Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Zuhair bin Al-Qain: Lidah Kebenaran dan Pedang Keberanian

Zuhair bin Al-Qain bukanlah sosok asing di tengah masyarakat Kufah. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin dari kabilah Bajilah yang disegani, seorang prajurit yang tangguh, dan orator yang cakap. Dalam sejarah politik Kufah, ia termasuk pendukung khalifah Utsman bin Affan dan karena itu dikenal sebagai seorang Utsmani. Namun takdir mempertemukannya dengan Imam Husain bin Ali as. Pertemuan itu bukanlah kebetulan, melainkan panggilan ilahi yang mengubah seluruh arah hidupnya.

Ketika Imam Husain memutuskan meninggalkan Makkah pada hari Tarwiyah menuju Kufah, rombongan Zuhair bin Al-Qain secara tidak langsung berjalan mengikuti langkah-langkah sang cucu Nabi. Mereka berhenti saat Imam Husain berhenti, dan beristirahat saat beliau beristirahat. Hal ini menimbulkan kegelisahan dalam rombongan Zuhair. Mereka tak tahu maksud perjalanan ini, hingga pada suatu ketika, seorang utusan Imam Husain mendatangi Zuhair dan menyampaikan undangan Imam untuk berbicara.

Awalnya Zuhair tampak enggan. Namun dorongan istrinya, Dalham binti Amr, yang dikenal sebagai pecinta Ahlul Bait, menjadi cahaya penunjuk. Ia berkata, “Wahai Zuhair, putra Rasulullah memanggilmu. Apakah kau tidak akan menemuinya? Subhanallah! Bukankah sudah sepantasnya kamu segera menghadap untuk mendengarkan apa yang akan disampaikannya, lalu kembali lagi kemari?”

Zuhair pun beranjak menemui Imam. Ketika kembali dari pertemuan itu, wajahnya bercahaya dan penuh kebahagiaan. Ia lalu segera memerintahkan agar barang-barangnya dipindahkan ke perkemahan Imam Husain. Ia menceraikan istrinya dengan alasan keselamatan, karena ia telah memilih jalan perjuangan yang mungkin berujung pada kesyahidan. Kepada para pengikutnya, ia berkata, siapa yang ingin ikut denganku, silakan. Siapa yang keberatan, maka inilah perpisahan kita.

Zuhair adalah saksi sejarah atas perang di Balanjar yang dipimpin oleh Salman al-Farisi. Di sana, ia mendengar ucapan Salman yang kelak membekas dalam dirinya. Salman berkata, “Apabila usia kalian sampai pada masanya putra-putra Rasulullah beranjak dewasa maka bergembiralah dengan keikutsertaan kalian berjuang bersama mereka, melebihi kegembiraan kalian saat ini.”

Di sepanjang perjalanan menuju Karbala, Zuhair tampil sebagai pembela sejati Imam Husain. Ketika rombongan dihadang oleh pasukan Al-Hurr bin Yazid, Zuhair menyarankan agar mereka dilumpuhkan lebih dulu. Namun Imam menolaknya. “Aku tidak akan memulai pertempuran,” ujar Imam. Zuhair tunduk penuh hormat.

Saat pengepungan terjadi di Karbala, dan malam kesembilan Muharram pun tiba, Imam mengizinkan para sahabatnya untuk pergi. Zuhair justru menyatakan tekadnya yang tak tergoyahkan, “Demi Allah, aku lebih suka terbunuh lalu dihidupkan kembali, lalu terbunuh lagi demikian seterusnya sampai seribu kali, untuk menghalangi orang-orang yang akan membunuhmu dan Ahlul Baitmu.” Imam pun mendoakannya penuh kasih, “Semoga Allah merahmatimu wahai Zuhair.”

Pada pagi hari Asyura, Zuhair mengambil posisi sebagai komandan sayap kanan pasukan kecil Imam Husain. Di hadapan masyarakat Kufah yang telah berkhianat, ia naik kuda dan menyampaikan khutbah yang menggetarkan. “Wahai masyarakat Kufah, aku peringatkan kalian dengan azab Allah… Sesungguhnya Allah menguji kita semua dengan keturunan Nabi Muhammad. Kami mengajak kalian semua untuk membelanya dan melawan kezaliman Yazid dan Ubaidillah bin Ziyad.”

Namun ia hanya dibalas dengan cemoohan. Zuhair tidak goyah. Ia berkata kepada Syimmir, “Apakah kau akan menakuti kami dengan maut? Demi Allah, mati bersama Husain lebih aku sukai daripada hidup bersama kalian.”

Salah seorang sahabatnya berkata, “Wahai Zuhair, Abu Abdillah memanggilmu. Demi umurku, kalangan keluarga Firaun yang beriman telah menasihati kaumnya, engkau pun telah menyampaikan kebenaran kepada mereka.”

Ketika pertempuran dimulai, Zuhair maju dengan gagah, menerjang barisan musuh dengan pedangnya, bersyair, “Aku Zuhair putra Al-Qain, demi Al-Husain aku akan menumpas kalian dengan pedangku ini.” Ia melindungi Imam Husain dari serangan musuh dan bertarung hingga gugur syahid setelah menewaskan lebih dari seratus musuh. Kutsair bin Abdillah dan Muhajir bin Aus dari pihak musuh mengepung dan membunuhnya.

Imam Husain mendatangi jenazahnya, menundukkan kepala dan berdoa, “Semoga Allah merahmatimu wahai Zuhair, dan semoga Allah melaknat para pembunuhmu dengan laknat yang diturunkan kepada orang-orang yang dirubah menjadi monyet dan babi.”

Zuhair bin Al-Qain adalah simbol transformasi dan keberanian. Ia adalah saksi hidup bahwa kebenaran dapat menyapa siapa pun yang bersedia membuka mata hatinya. Ia mengukir namanya sebagai pelindung suci Ahlul Bait dalam sejarah Islam, dan tetap dikenang dalam doa ziarah para pecinta Imam Husain.

Pendapat para tokoh pun menguatkan kemuliaan sosok Zuhair. Sayid Musa al-Sadr memujinya sebagai “simbol keberanian yang lahir dari kejernihan kesadaran.” Dalam satu ceramahnya ia berkata, “Zuhair adalah bukti bahwa akal dan hati, bila mendengar seruan ilahi, dapat melahirkan manusia baru, bukan hanya pembela kebenaran, tapi pewaris nur kenabian.”

Syekh Abbas Qummi dalam Maqatil-nya menuliskan Zuhair sebagai salah satu sahabat yang berdiri di barisan terdepan, bahkan dalam pelaksanaan shalat di medan tempur, ia dan Sa’id bin Abdullah melindungi Imam dari hujan panah. Sementara dalam Bihar al-Anwar, Imam Ja’far as-Shadiq meriwayatkan bahwa para sahabat seperti Zuhair akan menyertai Imam Mahdi di akhir zaman sebagai contoh loyalitas tanpa batas.

Di dalam kitab Ziarah al-Shuhada, nama Zuhair disebut sebagai salah satu syuhada utama Karbala, yang layak diberikan salam setiap kali peziarah menapakkan kaki di tanah suci itu. Tidak berlebihan jika banyak ulama menyebut Zuhair sebagai “lidah Karbala,” karena khutbahnya sebelum pertempuran adalah ekspresi keberanian ruh yang jarang ditandingi.

Zuhair telah syahid, tapi namanya tetap hidup, menjadi panji keberanian dan petunjuk bagi mereka yang ragu dalam memilih jalan kebenaran.


Catatan Kaki:

  1. Sayid Musa al-Sadr, Mukhtarat Min Khutbah Asyura.
  2. Lihat pula www.almuntazar.in dan www.shafaqna.com untuk artikel biografi singkat dan naratif tentang Zuhair bin Al-Qain.
Share Post
No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.