Keluasan ilmu Ahlulbait as diperoleh secara berurutan seperti berikut ini: Allah Swt menurunkan wahyu kepada Nabi Saw, lalu Nabi Saw mengajarkannya secara khusus kepada Imam Ali bin Abi Thalib as, lalu Imam Ali as mengajarkan kepada kedua putranya Imam Hasan as dan Imam Husain as, kenudian Imam Husain mengajarkan kepada Imam Ali Zainal Abidin as (putranya) dan seterusnya.
Berkenaan dengan kedekatan Imam Ali bin Abi Thalib as dengan Nabi Muhammad Saw sehingga beliau belajar dari Nabi Saw secara khusus dan intensif, Imam Ali as mengatakan:
“Rasulullah Saw mendekatkan diriku kepadanya dan berkata, ‘Allah Swt memerintahkanku untuk mendekatkan dirimu kepadaku dan tidak menjauhkanmu dari diriku agar engkau mendengarkan ucapanku dan menghafalnya. Adalah hak Allah yang engkau harus tunaikan untuk mendengarkan dan menghafal ucapanku.’ Kemudian turunlah, ‘Agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar (QS. al-Haaqqah: 12).’”
Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Tatkala turun ayat ini, ‘Agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.’ Aku meminta kepada Tuhanku agar menjadikan telinga itu adalah telinga Ali.” (Ibnu Abbas melanjutkan), “Ali pernah berkata, ‘Tidaklah aku mendengar sesuatu dari Rasulullah kecuali aku menghafalnya dan mencatatnya, dan tiada pernah aku melupakannya untuk selamanya.’” (Al-Khawarizmi, Al-Manaqib, hal. 199)
Dalam kesempatan lain, Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:
“Secara rutin dan satu kali dalam sehari, aku menjumpai Rasulullah Saw dan kami hanya berdua tidak ada orang ketiga; kemudian ke mana pun beliau pergi aku ikut dengannya. Para sahabat Rasulullah Saw mengetahui bahwa beliau tidak melakukan itu kecuali denganku. Di banyak waktu, beliau datang ke rumah kami. Adakalanya, ketika aku masuk ke rumah salah seorang istrinya, maka istrinya keluar dan tiada seorang pun kecuali beliau. Namun, ketika beliau datang ke rumah kami, maka Fathimah dan putra-putranya tidak keluar. Apa pun yang aku tanyakan kepada beliau, maka beliau menjawabnya. Tatkala pertanyaanku sudah selesai, dan aku diam, beliau sendiri yang mulai berbicara. Tidak ada satu pun ayat turun kepada Rasulullah Saw kecuali beliau membacakannya untukku dan aku menulisnya. Beliau menjelaskan kepadaku ta’wil dan tafsir, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, serta khas dan umum dari setiap ayat.
Rasulullah Saw pernah berdoa kepada Allah Swt agar memberikan kepahaman ilmunya kepadaku. Lantas aku tidak pernah melupakan satu pun dari ayat Kitab Allah, dan tidak ada satu pun ilmu yang dibacakan oleh beliau kepadaku dan aku tulis, kemudian aku melupakannya. Apa yang Allah Swt turunkan mengenai halal, haram, dan larangan serta perintah dari masa lalu atau masa depan dan setiap kitab yang diturunkan terhadap rasul sebelumnya berkaitan dengan ketaatan kepada Allah atau penentangan terhadapnya, semuanya diajarkan kepadaku dan aku hafal, dan tiada sedikit pun yang aku lupa. Saat itu, Rasulullah Saw meletakkan tangannya di dadaku dan berdoa supaya kalbuku dipenuhi dengan ilmu dan kepahaman serta cahaya. Aku bertanya, ‘Wahai Rasul Allah, semenjak engkau mendoakanku, aku tidak pernah melupakan sesuatu. Apakah engkau masih khawatir aku akan lupa terhadap sesuatu?’ Rasulullah bersabda, ‘Tidak. Aku tidak takut terhadap masuknya kealpaan dan kebodohan kepadamu.’”
Imam Ali bin Abi Thalib as pernah ditanya, “Mengapa hadis yang engkau riwayatkan dari Rasulullah Saw lebih banyak daripada sahabat lainnya?” Beliau menjawab, “Karena aku bertanya kepada Rasulullah dan ia menjawabnya. Ketika aku diam, beliaulah yang memulai pembicaraan.”
Imam Ali berkata, “Demi Allah! Tiada satu pun ayat kecuali aku mengetahui ia diturunkan dalam kaitan dengan apa, di mana, dan tentang siapa diturunkan? Sebagaimana Allah Swt memberikan kepadaku kalbu yang memahami dan lisan yang fasih.” (Thabaqatul Kubra, jilid 2, hal. 338)
Ashbagh bin Nabathah berkata, “Aku mendengar Imam Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw mengajarkanku seribu pintu ilmu dan setiap pintu darinya dibuka seribu pintu hingga menjadi seribu-seribu pintu. Aku tahu apa yang ada dan apa yang akan terjadi hingga hari kiamat, dan aku mengetahui masa lalu dan masa yang akan datang, dan aku mengetahui takdir dan apa yang bakal terjadi, dan aku mengetahui dengan baik cara mengadili.'” (Al-Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 88)
Kesaksian Nabi Saw tentang Ilmu Ali bin Abi Thalib as
Dalam berbagai kesempatan, Nabi Muhammad Saw menjelaskan tentang Imam Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait lainnya sebagai pewaris ilmu beliau. Beliau bersabda kepada Imam Ali bin Abi Thalib as:
“Wahai Ayah Hasan, engkau telah meminum ilmu bagaikan meminum air. Semoga air itu menyegarkanmu.” (Al-Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 88)
“Aku adalah kota ilmu sementara Ali adalah pintunya. Barang siapa menghendaki kota maka datangilah pintunya.” (Khawarizmi, Al Manaaqib, hal. 40; Ibnu Atsir, Usudul Ghobah, jilid 4, hal. 22; Hakimi Naysabuuri, Al Mustadrak, jilid 3, hal. 127)
“Wahai Ali! Aku adalah kota ilmu dan engkau adalah pintunya. Barang siapa yang mengira dapat memasuki kota melalui selain pintunya, maka dia telah berbohong.” (Al Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 82)
“Aku adalah rumah hikmah dan Ali adalah pintunya.” (Al Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 81)
Salman Al-Farisi menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Ali adalah yang paling alim di antara umatku.” (Al Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 80)
Ibnu Masʼud berkata, “Satu waktu, aku bersama Rasulullah Saw, beliau ditanya tentang ilmu Ali. Lalu beliau bersabda, ‘Hikmah itu dibagi menjadi sepuluh bagian. Ali diberi sembilan bagian dan manusia lainnya satu bagian, dan Ali juga yang paling alim di antara lainnya.’” (Al Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 80)
Anas bin Malik menukil dari Rasulullah Saw yang berkata kepada Ali bin Abi Thalib as, “Sepeninggalku nanti, engkau akan menjelaskan perselisihan pendapat di antara umatku.” (Hakim Nisyaburi, Al Mustadrak, jilid 3, hal. 122)
Dari Abi Saʼid Al-Khudri diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Di antara umatku, Ali bin Abi Thalib adalah yang paling alim tentang hukum pidana.” (Khawarizmi, Al Manaaqib, hal. 39)
Diriwayatkan dari Imam Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Ali, apa pun yang aku katakan kepadamu, catatlah.”
Imam Ali bertanya, “Wahai Rasulullah! Adakah engkau khawatir aku lupa?” Kemudian beliau bersabda, “Aku tidak khawatir soal itu, karena aku telah memohon kepada Allah Swt agar menjadikanmu sebagai penjaga ilmu. Namun, catatlah semua itu untuk orang-orang sepertimu, para imam dari anak-anakmu, para imam yang karena keberadaan mereka hujan turun sebagai rahmat bagi manusia; doa mereka dikabulkan; bencana dicegah dari mereka; dan rahmat turun dari langit.”
Kemudian beliau mengatakan kepada Hasan, “Hasan adalah yang paling pertama dari mereka,” dan kepada Imam Husain, beliau menunjuk seraya bersabda, “Husain adalah yang kedua dari mereka.” Lantas Rasulullah berkata, “Dan para imam berikutnya dari putraku Husain.” (Al Qunduzi, Yanabi’ al Mawaddah, hal. 22 dan Jami’ Ahaadis al Syi’ah, jilid 1, hal. 196)
*Disadur dari buku karya Ustadz Husain Alkaff – Ahlulbait as, Mazhab dan Thariqah