Etika berpuasa di bulan Ramadhan melibatkan lebih dari sekadar menahan diri dari makan dan minum; ia juga mencakup menjaga diri dari perbuatan dan perkataan yang dapat membatalkan puasa. Kualitas ibadah puasa seseorang diukur tidak hanya dari menahan lapar, tetapi juga dari menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Berikut beberapa hadis yang menekankan pentingnya etika selama berpuasa di bulan Ramadhan.
Wara dari berbagai hal yang diharamkan Allah
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang anggota tubuhnya tidak berpuasa dari berbagai hal yang diharamkan Allah, maka tidak berguna lagi meninggalkan makanan dan minuman karena-Ku.”
Imam Ali as berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah saw, apa amal-amal terbaik pada bulan ini?’ Beliau saw menjawab, ‘Wahai Abal-Hasan, amal-amal terbaik pada bulan ini adalah menjauhkan diri dari berbagai hal yang diharamkan Allah.'” (Al-Kafi, 4/72, hadis ke-3)
Imam Muhammad Baqir as berkata, “Rasulullah saw bersabda kepada Jabir bin Abdullah, ‘Wahai Jabir, ini adalah bulan Ramadan, barang siapa yang berpuasa pada siang harinya dan salat pada malam harinya, menjaga perut dan kemaluannya serta menahan lisannya, maka telah terbebas dari dosanya seperti berpisahnya dia dengan bulan ini.’ Jabir berkata, ‘Wahai Rasulullah saw, alangkah indahnya ucapan Anda ini!’ Rasulullah saw bersabda, ‘Wahai Jabir, betapa beratnya syarat-syarat ini!'” (Al-Iqbal, 1/76)
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang melihat seorang wanita hingga jelas baginya ukuran tulangnya, sementara dirinya dalam keadaan berpuasa, maka dia telah membatalkan puasanya.” (Ma’anil-Akhbar, hal. 41, hadis ke-95)
Sayidah Fathimah Zahra as berkata, “Tidak akan ada gunanya ibadah puasa seseorang yang berpuasa tetapi tidak menjaga lisan, pendengaran, dan penglihatan serta anggota tubuhnya.” (Biharul-Anwar, 96/295, hadis ke-25)
Menjauhi Ghibah
Rasulullah saw bersabda, “Seseorang yang berpuasa selalu dalam keadaan beribadah meskipun dalam keadaan tidur di atas ranjangnya; selama dirinya tidak mengumpat (ghibah) saudara Muslimnya.” (Fadhail al-Asyhar as-Tsalatsah, hal. 122, hadis ke-124)
Rasulullah saw bersabda, “Bila seseorang yang berpuasa melakukan ghibah, berarti telah membatalkan puasanya.” (Nashbur-Rayat, 2/482)
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang mengumpat (ghibah) seorang Muslim atau seorang Muslimah maka Allah tidak akan menerima salat dan puasanya selama empat puluh hari empat puluh malam, kecuali bila orang yang diumpatnya itu memaafkannya.” (Biharul-Anwar, 75/258, hadis ke-53)
Dalam Musnad Abi Ya’la, terdapat sebuah riwayat dari Ubaid, salah seorang pembantu Rasulullah saw yang berkata, “Dua orang perempuan sedang berpuasa. Pada saat bersamaan, keduanya mengumpat seseorang. Lalu Rasulullah saw memanggil keduanya dan menyediakan sebuah mangkuk besar (makanan untuk berbuka puasa). Beliau saw berkata kepada keduanya, ‘Muntahkanlah isi perut kalian!’ Keduanya kemudian memuntahkan nanah, darah, dan daging yang masih mentah. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ‘Kedua wanita ini berpuasa dari yang halal, tetapi membatalkan puasa dengan yang haram.'”
Menjauhkan diri dari mencaci maki
Imam Jafar Shadiq as menuturkan bahwa ayahanda beliau as menceritakan bahwasanya Rasulullah saw mendengar seorang wanita mencela pembantu wanitanya, padahal saat itu dirinya sedang berpuasa. Lalu Rasulullah saw memanggilnya dengan membawa makanan. Beliau saw berkata kepadanya, ‘Makanlah ini!’ Wanita itu berkata, ‘Aku sedang berpuasa, ya Rasulullah!’
Beliau saw berkata kepadanya, ‘Bagaimana Anda berpuasa sementara Anda mencaci-maki pembantu perempuanmu? Puasa bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan dan minuman saja, tetapi Allah juga menjadikannya selubung dari selain keduanya, berupa berbagai keburukan, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan yang dapat membatalkan puasa. Betapa sedikitnya yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang (hanya) berlapar-lapar (diri).” (Biharul-Anwar, 96/293, hadis ke-16)
Rasulullah saw bersabda, “Setiap hamba yang saleh ketika dimaki, akan berkata (kepada yang memakinya), ‘Aku sedang berpuasa, salam atasmu, aku tidak akan memakimu sebagaimana Anda memakiku.’ Maka Allah akan mengatakan kepadanya, ‘Hamba-Ku telah melindungi puasanya dari kejahatan hamba-Ku, maka Aku melindungi dia dari neraka.” (Al-Kafi, 4/88, hadis ke-5)
Rasulullah saw bersabda, “Jangan mencaci sementara kalian berpuasa. Jika ada yang mencacimu maka katakan, ‘Aku sedang berpuasa, atau kalau Anda sedang berdiri, duduklah.” (An-Nasai, as-Sunan al-Kubra, 2/241)
Menjauhkan diri dari berbohong
Imam Muhammad Baqir as berkata, “Berbohong itu akan membatalkan puasa, [begitu juga] pandangan yang haram dan kezaliman seluruhnya, baik sedikit atau banyak.” (Al-Iqbal, 1/195)
Menjauhkan diri dari riya
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang berpuasa tetapi bersikap riya, maka telah musyrik.” (Majma’ul-Bayan, 6/771)
Menjauhkan diri dari yang makruh
Rasulullah saw bersabda, “Puasa bukan hanya dari makan dan minum saja, tetapi juga dari bermain-main dan perkataan keji. Jika seseorang mencaci Anda atau berbuat jahil kepada Anda, maka katakan, ‘Aku sedang berpuasa.'” (Kanzul-‘Ummal, 8/507, hadis ke-23864)
Imam Ali Zainal Abidin as bersabda, “Salah satu doa beliau saw ketika memasuki bulan Ramadan, ‘Ya Allah! Ketika berpuasa pada bulan ini, bantulah kami dalam menjaga anggota tubuh kami dari melakukan kemaksiatan dan tolonglah kami dalam menggunakan anggota tubuh kami untuk segala yang Engkau ridai sehingga kedua telinga kami tidak terperosok dalam kesia-siaan, kedua mata kami tidak cenderung pada kesia-siaan, kedua tangan kami tidak menjulur kepada yang diharamkan, begitu juga kedua kaki kami tidak melangkah ke tempat yang terlarang, perut-perut kami tidak dipenuhi apa-apa kecuali dengan yang dihalalkan, lidah kami hanya mengucapkan kata-kata yang Engkau anggap layak, semua perilaku kami mendatangkan pahala-Mu, kami selalu saling memberi dengan segala hal yang tidak mendatangkan siksa-Mu.'” (Ash-Shahifah as-Sajadiyyah, hal. 166, doa ke-44)
Imam Jafar Shadiq as berkata, “Jika kalian berpuasa, maka puasakan juga telinga, penglihatan, dan kemaluan, serta lisanmu, jagalah mata kalian dari hal yang tidak dihalalkan untuk matamu, pendengaran kalian dari hal yang diharamkan untuk didengar, juga lisan kalian dari kebohongan dan kata-kata keji.” (Biharul-Anwar, jil.96, hal.295, hadis ke-25)
Imam Jafar Shadiq as berkata, “Puasa bulan Ramadan adalah fardu setiap tahun. Serendah-rendah pelaksanaan fardu puasa ini adalah tekad kuat di hati seorang mukmin bagi puasanya dengan niat yang benar, meninggalkan makan dan minum serta berhubungan suami-istri pada siang harinya, serta memelihara seluruh anggota tubuhnya dan menjaganya dari hal-hal yang diharamkan Allah, Tuhannya, dan mendekatkan diri dengan itu kepada-Nya. Jika semua itu dilakukan maka dia sudah menunaikan fardunya.” (Biharul Anwar, 96/394, hadis ke-25)