Sejarah manusia adalah panggung abadi pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara kaum tertindas dan penguasa zalim. Di zaman kita, wajah kebatilan yang paling nyata terjelma dalam rezim Zionis, entitas yang berdiri di atas penindasan, pengusiran, dan darah rakyat Palestina. Meski bertahan berkat dukungan kekuatan arogan dunia, terutama Amerika Serikat, Imam Khamenei menegaskan bahwa pintu perlawanan tidak pernah tertutup. Umat Islam masih memiliki instrumen nyata untuk menghadapi musuh ini: memutus seluruh hubungan ekonomi dan politik dengan rezim Zionis, hingga mereka benar-benar terasing dan terhina di hadapan dunia.
Zionis: Rezim Paling Terhina dan Terasing
Dalam pertemuan dengan Presiden dan jajaran kabinet pada 7 September 2025 di Husainiyah Imam Khomeini, Imam Khamenei menggambarkan rezim Zionis sebagai “rezim paling terhina dan terisolasi di dunia.”
Kehinaan itu bukan sekadar penilaian emosional. Fakta membuktikan, keberadaan Zionis sepenuhnya bergantung pada suplai senjata, dana, dan perlindungan diplomatik dari kekuatan Barat. Tanpa dukungan eksternal, bangunan rapuh itu tidak akan mampu bertahan.
Karena itu, Imam Khamenei menekankan agar diplomasi negara-negara Islam berfokus pada pemutusan hubungan dengan Zionis, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Isolasi total adalah langkah nyata untuk menekan dan melemahkan musuh.
Jalan Perlawanan Selalu Terbuka
Ada yang beranggapan bahwa menghadapi Zionis adalah sia-sia, karena dukungan global terhadap mereka begitu besar. Namun Imam Khamenei menepis pandangan pesimistis itu.
Beliau menegaskan bahwa perlawanan tidak pernah buntu. Perlawanan bisa hadir dalam bentuk senjata, diplomasi, boikot, maupun gerakan budaya. Ketika umat Islam sepakat untuk menutup pintu normalisasi, rezim Zionis akan semakin terjepit.
Lebih dari sekadar strategi politik, pesan ini adalah peneguhan harga diri. Selama umat Islam menolak tunduk, kehinaan tidak akan menimpa mereka. Sebaliknya, menerima kompromi berarti merelakan diri tenggelam dalam arus kehinaan yang diciptakan musuh.
Bangun Kekuatan dari Dalam
Selain isu Palestina, Imam Khamenei mengingatkan bahwa kekuatan sejati sebuah bangsa tidak lahir dari belas kasihan pihak luar. Ia harus dibangun dari dalam, dari semangat rakyatnya sendiri.
Musuh, kata beliau, berusaha menjebak bangsa-bangsa dalam kondisi “la harb wa la silm”—tidak perang, tidak damai. Situasi menggantung semacam ini sangat berbahaya karena melemahkan semangat perjuangan dan melumpuhkan energi bangsa.
Jalan keluarnya adalah bekerja dengan semangat, menumbuhkan harapan, dan menghidupkan persatuan. Kekuatan sejati suatu bangsa bukan hanya pada senjata atau sumber daya, tetapi pada semangat, persatuan, dan keteguhan hati rakyat.
Ekonomi, Energi, dan Peran Pemuda
Imam Khamenei menyinggung tantangan serius di bidang ekonomi—mulai dari keterbatasan teknologi, penyusutan sumber daya, hingga pasar global yang dikuasai kekuatan besar. Namun beliau tidak berhenti pada kritik semata, melainkan menawarkan arah solusi: libatkan generasi muda yang terdidik, kreatif, dan penuh semangat.
Generasi muda, dengan kecerdasan dan keberanian mereka, memiliki kemampuan untuk melampaui keterbatasan. Mereka dapat memperbarui teknologi yang ketinggalan zaman, menciptakan inovasi yang membebaskan umat dari ketergantungan pada pihak asing, serta memperluas jangkauan pasar dengan ide dan gagasan baru. Lebih dari itu, mereka mampu membangun model pembangunan baru yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga selaras dengan keadilan sosial dan nilai-nilai spiritual.
Pesan ini sejatinya tidak hanya berlaku bagi Iran, melainkan untuk seluruh dunia Islam—bahkan bagi bangsa-bangsa lain yang tengah mencari jalan keluar dari hegemoni global. Dunia Islam, dengan populasi anakanak muda yang melimpah, sesungguhnya memegang aset terbesar untuk kebangkitan. Namun potensi itu akan sia-sia bila pemuda hanya dijadikan konsumen budaya asing atau tenaga kerja murah di bawah sistem kapitalisme global. Mereka harus tampil sebagai penggagas perubahan, perancang masa depan, dan pemimpin peradaban.
Imam Khamenei menegaskan bahwa pemuda tidak boleh sekadar menjadi penonton sejarah. Mereka adalah ujung tombak kebangkitan, motor penggerak yang mampu membawa umat keluar dari krisis—baik krisis ekonomi, politik, maupun budaya. Masa depan umat sepenuhnya bergantung pada seberapa jauh generasi muda berani mengambil peran, menolak ketundukan pada sistem zalim, dan membangun tatanan baru yang adil.
Warisan Imam Khomeini: Islam sebagai Fondasi
Lebih jauh, Imam Khamenei mengingatkan kembali prinsip mendasar revolusi: Islam adalah pondasi. Tujuan-tujuan Ilahi, hukum-hukum syariat, dan cita-cita suci Islam adalah ruh dari sistem ini.
Sejak awal, Imam Khomeini menekankan bahwa revolusi Islam bukan sekadar gerakan politik. Ia adalah proyek Ilahi, bersumber dari ajaran Nabi Muhammad saw dan para Imam Ahlulbait as. Karena itu, siapa pun yang mencoba mengaburkan prinsip ini berarti telah menyimpang dari garis lurus revolusi.
Pidato Imam Khamenei pada 7 September 2025 adalah peta jalan perlawanan umat: di satu sisi, isolasi total terhadap rezim Zionis; di sisi lain, pembangunan kekuatan internal bangsa. Strategi ganda ini menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh menyerah pada keadaan. Selama iman tetap menyala, selama persatuan terjaga, dan selama pemuda tampil di garda terdepan, pintu perlawanan akan selalu terbuka.
Seperti ditegaskan Imam Khamenei: selama umat menolak tunduk pada kezaliman, maka masa depan akan tetap dimenangkan oleh kebenaran.
Dielaborasikan dari website resmi Imam Khamenei.ir