Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Ulama, Pewaris Para Nabi

Ulama tak seperti para ilmuwan apalagi seniman, walau sebagian mereka pakar di bidang ilmu-ilmu tertentu (selain keagamaan). Walau juga sebagian mereka berjiwa seniman, tapi tidak seperti beberapa artis yang tiba-tiba religius, atau seperti ustadz-ustadz televisi itu yang mirip para artis.
Ulama bukan para penguasa pada umumnya, walau tak menutup kemungkinan menjadi penguasa dalam arti memerintah rakyat. Di Iran contohnya, para mulla yang berarti ulama seperti Imam Khamenei, Syaikh Rafsanjani, Sayed Khatami, pernah menjabat sebagai presiden di negeri para mulla ini.
Sejarah memberitahu, bahwa Rasulullah saw -pasca hijrah- mendirikan pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Ali bin Abi Thalib kw juga menjadi khalifah keempat (setelah ia menolak tawaran khilafah ini, kemudian menerimanya demi suatu maslahat), memerintah muslimin dan beliau pun disebut sebagai Amirul mu`minin”. Walau demikian, pemerintahan bukanlah tujuan, melainkan sebuah sarana untuk mencapai tujuan.
Dari fakta tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Pertama, agama tak terpisah dari politik, dan sebaliknya. Karena itu Imam Baqir as berkata: politik adalah agama, dan agama adalah politik.
Kedua, diakui atau tidak, ulama yang notabene ahli agama, berdasarkan hadis tersebut, tak lepas dari sikap-sikap dan langkah-langkah strategis (siyasi; politis) di dalam memainkan peran mereka sebagai ulama.
Kenyataannya demikian itu. Sebagai contoh, keberadaan masjid, walau disebut sebagai tempat peribadatan Islam, tetapi fungsinya tak sebatas itu. Bahwa, Rasulullah saw -pasca hijrah- mendirikan pemerintahan Islam, dan mefungsikan masjid selain menjadi ruang diskusi ilmu dan agama, juga menjadi sekretariat pemerintahannya seperti istana negara atau gedung putih.
Sepeninggal Rasulullah saw, para washinya dan sampai ulama sebagai para pewaris mereka, sekalipun tidak memerintah, pemerintahan bukan satu-satunya sarana. Banyak sarana lainnya yang strategis di jalan menunaikan tugas dan peran mereka. Seperti membangun pesantren dan mengadakan majlis taklim, seperti yang dilakukan oleh Imam Shadiq dalam sejarahnya. Lembaga-lembaga keagamaan, ormas-ormas yang didirikan ulama, dan lainnya merupakan sarana-sarana di jalan dakwah.

Tujuan-tujuan yang Harus Dicapai Ulama
Tujuan ulama sama dengan tujuan para nabi mereka. Karena, ulama adalah pewaris-pewaris para nabi. (Imam Shadiq), dan yang mereka warisi dari para nabi, adalah keilmuan, akhlak dan sunnah-sunnah mereka. Di dalam Alquran disebutkan bahwa para nabi diutus selain untuk menyembah Allah (QS: an-Nahl 36), ialah:
1-Mengajari dan mendidik umat:
لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنينَ إِذْ بَعَثَ فيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي‏ ضَلالٍ مُبينٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan utusan) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS: Al Imran 164)
2- Untuk memberi keputusan tentang perkara yang mereka perselisihkan:
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مُبَشِّرِيْنَ وَ مُنْذِرِيْنَ وَ أَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ وَ مَا اخْتَلَفَ فِيْهِ إِلاَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوْهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَ اللهُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
“Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan akibat meluasnya kehidupan sosial), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.. Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS: al-Baqarah 213)
3-Menegakkan keadilan di tengah Masyarakat:
لَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلَنا بِالْبَيِّناتِ وَ أَنْزَلْنا مَعَهُمُ الْكِتابَ وَ الْميزانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia bertindak adil..” (QS: al-Hadid 25)
Dengan memperhatikan tujuan-tujuan tersebut, terkadang tujuan mereka berkenaan dengan perkara vertikal, yakni tauhid dan ubudiyah. Terkadang pula berkaitan dengan perkara horisontal, yakni mendidik, menegakkan keadilan dan memutuskan masalah yang diperselisihkan. Semua ini merupakan tugas dan peran yang dimainkan oleh ulama sebagai pewaris para nabi as.

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT