Pada peringatan Yaumul Mab’ats, hari ketika Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul, Imam Khamenei bertemu dengan sejumlah pejabat dan duta besar dari berbagai negara Islam di Husainiyah Imam Khomeini pada 28 Januari 2025. Dalam pertemuan tersebut, beliau menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh umat Islam dan pencari keadilan di seluruh dunia atas momen bersejarah ini.
Imam Khamenei menekankan pentingnya peristiwa ini yang menjadi inspirasi bagi perjuangan dan kebangkitan umat Islam di berbagai belahan dunia. Menurutnya, revolusi spiritual dan sosial yang dipicu oleh misi kenabian merupakan kekuatan transformatif yang tetap relevan hingga hari ini. Tidak hanya sebagai peringatan sejarah, tetapi juga sebagai inspirasi bagi gerakan perlawanan global terhadap ketidakadilan, penindasan, dan kolonialisme modern yang masih berlangsung.
Perlawanan: Cerminan Misi Kenabian
Dalam pidatonya, Imam Khamenei menggambarkan gerakan perlawanan sebagai manifestasi dari misi Rasulullah dan bukti nyata dari keberanian serta keteguhan umat Islam dalam menghadapi ketidakadilan. Salah satu contoh paling nyata adalah kemenangan luar biasa di Gaza. “Wilayah kecil ini berhasil membuat rezim Zionis yang didukung penuh oleh Amerika Serikat bertekuk lutut. Kemenangan ini terwujud berkat perpaduan antara akal dan iman, keteguhan kepada Allah, serta keyakinan terhadap kemuliaan Ilahi,” ujarnya.
Beliau juga menyinggung keteguhan kelompok perlawanan lainnya yang terus menunjukkan keberanian dalam menghadapi kekuatan kolonial. “Saat dunia mengira perjuangan akan melemah setelah kehilangan sosok-sosok pemimpin besar, mereka justru menunjukkan ketegaran yang semakin kuat dalam menghadapi rezim penindas,” tambahnya.
Imam Khamenei menekankan bahwa perlawanan bukan hanya sekadar perjuangan bersenjata, tetapi juga perjuangan intelektual, budaya, dan politik. Perlawanan sejati harus terwujud dalam bentuk kesadaran kolektif umat Islam dan bangsa-bangsa tertindas di seluruh dunia, untuk menolak segala bentuk dominasi dan eksploitasi.
Kolonialisme Modern dan Konspirasi Global
Imam Khamenei menyoroti pentingnya perspektif rasional dalam memahami peristiwa dunia saat ini. Ia menguraikan strategi kolonialisme dalam sejarah yang meliputi tiga tahap: eksploitasi sumber daya alam, penghancuran budaya otentik, serta perampasan identitas nasional dan agama. “Hingga saat ini, kekuatan dunia yang arogan masih menerapkan ketiga strategi ini untuk menundukkan bangsa-bangsa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, beliau mengkritik kebijakan negara-negara adidaya yang terus berusaha mengendalikan tatanan dunia demi kepentingan segelintir elite kekuasaan. “Kartel ekonomi besar ini terus berusaha mengubah identitas bangsa-bangsa dan memperluas pengaruh kolonial mereka,” katanya.
Merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an, Imam Khamenei menekankan bahwa permusuhan terhadap Islam lebih besar dari yang tampak di permukaan. Ia menyoroti bagaimana kekuatan besar dunia memberikan dukungan terbuka kepada pelaku kejahatan terhadap umat Islam, sambil menyembunyikan kebencian mereka di balik retorika diplomasi. “Di balik senyum diplomatik mereka, tersimpan kebencian dan permusuhan yang nyata,” tegasnya.
Beliau juga menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk lebih waspada dan tidak tertipu oleh propaganda yang bertujuan untuk melemahkan semangat perlawanan. Kesadaran kolektif dan persatuan adalah kunci utama dalam menghadapi skenario yang dirancang untuk melemahkan umat Islam dari dalam.
Kehormatan Ilahi sebagai Kunci Keteguhan
Imam Khamenei menegaskan bahwa salah satu pesan utama dari peristiwa Mab’ats bagi seluruh umat manusia adalah keyakinan bahwa “kemuliaan hanya milik Allah.” Dengan kemuliaan Ilahi, tidak ada kekuatan asing yang dapat mempengaruhi kehidupan spiritual maupun material suatu bangsa.
Beliau menjelaskan bahwa para nabi dibekali dua alat utama dalam membawa perubahan besar dalam masyarakat, yaitu akal dan iman. “Dengan membangkitkan akal dan iman dalam diri manusia, para nabi membimbing umat manusia menuju jalan yang lurus. Itulah sebabnya Al-Qur’an terus menekankan pentingnya berpikir, merenung, dan menggunakan akal,” tuturnya.
Menutup pidatonya, Imam Khamenei menegaskan bahwa Mab’ats bukan sekadar peristiwa sekali jadi, melainkan sebuah proses yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan akal dan iman, setiap generasi dapat menarik pelajaran dari peristiwa ini untuk menciptakan perubahan intelektual dan praktis dalam kehidupan serta menghadapi tantangan zaman dengan penuh kebijaksanaan dan keteguhan hati.
Beliau juga mengajak umat Islam untuk terus berjuang dalam berbagai aspek kehidupan, baik melalui pendidikan, ekonomi, maupun budaya. “Setiap individu memiliki peran dalam perlawanan ini, tidak hanya mereka yang berada di medan tempur, tetapi juga mereka yang memperjuangkan kebenaran melalui pena, pendidikan, dan ekonomi,” tegasnya.
Dengan demikian, peringatan Mab’ats bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi momentum refleksi bagi seluruh umat Islam untuk terus memperkuat keteguhan iman, kesadaran politik, serta persatuan dalam menghadapi ketidakadilan global yang masih berlangsung.
Sumber: Khamenei.ir