Oleh: Dr. Muhsin Labib
Umat Muslim memang menolak klaim tentang Jesus sebagai putera Tuhan, Tapi Jesus diyakini sebagai manifestasiNya. Pandangan ini berlaku juga atas Muhammad yang diyakini sebagai manifestasi utamaNya. Artinya, mengagungkan Muhammad tak niscaya melucuti aspek humanitasnya. Umat Islam mengimani kenabian Muhammad Saw dan meyakini posisi sebagai nabi termulia tapi juga meyakininya sebagai hamba. Dengan segala keagungannya, dia tetaplah hamba.
Afinitas (kesenyawaan) atau sinkhiyah yang berlaku dalam fisika (sains) dan metafisika (filsafat). Dalam sains afinitas adalah hukum yang membentuk ikatan kimia dengan unsur atau senyawa lain. Dalam filsafat dan gnositika, afinitas menetapkan bahwa cahaya hanyalah cahaya, bahwa yang suci tak bersenyawa dengan tak suci, tidak ada koneksi langsung antara yang ada dan tiada secara substansial, antara Mahasuci dan Mahakotor.
Hubungan langsung antara dua entitas yang berbeda diametrikal meniscayakan paradoks.
Filosof-filosof dari Socrates, Plato, dan Aristoteles lalu Kindi, Farabi, dan Ibn Sina sampai Suhrawardi dan Sadra berusaha menyelesaikan isu koneksi ini. Mistikus-mistikus seperti Ibn Arabi, Hallaj, Bustami, Rumi hingga Khomeini mengkonfirmasi gradasi tajalli untuk menyelesaikan isu koneksi ini.
Hukum relativitas juga menetapkan keniscayaan jarak eksistensial antar entitas-entitas. Karena jarak-jarak itulah sebuah dual polar media diperlukan.
Media yang berposisi sebagai konektor itu mesti :
1. Memuat dua sisi relasi dan arus. Andai tidak, gugurlah fungsinya sebagai media dan konektor dua arus yang belainan.
2. Berbeda dengan dua entitas yang dihubungkannya. Andai sama, ia bukan konektor. Bila bukan konektor, ia memerlukan konektor juga.
3. Bukan Tuhan. Andai dia gugurlah fungsinya sebagai konektor dan tak terhubung dengan selainNya secara langsung.
4. Memiliki dua karakteristik berbeda dengan yang mutlak dan yang nisbi. Ia mutlak sekaligus nisbi. Ia transenden juga immanen.
Andai tak menghimpun dua arus kemutlakan dan kenisbian, ia pastilah nisbi semata. Bila nisbi semata, ia memerlukan konektor lagi dan seterusnya.
5. Manusia. Andai bukan manusia, ia tidak jadi konektor karena konektor haruslah lebih sempurna secara eksistensial dari yang memerlukannya, yaitu manusia.
6. Manusia sempurna. Bila bukan manusia sempurna, ia tidak jadi konektor bagi manusia sederajat dengannya yang juga tak sempurna. Karena insan sempurna, ia punya sesuatu yang tak dimiliki insan-insan tak sempurna. Andai memiliki sesuatu yang juga dimiliki insan-insan tak sempurna, ia tak sempurna. Karena dialah insan paling sempurna, maka dialah makhluk paling sempurna. Karena makhluk paling sempurna, dialah konektor utama .Karena dialah konektor yang mahasempurna mengkoneksikan wujudNya dengannya. Karena berkoneksi dengan mahasempurna, ia senyawa secara eksistensial denganNya
Kalimat syahadah yang lengkap memuat iman kepads kehambaannya sebelum iman kepada kerasulannya, “Asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh”. Muhammad Saw adalah entitas immanen yang menyejarah sebagai manusia sekaligus transenden sebagai manifestasi eksternal nama-nama dan sifat-sifat Tuhan.
Sebagai kombinasi imanensi dan transendensi, Muhammad Saw adalah manusia sempurna yang merupakan cahaya kedua yang bersih dari perilaku yang bertentangan dengan citra kesucian.
Dalam kesadaran mistikal yang berbasis aksioma filsafat, ia bukan hanya sebuah entitas personal yang pernah hadir dalam sebuah etape masa, namun ia adalah entitas impersonal yang eksistensial. Karena itulah shalawat menjadi penting.
Salawat semula adalah bentuk plural dari shalat. Dalam bahasa Indonesia salat dimaknai berbeda salawat. Ia adalah salah satu zikir. Secara populer ia didefinisikan sebagai doa untuk Nabi Muhammad. Ia wajib diucapkan dalam salat dan dianjurkan diucapkan di luar salat.
Salat dapat dibagi 3; ritual, verbal, dan eksistensial. Salat sebagai ritus adalah ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.Salat sebagai zikir adalah ucapan salawat. Sedangkan salat secara eksistensial adalah salat memuat 2 huruf dasar ص dan ل yang bermakna sambungan seperti silaturahmi (صلة الرحم). Itu berarti salat adalah koneksi.
Karena yang mahasuci dan makhluk abstrak berkoneksi (يصلون) dengan konektor, manusia-manusia tak sempurna lainnya berkoneksi denganNya melalui dia.
Setelah terkoneksi, ia lakukan keberserahan kepada konektor karena dialah akibat perdana disusul jejiwa suci dibawahnya dalam gradasi wujud.
Salawat kepada insan sempurna dan insan-insan sempurna yang dibawahnya bukan sekadar suara menguap tapi deklarasi konektivitas eksistensial. Insan sempurna itu adalah manifestasi dan penampakan sifat dan asmaNya seperti aziz, ra’uf, rahim dan lainnya. Dia bersanding denganNya selalu.
Muhammad dihadirkan, agar Tuhan yang takkan sama dengan manusia dan manusia yang takkan sama dengan Tuhan, sebagai entitas interval yang menghubungkan humanitas yang transenden dengan divinitas yang immanen, supaya Ia dekat dengan kita, untuk ditiru dan diteladani, bukan diturunkan dan diimaginasikan sesuai standar estetika fisikal dalam temporalitas dan mortalitas.Ia adalah asma’ dan sifatNya. Dia adalah Dia dalam dimensi zhuhurNya.