Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Potret Arabia Sebelum dan Sesudah Diutusnya Nabi Muhammad dalam Khotbah Imam Ali

Dalam salah satu khotbahnya yang termuat dalam Nahjul Balaghah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as melukiskan kondisi tanah Arabia sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. Beliau menggambarkan masyarakat Jahiliyah dalam kegelapan spiritual, kerusakan moral, dan keterasingan dari nilai-nilai kemanusiaan. Gambaran ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi cermin bagi betapa besar peran risalah Nabi saw dalam mengangkat manusia dari jurang kehinaan menuju cahaya kebenaran.

Imam Ali as mengingatkan bahwa sebelum Nabi saw diutus, penduduk Arabia berada dalam kondisi paling buruk. Mereka tinggal di antara batu-batu kasar dan ular-ular berbisa, meminum air yang kotor, dan memakan makanan yang najis. Kehidupan mereka penuh permusuhan; darah ditumpahkan tanpa alasan, sementara ikatan kekerabatan diabaikan.

Di tengah masyarakat itu, berhala-berhala dipasang di setiap sudut, menjadi pusat pengabdian palsu. Dosa melekat pada mereka, dan agama yang mereka ikuti adalah agama yang paling buruk. Tidak ada Kitab yang mereka baca, tidak ada wahyu yang mereka akui. Semua ini melukiskan kehampaan spiritual yang mendominasi Jazirah Arab.

Diutusnya Nabi: Penerang Jalan yang Gelap

Dalam khotbahnya, Imam Ali as menegaskan bahwa Allah mengutus Rasullullah Muhammad saw sebagai pemberi peringatan bagi seluruh dunia, pembawa kabar gembira, sekaligus saksi atas umat manusia. Beliau adalah manusia terbaik di alam semesta, yang terjaga kesucian sejak kecil hingga dewasa, mulia dalam perangai, dan dermawan tiada banding.

Nabi saw harus berhadapan dengan kaum yang membangkang. Bersama para pengikutnya yang setia, beliau membawa mereka pada jalan keselamatan, menuntun yang lemah, menopang yang letih, hingga mengantarkan mereka kepada tujuan yang diridhai Allah. Imam Ali as menggambarkan bahwa Nabi saw tak pernah membiarkan seorang mukmin tertinggal, kecuali mereka yang keras kepala dan sama sekali tidak memiliki kebaikan dalam dirinya.

Berkat perjuangan Nabi saw, masyarakat yang tadinya tercerai-berai mulai menemukan arah. “Gilingan tangan mereka mulai berputar,” ungkap Imam Ali, melukiskan bahwa peradaban mulai tumbuh. Tombak mereka menjadi lurus, kekuatan mereka menjadi terarah, dan kehidupan mereka mulai berlandaskan nilai-nilai yang benar.

Kesaksian Imam Ali as

Dalam khotbah ini, Imam Ali as juga menegaskan perannya sendiri. Beliau bersumpah bahwa dirinya selalu berada di garis belakang menjaga barisan Islam, memastikan agar umat tidak goyah. Ia tak pernah menunjukkan kelemahan, tak pernah berkhianat, dan tak pernah lesu dalam perjuangan. Dengan tegas beliau menyatakan: “Demi Allah, saya akan memisahkan yang salah sampai saya mengambil langsung dari sayap-sayapnya.”

Ungkapan ini menegaskan komitmen Imam Ali as dalam menjaga kemurnian Islam, memerangi kebatilan, dan mendukung risalah Nabi saw hingga akhir hayat.

Peringatan kepada Bani Umayyah

Dalam bagian khutbah yang sama, Imam Ali as menyinggung Bani Umayyah. Beliau mengingatkan bahwa dunia dengan segala kesenangannya tidaklah manis, kecuali bagi mereka yang mendapatkannya dengan cara haram. Harta dunia bagaikan cabang pohon yang penuh buah bagi segelintir orang, sementara bagi kebanyakan manusia ia jauh dari jangkauan.

Beliau bersumpah bahwa suatu hari harta dan kekuasaan yang mereka genggam akan berpindah tangan, menjadi milik musuh-musuh mereka. “Ingatlah, bagi setiap darah yang tertumpah ada penuntutnya, dan bagi setiap hak ada pengambilnya,” kata Imam Ali. Pesan ini jelas: kezaliman tak akan bertahan selamanya, dan keadilan Allah pasti akan datang.

Fungsi Para Imam

Di bagian yang lain, Imam Ali as menjelaskan peran seorang Imam. Menurut beliau, tugas seorang Imam bukan untuk mengejar kekuasaan dunia, tetapi untuk menyampaikan peringatan, menegakkan sunah, menegakkan hukum, dan memberikan hak kepada yang berhak. Imam adalah pelita yang menuntun umat, sumur yang bersih tempat manusia mengambil air pengetahuan.

Imam Ali as menasihati umat agar tidak terjebak pada kebodohan dan hawa nafsu, serta tidak menyerahkan urusan kepada orang yang tidak mampu memberi solusi. Umat diperintahkan untuk mencegah keharaman, mulai dari dirinya sendiri sebelum melarang orang lain. Dengan begitu, peradaban Islam tetap tegak di atas dasar yang kuat: keadilan, ilmu, dan ketaatan kepada Allah.


Khutbah ini memuat tiga hal besar: gambaran kegelapan Arabia sebelum Islam, pujian dan kesaksian atas peran agung Nabi Muhammad saw, serta penegasan tentang fungsi seorang Imam dalam menjaga risalah. Dari khutbah ini kita memahami bahwa Islam hadir sebagai revolusi spiritual, sosial, dan moral, yang dipimpin oleh manusia terbaik pilihan Allah.

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT