Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

SHN: Guru Para Martir Palestina

Ziyad al-Nakhalah, Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina, tampil dengan penuh semangat dalam wawancara eksklusif bersama media resmi Imam Khamenei.ir pada 21 Februari 2025. Dalam percakapan yang berlangsung hangat namun tegas, ia menyampaikan pandangan tajam tentang situasi terkini di Palestina, khususnya setelah gencatan senjata di Gaza. Dengan nada yakin, ia memprediksi bahwa Israel, meski terus berupaya mengelak, pada akhirnya akan terpaksa menyerah pada kesepakatan gencatan senjata. “Mereka tak punya pilihan lain. Israel harus menerima perjanjian ini untuk membebaskan tawanan mereka, termasuk para tentara dan jenderal yang masih kami tahan,” katanya, menyoroti keputusasaan rezim Zionis di meja negosiasi.

Pernyataan itu bukan sekadar bualan. Al-Nakhalah menegaskan bahwa kekuatan perlawanan telah membuat Israel kehilangan ruang gerak. “Setelah lebih dari setahun setengah pertempuran sengit, mereka sudah kehabisan cara,” ujarnya. Ia juga menyinggung peran Amerika Serikat yang tak hanya mendukung Israel dari belakang layar, tetapi juga turun tangan langsung dengan teknologi dan bantuan militer. Namun, semua itu, menurutnya, tak cukup untuk mematahkan semangat perlawanan.

Di tengah analisis politiknya, al-Nakhalah tak bisa menyembunyikan kekaguman dan rasa hormatnya pada Hizbullah, sekutu setia Palestina di Lebanon. Ia menyebut Sayyid Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah yang gugur sebagai martir, sebagai “Guru Para Martir Palestina.” “Ia bukan hanya pemimpin Lebanon, tetapi simbol perjuangan kami. Namanya terukir di hati rakyat Palestina,” katanya dengan nada penuh emosi. Baginya, Nasrallah adalah sosok yang melampaui batas geografi—seorang pejuang yang mengabdikan hidupnya untuk Palestina, Islam, dan pembebasan Al-Quds. “Kehadirannya memberi kami kekuatan, dan kepergiannya meninggalkan luka mendalam, tapi semangatnya terus hidup di antara kami,” tambahnya.

Wawancara ini juga menjadi panggung bagi al-Nakhalah untuk menceritakan momen penting: pertemuannya dengan Pemimpin Revolusi Islam Iran usai gencatan senjata di Gaza. Baginya, pertemuan itu lebih dari sekadar diplomasi. “Ini sangat berarti bagi kami, baik rakyat maupun perlawanan Palestina,” ungkapnya. Ia mengungkapkan bahwa beberapa hari sebelumnya, delegasi Hamas juga telah bertemu dengan Imam Khamenei. “Dukungan politik, spiritual, dan dalam berbagai bidang lain dari Pemimpin Revolusi adalah pilar utama bagi kami,” katanya, menegaskan rasa syukur atas peran Iran yang konsisten mendampingi perjuangan mereka. “Ia memuji pencapaian kami di Palestina, Lebanon, dan kawasan secara luas. Itu memberi kami kekuatan tambahan,” tambahnya.

Lebih dari 500 hari telah berlalu sejak Operasi Banjir Al-Aqsa mengguncang dunia. Al-Nakhalah mengenang bagaimana Jihad Islam, bersama Hamas dan kelompok perlawanan lainnya, berdiri tegak sejak detik pertama pertempuran dimulai. “Kami satu front, satu visi, satu tim—baik di medan perang maupun di meja perundingan,” ujarnya. Ia menyebut nama-nama besar seperti Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh, dua komandan legendaris yang gugur dalam pertempuran suci ini. “Mereka adalah martir dari perjuangan besar yang penuh berkah ini,” katanya dengan bangga, seraya memuji keberanian mereka yang telah menginspirasi generasi pejuang.

Tak hanya di Gaza, perlawanan juga mendapat dukungan kuat dari Lebanon. Al-Nakhalah memuji keteguhan Hezbollah yang telah berdiri bersama Palestina selama lebih dari setahun. “Saudara-saudara kami di Lebanon, di bawah Sayyid Hassan Nasrallah, tak pernah goyah mendukung kami,” ujarnya. Ia menyoroti peran Nasrallah sebagai penggerak utama yang menyatukan visi perlawanan di kawasan. “Ia adalah simbol jihad yang tak pernah ragu mengorbankan segalanya untuk kami,” katanya. Ia juga menyapa martir dari Yaman dan Iran, menegaskan bahwa pertempuran ini adalah kerja sama lintas wilayah yang dipersatukan oleh tujuan mulia: melawan Zionis hingga titik akhir. “Kehilangan Nasrallah adalah duka besar bagi Palestina, sama seperti kehilangan pemimpin kami sendiri,” katanya, nada haru terdengar jelas dalam suaranya.

Persatuan, menurut al-Nakhalah, adalah kunci dari semua pencapaian ini. “Badai Al-Aqsa menyatukan perlawanan di kawasan. Hizbullah, dengan Nasrallah di garis depan, membuktikan itu dengan pengorbanan luar biasa mereka,” ungkapnya. Ia menyinggung sejarah: pada 1982, Israel mampu menduduki Lebanon Selatan dalam tiga bulan. Namun kini, setelah lebih dari setahun bertempur, mereka tak bisa melangkah jauh dan justru menderita kerugian besar. “Gaza tetap berdiri, Tepi Barat terus melawan, dan kami kini punya visi yang jelas: melindungi tanah dan rakyat kami dengan kekuatan terpadu,” katanya penuh semangat.

Al-Nakhalah juga menanggapi isu yang belakangan ramai diperbincangkan: upaya Perdana Menteri Israel, dengan sokongan Amerika, untuk menggagalkan gencatan senjata. Ia menepis semua rumor itu dengan tegas. “Itu propaganda murahan. Israel butuh kesepakatan ini lebih dari kami,” katanya. Ia yakin bahwa setelah setahun setengah pertempuran intens, Israel dan sekutunya telah kehabisan akal. “AS tak hanya mendukung, tapi bertarung bersama mereka—memberi teknologi, membantu menangkal rudal Iran. Tapi kami tetap menang,” ujarnya dengan percaya diri. Ia menambahkan pesan penting: negara-negara Arab harus bersikap bulat dan tak boleh memberikan konsesi yang merugikan Palestina, baik di panggung politik maupun dalam pertemuan puncak mendatang.

Di akhir wawancara, al-Nakhalah kembali menegaskan sosok Nasrallah sebagai inspirasi abadi. “Ia adalah martir Palestina, martir Islam, martir Al-Quds—ia hidup di hati kami semua,” katanya dengan penuh emosi. Meski telah tiada, Nasrallah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. “Ia pergi, tetapi warisannya adalah sejarah mendalam yang tak akan pernah kami lupakan,” ujarnya dengan nada penuh makna. Baginya, semangat Nasrallah terus menyala dalam setiap langkah perlawanan, mendorong Palestina menuju hari kemenangan—hari ketika Al-Quds kembali bebas ke tangan yang berhak.

Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.