Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Surat Imam Khamenei dan Kebangkitan Generasi Nurani

Oleh: Mohammad Mahdi Abbasi, peneliti di bidang Kajian Amerika

Pemandangan itu masih segar dalam ingatan. Ribuan sepatu mungil yang ditata rapi di alun-alun kota, mewakili anak-anak Gaza yang gugur. Di Washington D.C., New York, Chicago, Los Angeles, dan berbagai kota besar lainnya di Amerika Serikat, unjuk rasa besar-besaran terus berlangsung. Mereka membawa pesan yang lebih dari sekadar dukungan: ini adalah pernyataan hati nurani. Amerika — atau setidaknya sebagian jiwanya — sedang berbicara, dan yang dibicarakan adalah Palestina.

Fenomena ini bukan ledakan sesaat. Ia adalah kelanjutan dari gelombang yang tak kunjung surut, bahkan di tengah derasnya arus disinformasi dari media arus utama dan tekanan sistematis dari kekuatan lobi yang tak kasat mata. Tahun lalu, saat surat Imam Khamenei kepada para pemuda Barat dibacakan dan disebarluaskan, banyak yang bertanya: apakah surat itu hanya akan bergaung di ruang-ruang terbatas, ataukah ia benar-benar akan menjadi bara yang menyulut kesadaran?

Kini kita tahu jawabannya.

Surat yang Menjadi Kenyataan

Surat Imam Khamenei pada 2024 bukan sekadar seruan kosong. Ia adalah cerminan mendalam tentang perubahan yang sedang terjadi — bahkan di negeri yang selama ini dikenal sebagai pusat propaganda dan dominasi opini global. Di sana, di tengah universitas-universitas ternama, di ruang redaksi yang semula steril dari suara keadilan, bahkan di ruang politik yang penuh kompromi — kini muncul suara-suara berani yang lantang menyuarakan solidaritas untuk Palestina.

Tak hanya mahasiswa. Para akademisi, jurnalis independen, aktivis sosial, hingga tokoh-tokoh politik progresif turut terlibat dalam gelombang baru ini. Mereka menolak diam. Mereka menolak tunduk pada narasi tunggal yang selama ini menggambarkan penjajahan sebagai “pertahanan diri”, dan genosida sebagai “hak untuk membela”.

Apa yang dahulu terkesan mustahil — Amerika bersimpati pada Palestina — kini menjadi realitas yang sulit disangkal. Bahkan, survei-survei opini terbaru menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam pandangan masyarakat Amerika, khususnya generasi muda, terhadap konflik Palestina-Israel.

Di Balik Dinding Universitas

Salah satu medan terpenting perjuangan ini adalah kampus-kampus. Universitas-universitas seperti Columbia, Harvard, UCLA, dan banyak lainnya menjadi pusat perlawanan intelektual dan moral. Protes, pemogokan, pengibaran bendera Palestina, hingga pendirian tenda-tenda solidaritas, semua menjadi simbol keteguhan sikap generasi muda Amerika dalam menghadapi kekejaman Zionis.

Tindakan keras dari pihak kampus dan kepolisian justru memperkuat solidaritas. Setiap upaya pembungkaman justru memperbesar gema. Setiap ancaman pemecatan terhadap dosen-dosen yang mendukung Palestina, justru memperlihatkan kepada dunia betapa besarnya ketakutan terhadap kebenaran yang mulai bangkit di negeri itu.

Para mahasiswa ini, sebagian besar dari mereka bukan Muslim, berdiri tegak dengan satu tekad: bahwa kemanusiaan tidak mengenal batas geografis, agama, atau ras. Bahwa penderitaan Gaza adalah luka dunia, dan mereka memilih untuk tidak buta, tidak bisu, tidak mati rasa.

Di Antara Dua Dunia

Amerika hari ini adalah potret kontras. Di satu sisi, pemerintahan dan lembaga-lembaga utamanya tetap menjadi pendukung utama rezim Zionis, baik secara politik, militer, maupun finansial. Mereka terus menggelontorkan bantuan, memveto resolusi PBB, dan membungkus genosida dengan retorika “keamanan”.

Namun di sisi lain, dari sela-sela bangunan beton dan tembok sensor, suara-suara rakyat terus muncul. Mereka membawa papan bertuliskan “From the River to the Sea, Palestine Will Be Free”. Mereka menulis artikel, membuat film dokumenter, mengorganisir aksi-aksi kemanusiaan, dan menggugat para pengambil kebijakan.

Di titik inilah, surat Imam Khamenei menemukan pembenaran historisnya. Beliau menulis bahwa perubahan besar tak selalu dimulai dari pusat kekuasaan, tetapi seringkali justru dari pinggiran, dari ruang-ruang kecil yang penuh keikhlasan dan keberanian. Dan hari ini, ruang-ruang kecil itu telah meluas. Mereka tidak lagi berada di pinggir. Mereka mulai mengubah arus utama.

Waktu akan Menjadi Saksi

Sejarah memiliki caranya sendiri dalam mencatat. Pada saat kelak dunia menengok kembali ke era ini, akan dikenang bahwa di tengah kebungkaman banyak pemerintah, justru rakyatlah — terutama generasi muda — yang menjadi pelita bagi Palestina. Amerika, dengan segala luka kolonial dan politiknya, ternyata menyimpan benih-benih perlawanan yang tak bisa dibungkam.

Dan bagi kita yang memantau dari kejauhan, ini bukan sekadar kabar baik. Ini adalah panggilan untuk memperkuat barisan. Jika di jantung kekaisaran pun suara keadilan bisa tumbuh, maka sudah sepantasnya kita di luar sana lebih lantang lagi menyuarakannya.

Menjadi Bagian dari Sejarah

Surat Imam Khamenei telah melampaui fungsi komunikatif biasa. Ia adalah dokumen sejarah, manifestasi dari firasat seorang pemimpin spiritual yang melihat lebih jauh dari zamannya. Ia tak hanya menyeru, tetapi membangunkan.

Dan kini, setahun setelah surat itu ditulis, kita dapat mengatakan dengan keyakinan: prediksi itu telah terwujud. Para pemuda Amerika, yang dahulu mungkin apatis, kini berdiri di sisi yang benar dari sejarah. Mereka menolak tunduk pada narasi palsu, dan memilih menjadi saksi sekaligus pelaku perubahan.


Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT