Dari pembahasan pertama ba’i fudhuli sampai pembahasan terakhir, setiap hari beliau menyampaikan pola pikir setiap faqih berdasarkan prinsip pandangannyan sendiri secara sistematis, sehingga seseorang akan merasa kagum atas retorika dan klasifikasi yang dikemukakannya. Beginilah cara beliau mengajar. Pada setiap masalah fikih, beliau menyampaikan pandangan orang lain. Alhasil, beliau memiliki inovasi yang menarik dalam kajian fikih bai’ fudhuli dari sisi penukilan pendapat orang lain, pembagian dan pembuktian. (Baca sebelumnya: Sosok Ayatullah Hamadani -1)
Salah satu guru saya adalah Ayatullah al-Uzhma Burujurdi. Saya bangga bahwa selama keberadaan beliau di kota Qum sampai meninggal dunia, yakni sekitar 15 tahun, saya selalu mengikuti pelajaran beliau. Saya banyak menlulis pelajaran Fiqih dan Ushul yang saya dapatkan dari guruku yang mulia ini (semoga Allah meninggikan kedudukannya). Terkadang saya menulis materi-materi yang terkait dengan pelajaran yang terlintas dalam benak saya dan saya tunjukkan—di waktu belajar—kepada beliau. Guruku yang terhormat tersebut membacanya dan kadang-kadang dengan segala kebesaran yang dimilikinya, beliau memotivasi saya.
Ayatullah Burujurdi memiliki keistimewaan dari sisi kedermawanan dan kemurahan hati. Sebagai contoh, ketika beliau duduk-duduk di luar, ada seorang wanita masuk. Ketika beliau melihat wanita tersebut, beliau mengatakan kepada pembantunya yang ada di sekitarnya: Perhatikan, apa yang diinginkan oleh wanita itu. Pelayanan itu–setelah bertemu dengan wanita tersebut dan menanyakan maksud kedatangannya–berkata: Wanita tersebut adalah Syarifah (keturunan Nabi saw). Ia membutuhkan 50 Ribu untuk membeli hijab/kerudung. Begitu mendengar nama Syarifah, beliau mengatakan: Apa? Cuma 50 ribu untuk seorang Syarifah? Seolah-olah beliau menganggap 50 ribu itu penghinaan untuk Syarifah, padahal di zaman itu uang sejumlah itu tidaklah dianggap sedikit. As-Sayed Al-Habib Burujurdi mengatakan: Paling tidak 400 sampai 500 ribu harus diberikan kepada wanita tersebut. Secara umum, setiap orang yang datang kepada beliau untuk memenuhi hajatnya pasti pulang dengan membawa lebih dari apa yang mereka harapkan. (Baca: Sosok Ayatullah Gorgani)
Salah satu guruku yang mulia lainnya adalah Imam Khomaini (semoga Allah merahmatinya). Pertamaka kali saya mengenal Imam Khomaini yaitu saat awal-awal saya masuk ke kota Qom, tahun 1362 pada pelajaran akhlak yang beliau sampaikan. Imam Khomaini menyampaikan Pelajaran Akhlak di hari Jum’at sore, kira-kira satu jam sebelum Maghrib di Madrasah Faidhiyyah di ruang bawah perpustakaan. Setelah pelajaran akhlak selesai, shalat jamaah dipimpin oleh Ayatullah al-Uzhma Khansari. Saya mengikuti pelajaran akhlak Imam Khomaini, juga ‘irfan (tarekat/suluk) dan juga kajian ilmiah. Pelajaran yang beliau sampaikan sangat mendidik dan sempurna. Gaya penjelasan Imam Khomaini seperti ini: Beliau menghimpun ayat-ayat dan hadis-hadis lalu mengkombinasikan keduanya dengan ilmiah dan kritis serta mengampil saripati akhlaknya dengan uraian yang sangat jelas dan cukup. Saya melihat Imam Khomaini menjelaskan setiap pelajaran dengan energi hati sehingga semua pembicaraan beliau dengan begitu mudah masuk ke hati dan menimbulkan perubahan yang mendalam pada audien.
Kelasa pelajaran Imam Khomaini selalu dipenuhi kaum Muslimin dari pelbagai kalangan. Suasana spiritual dan kebeningan jiwa menyelimuti majelis beliau. Saat itu pula Imam Khomaini termasuk salah satu ulama besar dan populer dan beliau cukup istimewa dari sisi ketajaman pikiran dan kedalaman analisa serta berpandangan jauh. Dan salah satu yang berpengaruh dalam memperkenalkan pola pikir beliau adalah kitab Kasy al-Asrar. Kitab tersebut sudah dicetak di zaman itu dan dapat ditemukan. Tentu saja sekarang pun kitab ini termasuk kitab yang sangat berharga dan penting. (Baca: Munajat Penempuh Jalan Ma’rifat)
Imam Khomaini memiliki kepribadian yang multi dimensi dan salah satunya adalah dimensi filosofis. Saya belum temukan orang yang selevel dengan beliau di bidang filsafat, meskipun kita punya ulama sekaliber Almarhum Osytiyoni di Teheran, sedangkan Allamah Thabathaba’i waktu itu masih ada di Najaf.
Kelasa pelajaran Imam Khomaini selalu dipenuhi kaum Muslimin dari pelbagai kalangan. Suasana spiritual dan kebeningan jiwa menyelimuti majelis beliau. Saat itu pula Imam Khomaini termasuk salah satu ulama besar dan populer dan beliau cukup istimewa dari sisi ketajaman pikiran dan kedalaman analisa serta berpandangan jauh. Dan salah satu yang berpengaruh dalam memperkenalkan pola pikir beliau adalah kitab Kasy al-Asrar. Kitab tersebut sudah dicetak di zaman itu dan dapat ditemukan. Tentu saja sekarang pun kitab ini termasuk kitab yang sangat berharga dan penting.
Imam Khomaini memiliki kepribadian yang multi dimensi dan salah satunya adalah dimensi filosofis. Saya belum temukan orang yang selevel dengan beliau di bidang filsafat, meskipun kita punya ulama sekaliber Almarhum Osytiyoni di Teheran, sedangkan Allamah Thabathaba’i waktu itu masih ada di Najaf. Begitu juga guru ilmu-ilmu rasional Imam Khomaini, yaitu Almarhum Ayatullah al-Uzhma Sayed Abul Hasan Qazwini yang dikenal dengan sebutan Allamah Rafi’i.Beliau tinggal di Qum beberapa bulan dan menyampaikan dars ma’qul (ilmu-ilmu rasional) dan saya pun ikut serta dalam pelajaran beliau.[*]
Abu Qadiran
Baca: Imam Khomeini dan Christmas