Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Syahidnya Sang Penyingkap Tirai Kemunafikan

Dalam sejarah Islam, nama Imam Jawad as bersinar seperti bintang yang terbit dengan cepat, namun meninggalkan jejak cahaya abadi. Beliau adalah Imam yang gugur syahid pada usia yang sangat muda—hanya dua puluh lima tahun. Namun, di balik umur yang singkat itu tersimpan lautan makna perjuangan dan keteguhan dalam membela kebenaran. Dalam pandangan Rahbar Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, Imam Jawad (as) adalah “manifestasi dari perjuangan melawan kebatilan” dan “simbol keteguhan dalam menghadapi kekuasaan munafik.”

Tak seperti para penindas yang hidup bergelimang kekuasaan, Imam Jawad as menghabiskan hidupnya dalam jalan penghambaan total kepada Allah. Beliau tidak hidup dalam kemewahan, namun dalam pertarungan. Pertarungan melawan tipuan, kebohongan, dan kedok-kedok kekuasaan yang menyembunyikan wajah aslinya di balik jubah religius. Beliau hidup pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah, Ma’mun, yang terkenal bukan hanya karena kekuasaannya, tapi juga kepandaiannya menyamarkan tirani dengan balutan Islam.

Kehadiran yang Mengguncang Istana

Ma’mun bukanlah sosok penguasa biasa. Ia menguasai bukan hanya dengan pedang, tapi dengan tipu muslihat, dengan pencitraan, dengan menjadikan dirinya seolah pembela Ahlulbait. Ia bahkan menunjuk Imam Ridha as, ayah dari Imam Jawad as, sebagai putra mahkota untuk memoles citra kekhalifahannya. Namun, di balik semua itu, tersembunyi niat jahat untuk melemahkan garis keras kebenaran yang dibawa para Imam.

Dalam suasana seperti inilah Imam Jawad hadir. Saat ayahandanya syahid karena racun Ma’mun, Imam Jawad yang masih belia diangkat menjadi Imam. Tapi usia muda bukanlah penghalang bagi cahaya yang memancar dari hati yang dipilih Allah. Dalam waktu singkat, Imam muda ini menjadi momok yang menggentarkan musuh-musuh Allah.

Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa jihad Imam Jawad begitu besar hingga keberadaan beliau menjadi “tak tertahankan bagi para musuh Tuhan.” Tak hanya karena ilmunya, tapi karena keberaniannya membongkar kedok kekuasaan munafik. Imam Jawad memperlihatkan bahwa pengkhianatan terbesar terhadap agama bukan datang dari musuh yang terang-terangan memusuhi, melainkan dari mereka yang menyamar sebagai pelindung agama.

Membuka Topeng Kemunafikan

“Ketika musuh menunjukkan permusuhan secara terang-terangan, lebih mudah bagi umat untuk mengenali mereka,” ujar Ayatullah Khamenei. “Namun ketika musuh tampil seolah-olah sebagai pelindung Islam, seperti Ma’mun, maka umat kesulitan mengenali wajah aslinya.”

Inilah medan tempur Imam Jawad (as): medan pertempuran spiritual dan ideologis melawan tipu daya kekuasaan. Beliau tak membawa pedang, tetapi membawa ilmu, akhlak, dan keteguhan yang mencabik topeng Ma’mun. Beliau mendidik, menasihati, dan mempermalukan istana dengan keberanian yang tak gentar.

Sejarah mencatat banyak kisah di mana Imam Jawad mematahkan argumentasi ulama istana hanya dengan ketajaman ilmunya. Ma’mun, yang awalnya ingin menjadikan Imam sebagai alat legitimasi, akhirnya menyadari bahwa Imam Jawad (as) adalah api yang tak bisa dikendalikan. Beliau bukan anak muda yang bisa dibeli dengan kedudukan. Beliau adalah wakil langit yang tak akan berkompromi dengan kebatilan.

Pelajaran Besar untuk Umat

Pelajaran terbesar dari kehidupan Imam Jawad adalah pentingnya meningkatkan kesadaran umat. Beliau tidak diam di hadapan kemunafikan. Beliau mengajarkan bahwa umat Islam harus melek terhadap tipu daya kekuasaan. Bahwa tidak semua yang mengaku membawa nama Islam benar-benar memperjuangkan Islam.

Imam Jawad menanamkan dalam hati umat bahwa cinta kepada Ahlulbait bukan sekadar slogan, tapi harus dibuktikan dengan keberpihakan kepada kebenaran, sekalipun itu pahit. Imam mengajarkan bahwa diam terhadap kemunafikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap risalah Nabi. Dan beliau membayar pelajaran itu dengan darahnya sendiri.

Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa jihad Imam Jawad adalah bagian penting dari “jihad menyeluruh Islam”. Sebagaimana para Imam lainnya, beliau menulis satu babak emas dalam sejarah kebanggaan Islam. Namun babak ini tidak dibingkai dengan kemenangan militer, melainkan dengan kemenangan spiritual dan ideologis yang jauh lebih dahsyat.

Syahid di Usia Muda, Abadi Sepanjang Zaman

Demi menghapus ancaman dari Imam Jawad, akhirnya Ma’mun meracuni beliau. Imam syahid dalam usia muda. Namun, seperti para Imam sebelumnya, darah beliau tidak mati. Ia menjadi nyala api dalam hati para pecinta kebenaran sepanjang zaman.

Hari ini, kita mengenang Imam Jawad as bukan sekadar karena tragedi wafatnya. Kita mengenangnya karena beliau mengajarkan kita untuk tidak tunduk pada kemunafikan, untuk tidak terpikat pada pencitraan kekuasaan, dan untuk berdiri bersama kebenaran, meski harus menantang istana.

Di tengah dunia yang penuh kebingungan ini, di mana kekuasaan kembali menyaru sebagai pelindung agama, suara Imam Jawad (as) kembali menggema: “Bukalah mata kalian. Waspadai siapa yang menyamar atas nama agama. Jangan biarkan agama menjadi alat bagi tirani.”

Sebagaimana ditegaskan Ayatullah Khamenei:

“Imam Jawad as, seperti para Imam Maksum lainnya, adalah teladan bagi kita. Dalam usia muda, beliau melakukan jihad besar melawan musuh-musuh Tuhan, hingga keberadaan beliau menjadi tidak tertahankan bagi mereka. Oleh karena itu, beliau diracun dan syahid di usia dua puluh lima tahun. Imam ini mengajarkan kepada kita pelajaran besar: bahwa dalam menghadapi kekuasaan munafik dan penuh pencitraan, kita harus berjuang untuk membangkitkan kesadaran umat.”

Maka, mengenang Imam Jawad (as) bukanlah sekadar ritual tahunan. Ia adalah deklarasi loyalitas kepada jalur Ahlulbait. Ia adalah komitmen untuk terus melawan kemunafikan dengan ilmu, akhlak, dan kesadaran politik. Ia adalah panggilan untuk terus menyuarakan kebenaran, meski harus dibayar dengan harga tertinggi.


Sumber: Khamenei.ir

Share Post
No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.