga menghormatinya sebagai seorang “wanita suci”. Kasih sayang Nabi kepada Sayidah Fatimah as tidak hanya didasarkan pada hubungan darah, tetapi juga pada kepribadian dan keagungan moralnya. Kesyahidannya, yang menjadi puncak perjuangan dan pengorbanannya, mengonfirmasi kesempurnaan dirinya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sayidah Fatimah as adalah ibu bagi ayahnya.” (Maqatil Ath-Thalibiyyin, hlm. 29). Pernyataan ini menggambarkan hubungan istimewa antara Sayidah Fatimah as dan Nabi. Sebagai putri, ia menjadi sumber ketenangan dan kekuatan bagi ayahnya. Sebagai wanita, ia menjadi simbol kebijaksanaan dan keberanian.
Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk menghormati dan memuliakan Sayidah Fatimah Zahra. Penghormatan ini mencakup dua aspek: kemuliaan aksidentalnya sebagai putri nabi termulia dan kemuliaan esensialnya sebagai teladan suci bagi seluruh wanita. Ali Syariati pernah berkata, “Fatimah adalah Fatimah.” Pernyataan ini menegaskan bahwa Sayidah Fatimah as adalah pribadi yang unik, tak tergantikan, dan menjadi inspirasi bagi semua manusia sepanjang masa.