Suatu hari rombongan yang terdiri dari tiga anggota Dewan Syura ABI (Ust. Husein Shahab, Ust. Miqdad dan Ust. Abdullah Beik) melakukan kunjungan resmi ke Buya Syafii.
Dalam pertemuan itu beliau mengemukakan beberapa pandangan positif tentang Syiah dan Iran. Prof Syafii Maarif sangat optimistis dan mendambakan berdirinya peradaban baru Islam di dunia dengan bersatunya para ulama terkemuka Sunni dan Syiah.
Ketika tiba waktu shalat Maghrib beliau ikut shalat berjamaah dipimlpin oleh Ust Husein Shahab.
Usai shalat, rombongan berencana untuk menunda shalat isya demi menghormati beliau. Tapi justru beliau sendiri bilang “lanjutkan saja shalat isya. Saya akan ikut.” Beliau pun ikut bermakmum shalat isya’.
Indonesia punya banyak ulama dan intelektual tapi hanya sebagian yang melegenda karena konsisten memproduksi visi keislaman kontemporer dan gigih memperjuangkan modrasi dan toleransi dengan segala risiko berat yang dihadapinya.
NU beruntung karena diberi anugerah seorang Gus Dur dan Muhammadiyah patut bersyukur karena diberi karunia seorang Buya Syafii. Kepergian dua tokoh agung ini adalah duka besar bagi bangsa Indonesia. Bagi kaum minoritas di tengah arus intoleransi yang kian kuat, wafat beliau setelah wafat Gus Dur adalah tragedi keyatiman.
Selamat jalan, Buya…