Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pidato Jumat Pertama Rasulullah saw: Seruan Abadi tentang Taqwa dan Kebenaran

Setelah perjalanan hijrah yang berat dari Makkah menuju Madinah, Rasulullah saw akhirnya tiba di tanah yang kelak menjadi pusat peradaban Islam. Di kota yang waktu itu masih sederhana, di tengah lembah Bani Salim bin ‘Auf, beliau berdiri di hadapan para penduduk dan sahabatnya. Hari itu adalah hari Jumat pertama dalam sejarah Islam di Madinah, dan untuk pertama kalinya, Rasulullah saw menyampaikan khutbah Jumat—pidato yang menjadi dasar pembinaan ruhani dan sosial umat Islam.

Khutbah ini tidak hanya ditujukan untuk kaum Muslimin yang hadir di Madinah, tetapi juga untuk seluruh umat yang akan datang setelahnya. Ia adalah piagam moral, sebuah manifesto spiritual yang mengandung panduan abadi tentang ketakwaan, kesadaran diri, dan tanggung jawab sosial. Dalam khutbah inilah, Rasulullah saw mengajarkan bahwa kekuatan umat Islam bukanlah pada kekuasaan atau harta, melainkan pada hubungan mereka dengan Allah dan kesucian niat dalam amal.

Rasulullah saw memulai khutbahnya dengan penuh wibawa dan kelembutan:

Segala puji bagi Allah yang senantiasa aku memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, meminta petunjuk-Nya, beriman kepada-Nya dan tidak mengingkari-Nya, serta aku memusuhi orang yang mengingkari-Nya.

Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, yang telah diutus-Nya dengan membawa petunjuk, cahaya, dan nasihat, pada masa berlalunya para rasul, ketika ilmu pengetahuan telah sedikit, manusia tersesat, zaman terputus, dan ajal telah dekat.

Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapat petunjuk. Dan siapa yang menentang keduanya, maka ia telah tersesat sejauh-jauhnya.

Aku berpesan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya pesan terbaik yang disampaikan seorang Muslim kepada Muslim lainnya ialah menganjurkannya untuk mengingat akhirat dan memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah.

Waspadalah terhadap apa yang diperingatkan Allah tentang diri-Nya. Sesungguhnya takwa kepada Allah bagi orang yang mengamalkannya karena takut kepada Tuhannya merupakan penolong yang dapat dipercaya untuk memperoleh apa yang mereka inginkan dari urusan akhirat.

Siapa saja yang memperbaiki urusan antara dirinya dengan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan tidak bermaksud dengan itu kecuali untuk memperoleh ridha Allah, maka itu akan menjadi pengingat baginya dalam urusan dunia dan menjadi tabungan baginya setelah mati, di saat seseorang amat memerlukan apa yang telah ia lakukan.

Adapun selain itu (amal yang tidak ikhlas), ia akan berharap seandainya antara dirinya dan hari itu ada jarak yang sangat jauh. Allah mengingatkan kalian akan Diri-Nya, dan Allah amat sayang kepada hamba-hamba-Nya. Demi Dzat yang membenarkan perkataan-Nya dan melaksanakan janji-Nya, sungguh tidak ada perubahan bagi janji itu.

Karena Allah SWT telah berfirman:
‘Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.’ (QS. Qaf: 29)

Bertakwalah kepada Allah dalam urusan kalian yang segera dan urusan kalian yang lambat, baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan.

Karena siapa saja yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan ampuni dosa-dosanya dan memberikan pahala yang besar baginya. Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar.

Sesungguhnya takwa kepada Allah akan melindungi seseorang dari kebencian-Nya, dari siksa-Nya, dan dari murka-Nya. Sesungguhnya takwa kepada Allah akan memutihkan wajah, membuat Tuhan ridha, dan meninggikan derajat.

Ambillah bagian keberuntunganmu, dan jangan melampaui batas di sisi Allah.

Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian kitab-Nya dan telah menjelaskan jalan-Nya, supaya orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta diketahui. Maka berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya, serta berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya.

Karena Dia telah memilih kalian dan menamakan kalian orang-orang Muslim, supaya orang yang binasa, binasa atas dasar kejelasan, dan orang yang hidup, hidup atas dasar kejelasan.

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.

Perbanyaklah mengingat Allah dan beramallah untuk masa sesudah hari ini. Karena siapa saja yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allah, maka Allah akan mencukupkan baginya hubungan antara dirinya dengan manusia.

Sesungguhnya Allah yang memutuskan urusan manusia, namun manusia tidak memutuskan urusan-Nya. Allah yang menguasai manusia, namun manusia tidak menguasai Allah.

Allah Mahabesar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Maha Agung.”


Makna dan Relevansi Khutbah Jumat Pertama

Khutbah ini adalah dokumen spiritual paling awal dalam sejarah kenabian di Madinah, yang menggambarkan arah misi Rasulullah saw: membangun masyarakat bertakwa yang berakar pada hubungan kuat antara manusia dan Tuhannya. Tiga pesan besar dapat ditarik dari khutbah ini:

  1. Taqwa sebagai inti seluruh amal.
    Rasulullah saw menegaskan bahwa takwa bukan sekadar ketakutan kepada Allah, tetapi kesadaran moral yang menjadi penuntun dalam setiap tindakan, baik yang tampak maupun tersembunyi. Dalam dunia yang materialistis dan penuh fitnah, takwa menjadi kompas yang menjaga agar amal tidak kehilangan ruhnya.
  2. Hubungan dengan Allah sebagai dasar hubungan sosial.
    “Siapa saja yang memperbaiki urusan antara dirinya dengan Allah,” sabda beliau, “maka Allah akan memperbaiki urusan antara dirinya dengan manusia.” Prinsip ini menjadi pondasi masyarakat Islam: keadilan sosial dan persaudaraan sejati tidak mungkin lahir dari hati yang jauh dari Tuhan.
  3. Kesadaran eskatologis: bekerja untuk hari setelah hari ini.
    Rasulullah saw mengingatkan, “Beramallah untuk masa sesudah hari ini.” Umat Islam diminta hidup dengan pandangan jauh ke depan, tidak hanya untuk dunia fana, tetapi untuk kehidupan kekal. Inilah pandangan dunia Qur’ani—bahwa setiap amal harus berorientasi pada keabadian.

Sumber: Madinah Balaghah

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT