Jika seseorang sadar bahwa “kuda liar” (hawa nafsu) ini membutuhkan makanan, maka ia dapat menundukkannya. Kalau Anda ingin menunggangi seekor kuda, maka Anda harus tahu bahwa kuda itu memerlukan gandum dan jerami. Jika Anda tidak memberinya makan, maka kuda itu tidak akan memberikan kenyamanan pada saat Anda menungganginya.
Ketika seseorang kehilangan salah satu anggota badannya, maka ia juga kehilangan satu bagian dari akalnya. Akal yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat. Apabila seseorang menderita kelemahan mental, maka ia tidak dapat berpikir dan tidak dapat mendidik anaknya.
Seseorang yang menderita kelemahan fisik tidak dapat menunaikan salat malam dan tidak dapat bekerja di pasar untuk kepentingan dirinya dan kepentingan orang lain. Sebagaimana ia harus menjaga dan memperhatikan rohaninya, maka ia juga harus menjaga jasmaninya. Sampai di sini, tidak ada kerumitan dalam hal ini menurut pendapat para fukaha, para ulama akhlak, Al-Qur’an, dan hadis.
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah mengambil manfaat dari dunia. Namun, kita tidak boleh memiliki ikatan dan ketergantungan padanya. Perjalanan spiritual menuju Allah tidak serasi dengan ketergantungan pada dunia. Al-Qur’an menyatakan bahwa terdapat orang-orang yang menempuh perjalanan suci kepada Allah. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang berada di tengah-tengah manusia. Mereka bekerja dan berusaha. Namun, perdagangan mereka ini tidak melalaikan mereka dari berzikir kepada Allah, yaitu mereka tidak bergantung padanya.
Mereka bertasbih di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya…. (QS. an-Nur: 36).
Al-Qur’an menyatakan bahwa mereka adalah tubuh-tubuh yang suci, yang memiliki kedudukan terpuji dan tinggi. Mereka berjalan dan mencapai tujuan. Mereka berada dalam pengawasan Allah dan mereka melihat Allah hadir dan selalu memandang mereka.
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak [pula] oleh jual beli dari mengingat Allah…. (QS. an-Nur [24]: 37).
Mereka bekerja dan berdagang di pasar, tetapi perdagangan itu tidak menjadi belenggu bagi mereka. Mereka berada di tengah-tengah manusia, tetapi manusia, sahabat-sahabat, dan kekasih-kekasih tidak menjadi belenggu bagi mereka. “Perniagaan tidak melalaikan mereka ….” Perniagaan di sini merupakan perumpamaan. Artinya, tidak ada sesuatu pun yang melalaikan mereka dari Allah. Mereka berada di tengah-tengah manusia, tetapi manusia tidak melalaikan mereka dari Allah. Ketika tiba waktu salat, mereka pun mendirikan salat. Setelah itu, mereka pun memperhatikan pekerjaan-pekerjaan lain pada waktunya.
Mereka takut terhadap suatu hari yang pada hari itu hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. an-Nur: 87).
Mereka memikirkan akhirat, alam kubur, alam Barzakh, Padang Mahsyar, surga, dan neraka. Al-Qur’an mengatakan, “Kamu harus ada di dunia.” Dunia menghidupkan kita. Naluri dan kecenderungan mengantarkan kita pada kedudukan yang tinggi. Namun, kita harus berhati-hati agar jangan bergantung dan terikat padanya.
Di sini, Al-Qur’an menekankan pentingnya menjalani kehidupan di dunia dengan penuh kewaspadaan terhadap perilaku boros dan mubazir. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa golongan yang suka berlebihan dan melakukan pemborosan akan menghadapi kesengsaraan pada hari kiamat. Mereka yang hidup dalam kemewahan dunia akan berakhir dalam neraka Jahanam, tempat yang paling buruk.
Para ulama akhlak menjelaskan bahwa perilaku berlebihan dan mubazir tidak hanya merugikan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Islam menegaskan agar kita menjauhi perilaku berlebihan, sia-sia, dan pemborosan. Ghibah, fitnah, mengadu domba, serta perilaku tidur dan makan berlebihan adalah contoh-contoh perilaku yang dicela dalam Islam.
Islam mendorong keseimbangan dalam segala hal. Terdapat larangan terhadap perilaku yang berlebihan maupun yang kurang, baik dalam makanan, tidur, maupun pembicaraan. Keseimbangan ini menjadi kunci untuk mencapai tujuan Islam dalam kehidupan. Manusia harus memuaskan kebutuhan materi mereka secara seimbang, menghindari sikap berlebihan, dan tidak mendahulukan diri sendiri daripada Allah dan Rasul-Nya.
Islam juga menekankan pentingnya memuaskan naluri dengan cara yang halal. Ayat dalam Al-Qur’an menegaskan pentingnya berpenampilan yang baik dan bersih di hadapan masyarakat, namun juga menekankan bahwa kelebihan tidak disenangi oleh Allah. Rasulullah saw sendiri menjaga penampilannya dan mendorong umatnya untuk berpenampilan yang baik. Maka dari itu, seorang yang beriman seharusnya menjaga penampilannya saat memasuki tempat ibadah, menunjukkan penghargaan dan kebersihan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Kesimpulannya, Islam menegaskan pentingnya menjalani kehidupan dengan keseimbangan, menjauhi perilaku berlebihan dan pemborosan, serta memuaskan naluri dengan cara yang halal. Ini merupakan bagian dari ajaran Islam yang mengarah pada kehidupan yang sehat, berkelimpahan, dan bermakna baik bagi individu maupun masyarakat.
Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah menyediakan segalanya bagi orang beriman, baik di dunia maupun akhirat. Namun, perbuatan dosa dan kemusyrikan dilarang. Islam mengajarkan pemenuhan naluri secara halal dan menolak perbuatan dosa serta kemusyrikan. Perempuan dalam Islam harus menjaga kehormatan dan tidak mempertontonkan kecantikannya kecuali kepada muhrimnya. Mengada-adakan sesuatu yang tidak diketahui atau menyimpang dari ajaran agama sangat dilarang.
Islam menekankan pemenuhan naluri dengan baik dan menjauhi perbuatan dosa serta kemusyrikan. Manusia memiliki dimensi materi dan spiritual yang perlu seimbang. Keimanan emosional menjadi kunci untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya keyakinan rasional semata. Keimanan ini dapat diperoleh melalui perjalanan spiritual dan ikatan yang kuat dengan Allah. Pemuda perlu memperkuat keimanan untuk menguasai diri dan menjaga diri dari godaan serta mencapai kesempurnaan spiritual.
*Disarikan dari buku karya Ayatullah Husain Mazahiri – Mengendalikan Naluri