Wilayah dalam Islam memiliki peran sentral dan krusial. Dalam berbagai riwayat, wilayah disebut sebagai salah satu pilar fundamental Islam. Imam Baqir as menyatakan, “Islam ditegakkan di atas lima pilar: salat, zakat, puasa, haji, dan wilayah. Islam tidak pernah mengajak manusia kepada hal seperti saat mengajak mereka untuk berwilayah.”
Zurarah bertanya kepada Imam Baqir as, “Manakah yang paling utama di antara lima ini?” Imam menjawab, “Wilayah lebih utama karena ia adalah kunci keempat pilar lainnya. Wali adalah penuntun manusia menuju keempat hal tersebut.” (Al-Kafi, 1/18)
Wilayah memiliki makna mengurus dan bertanggung jawab atas urusan orang lain. Istilah “wali” digunakan untuk orang yang bertanggung jawab atas orang lain, seperti wali anak atau wali dari orang yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Kata “wali” juga berasal dari konsep ini. Pemimpin, walikota, atau gubernur juga disebut sebagai wali karena mereka bertanggung jawab atas urusan warga dan warga diharapkan untuk patuh pada perintah mereka. Dengan makna ini, Nabi saw juga dianggap memiliki wilayah atas umatnya karena beliau bertanggung jawab atas urusan dan kewenangan mereka.
Allah berfirman: “Nabi memiliki keutamaan atas orang-orang mukmin dalam diri mereka.” (QS. al-Ahzab: 6)
Kata “mawla” juga memiliki akar kata yang sama. Oleh karena itu, dalam khutbah Ghadir, Rasulullah saw bertanya, “Bukankah aku memiliki keutamaan atas kalian dalam urusan-urusan kalian?” Mereka menjawab, “Benar.” Rasulullah saw kemudian berkata, “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya (mawlahu), maka Ali adalah pemimpinnya.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, jil. 5, hal. 229)
Para sahabat terkemuka seperti Umar bin Khaththab juga hadir dalam peristiwa Ghadir dan menyaksikan penobatan Imam Ali as sebagai pemimpin, mereka juga memahami makna di atas. Umar bin Khaththab bahkan berkata kepada Imam Ali as, “Selamat bagimu, wahai Ali, engkau telah menjadi pemimpin bagi setiap pria dan wanita beriman.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, jil. 5, hal. 229)
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa wilayah adalah sebuah posisi eksekutif, bukan hanya sebuah posisi keagamaan semata.
Ayatullah Ibrahim Amini, Alfabet Islam