Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Rasulullah SAW dalam Al-Quran: Simbol Kehormatan dan Otoritas Ilahi

Di dalam Al-Quran, Allah SWT selalu memanggil Rasulullah SAW dengan penuh penghormatan, tidak pernah menyebut nama beliau secara langsung melainkan menggunakan gelar-gelar kehormatan seperti “Wahai Nabi,” “Wahai Rasul,” dan “Wahai orang yang berselimut.” Ini berbeda dengan nabi-nabi lainnya yang Allah panggil langsung dengan nama mereka, seperti “Wahai Nuh,” “Wahai Musa,” dan “Wahai Daud.” Hal ini menunjukkan kedudukan istimewa Rasulullah SAW di hadapan Allah SWT.

Nama Muhammad disebutkan hanya empat kali dalam Al-Quran, yaitu di dalam surah Ali Imran ayat 144, surah al-Ahzab ayat 2, surah Muhammad ayat 29, dan surah al-Fath ayat 29. Selain itu, nama beliau juga disebut sebagai Ahmad dalam surah an-Nahl ayat 6.

Ketika berbicara tentang Rasulullah SAW, Allah SWT menekankan pentingnya menjaga penghormatan terhadap beliau, bahkan dalam etika berbicara. Allah berfirman, “Janganlah kalian tinggikan suara kalian di atas suara Nabi,”* (QS. al-Hujurat: 2), dan “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain…” (QS. an-Nur: 63).

Majelis Rasulullah SAW adalah majelis ilmu, akal, dan hikmah, bukan sekadar tempat berbincang-bincang biasa. Kehormatan terhadap Rasulullah SAW, baik di majelis maupun dalam kehidupan sehari-hari, dijaga dengan ketat oleh Allah SWT, yang menunjukkan kedudukan mulia beliau sebagai utusan terakhir.

Keutamaan Mematuhi Panggilan Rasulullah SAW

Sebuah riwayat menceritakan bahwa pada suatu waktu, Abu Sa’id Khudri sedang salat ketika Rasulullah SAW memanggilnya. Abu Sa’id tidak segera menyambut karena menganggap salatnya lebih penting. Rasulullah SAW kemudian menegurnya dengan mengutip firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, sambutlah panggilan Allah dan Rasul-Nya ketika mereka menyeru kalian kepada yang akan memberi kehidupan kalian,” (QS. al-Anfal: 24). Ini menunjukkan bahwa mematuhi panggilan Rasulullah SAW memiliki nilai yang sangat tinggi, bahkan melebihi kewajiban lainnya.

Dalam ibadah salat, umat Islam mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW, “Assalamu ‘alayka ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wa barakatuhu.” Ucapan salam ini hanya boleh ditujukan kepada Rasulullah SAW, dan mengucapkannya kepada selain Nabi akan membatalkan salat. Para ulama berdasarkan riwayat ini menyimpulkan bahwa seseorang yang menyambut panggilan Rasulullah SAW saat sedang salat, salatnya tidak batal dan tidak berdosa. Namun, beberapa ulama Ahlusunah berpendapat bahwa salatnya batal meskipun tidak berdosa.

Dalam setiap salat, umat Islam senantiasa menunjukkan penghormatan yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Sejak awal hingga akhir salat, nama beliau diagungkan. Saat mendengar azan dan iqamah, kita selalu menyebut dan memberikan kesaksian atas kenabian beliau dengan kalimat Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, sebagai bentuk penghormatan khusus. Bahkan ketika mengakhiri salat, kita mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW, “Assalamu ‘alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuhu.” Ini adalah pengakuan yang diberikan secara terus-menerus oleh kaum Muslim di seluruh dunia, siang dan malam, dalam salat wajib maupun salat sunah.

Penghormatan ini tidak hanya sebatas ritual dalam ibadah, tetapi juga merupakan pengakuan yang dijamin oleh Allah SWT. Firman-Nya, “Dan Kami tinggikan namamu,”* (QS. al-Insyirah: 4) menegaskan bahwa nama Rasulullah SAW telah diangkat tinggi oleh Allah dan senantiasa diposisikan secara istimewa di kalangan umat-Nya.

Kedudukan Rasulullah SAW sebagai Otoritas Ilahi

Selain itu, Allah SWT secara konsisten menggandengkan posisi-Nya dengan posisi Rasulullah SAW sebagai otoritas yang harus ditaati, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai ayat Al-Quran. Beberapa di antaranya menegaskan pentingnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya secara bersamaan, seperti:

“Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya,” (QS. an-Nisa: 136)

“Siapa yang taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya,” (QS. an-Nisa: 69)

“Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,” (QS. an-Nisa: 59)

Ayat-ayat ini menekankan bahwa Rasulullah SAW memiliki otoritas penuh dalam urusan agama dan kehidupan, dan ketaatan kepada beliau sejajar dengan ketaatan kepada Allah SWT. Hal ini dipertegas dalam QS. al-Ahzab: 36, “Tidaklah pantas bagi seorang Mukmin, laki-laki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, untuk memiliki pilihan lain tentang urusan mereka.” Ini menunjukkan bahwa dalam urusan hukum Tuhan, manusia harus tunduk sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya, tanpa opsi lain.

Peran Rasulullah SAW dalam Urusan-urusan Penting

Nama Rasulullah SAW juga disebutkan bersama dengan nama Allah dalam berbagai urusan penting, baik dalam urusan agama, harta, maupun dalam urusan kehidupan. Sebagai contoh, ketika mengumumkan pemutusan hubungan dengan orang-orang musyrik, Allah berfirman, “(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik,” (QS. at-Taubah: 1). Hal serupa juga berlaku dalam hal peperangan terhadap pemakan riba, seperti yang disebutkan dalam QS. al-Baqarah: 279.

Bahkan dalam urusan harta, Rasulullah SAW disebutkan bersamaan dengan Allah. Firman Allah, “Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlimanya untuk Allah, Rasul, dan keluarga Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil,” (QS. al-Anfal: 41). Ayat ini menunjukkan bahwa peran Rasulullah SAW tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam pengaturan distribusi harta dan tanggung jawab sosial.

Kesimpulan

Rasulullah SAW memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan istimewa dalam Islam, baik dalam hal penghormatan, ketaatan, maupun otoritas. Al-Quran menegaskan bahwa menghormati dan menaati Rasulullah SAW adalah bagian integral dari ketaatan kepada Allah SWT. Penghormatan ini tidak hanya tercermin dalam ritual ibadah seperti salat, tetapi juga dalam pengelolaan berbagai urusan penting umat. Allah SWT telah mengangkat dan meninggikan nama Rasulullah SAW, menempatkannya sebagai pemimpin spiritual dan panutan bagi seluruh umat manusia.

*Disarikan dari buku karya Ayatullah Jawadi Amuli – Nabi SAW dalam Al-Quran

Share Post
Written by
No comments

LEAVE A COMMENT