Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pentingnya Nubuwah dan Imamah: Menjaga Kontinuitas Kepemimpinan Ilahi

Nubuwah dan Imamah adalah dua konsep penting dalam Islam yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun saling melengkapi. Nubuwah merujuk pada kenabian, sedangkan Imamah pada kepemimpinan. Nabi adalah utusan Ilahi yang diutus untuk menyampaikan wahyu dan pedoman Ilahi kepada umat manusia. Imam, sebaliknya, adalah pemimpin yang ditunjuk untuk mengawasi, membimbing, dan menjaga ajaran Islam.

Kedua konsep ini, Imamah dan Nubuwah, merupakan ketentuan dan keadaan yang berbeda. Banyak Nabi hanya menyampaikan wahyu tanpa menjadi Imam. Demikian pula, para Imam dari Ahlulbait bukanlah Nabi. Namun, Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw adalah contoh dari mereka yang berperan sebagai Nabi dan Imam sekaligus.

Al-Qur’an menyebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 124: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia,” yang merujuk kepada Nabi Ibrahim as. Ini menunjukkan bahwa meskipun peran kenabian berakhir, kepemimpinan Ilahi dalam bentuk Imamah tetap berlanjut.

Dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh banyak perawi dari Syi’ah dan Sunni, Nabi saw bersabda: “Aku tinggalkan di antara kalian dua hal yang berharga: Kitabullah dan keturunanku yang terpilih.”

Meskipun pemerintahan dan politik Islam sering menyimpang dari arah yang seharusnya, para Imam Ahlulbait tetap melindungi dan menjaga warisan spiritual Islam. Warisan ini tetap aman meskipun kekhalifahan Islam mengalami kemerosotan.

Islam adalah panduan hidup yang mencakup semua aspek duniawi dan rohani. Islam adalah sistem sosial dan politik yang melindungi spiritualitas dan moralitas. Ketika pemerintahan menyimpang dari ajaran Islam, lembaga kekhalifahan hanya menjadi formalitas tanpa ruh ketakwaan, kejujuran, keadilan, dan cinta. Pada masa Bani Umayah, ilmu yang benar dihinakan dan formalitas luar menjadi fokus utama, memisahkan agama dari lembaga politik.

Pemisahan ini adalah ancaman terbesar bagi Islam. Selama masa Abu Bakar dan Umar, agama dan lembaga politik masih berjalan bersama, meskipun pemisahan mulai terlihat. Imam Ali sering mengoreksi kesalahan Umar, menunjukkan pentingnya menjaga hubungan antara agama dan politik.

Islam menekankan pentingnya lembaga politik untuk melindungi warisan spiritualnya, termasuk tauhid, keutamaan nilai-nilai spiritual dan moral, keadilan sosial, persamaan, dan menghargai perasaan manusia. Jika kulit dipisahkan dari inti, keduanya akan hancur.

Para Imam melindungi warisan spiritual Islam dengan menjauhkan diri dari lembaga kekhalifahan. Imam Husain as menekankan bahwa Islam adalah ketakwaan, mengenal Allah, dan pengorbanan diri, bukan nilai-nilai yang diperkenalkan oleh Khalifah Umayah. Para Imam mendesak umat untuk berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Mereka menunjukkan ketakwaan praktis, kezuhudan, kepedulian sosial, dan kebajikan.

Imam Musa al-Kazhim as mengawasi istana Harun al-Rasyid, dan Imam Ali Ridha as menunjukkan sifat rendah hati dan kebersahajaan. Falsafah spiritual Islam yang dijunjung oleh para Imam menekankan pentingnya menjaga warisan moral dan spiritual Islam serta mengawetkan intinya, meskipun kulit luarnya mungkin rusak atau hilang.

Sanad dari hadis tsaqalain ini mutawatir, artinya diriwayatkan oleh banyak perawi yang tidak tercela. Susunan katanya beragam, tetapi yang paling umum adalah:

“Aku tinggalkan di antara kalian dua hal yang berharga: Kitabullah dan para keturunanku yang terpilih (ithrahku). Selama kalian menaati mereka, kalian tidak akan pernah tersesat. Mereka tidak akan pernah berpisah satu sama lain hingga mereka menjumpaiku di al-Haud.”

Kenapa para keturunan Nabi disebut tsaqal?

Para keturunan Nabi yang terpilih disebut tsaqal karena mereka dianggap sebagai warisan berharga yang harus dijaga dan diikuti.

Kenapa Al-Qur’an disebut tsaqal yang besar dan Ahlulbait Nabi tsaqal yang kecil?

Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa salah satu dari tsaqalain lebih besar dari yang lain. Nabi saw menjelaskan bahwa “Kitabullah” adalah yang besar karena satu sisi berada di tangan Allah dan sisi lain berada di tangan umat, sedangkan keturunan Nabi adalah tsaqal yang kecil.

Nabi saw memastikan bahwa keduanya tidak akan terpisah. Ketaatan kepada salah satu dari mereka tidak dapat dipisahkan dari ketaatan kepada yang lain. Mereka tidak dapat dipisahkan dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an saja sudah cukup atau bahwa riwayat Ahlulbait sudah cukup.

Nabi saw menjamin bahwa orang-orang yang benar-benar menaati kedua tsaqal ini tidak akan pernah tersesat. Kemunduran dan penyimpangan umat Islam dimulai ketika mereka mencoba memisahkan kedua tsaqal ini.

Imam Ali as berkata kepada Kumail: “Ilmu dengan wawasan yang sesungguhnya datang kepada mereka (Ahlulbait) secara tak terduga-duga. Mereka mengalami kepuasan keyakinan. Mereka mudah mendapatkan apa yang dianggap sulit oleh orang lain.”

Dalam Nahjul Balaghah Imam Ali as berkata:

“Para keturunan Nabi yang terpilih (Ahlulbait) menjaga amanahnya dan dipatuhi dengan perintah-perintahnya. Mereka adalah harta benda dari ilmunya, tempat berlindung kebijaksanaannya, arsip dari Kitab-kitabnya, dan pendukung agamanya.”

“Melalui kami kalian dibimbing dalam kegelapan dan mampu menapakkan kaki di atas jalan. Dengan bantuan kami kalian mendatangi cahaya fajar dari kegelapan malam. Tulilah telinga yang tidak mendengarkan tangisan (nasihat) sang pembimbing.”

“Kalian tidak akan mematuhi perjanjian Al-Qur’an tanpa kalian mengetahui orang yang menyimpangkannya dan kalian tidak akan menaatinya tanpa kalian mengetahui orang yang membuang-buangnya. Oleh karena itu, carilah kabar ini dari orang yang memilikinya, karena mereka adalah hidupnya pengetahuan dan matinya kebodohan.”

Imam Ali juga menekankan bahwa para Imam adalah tiang-tiang dari Islam dan tempat yang aman baginya. Melalui mereka, kebenaran dikembalikan ke posisinya, kebatilan disingkirkan, dan lidahnya dipotong. Mereka memahami dan melindungi agama dengan baik.

Para Imam memiliki peran penting dalam menjaga dan menjelaskan warisan spiritual dan moral Islam. Mereka adalah pewaris yang sah dari Rasulullah yang telah mempercayakan Imamah kepada mereka. Pemisahan antara warisan spiritual dan lembaga politik telah membawa kemunduran dan penyimpangan dalam umat Islam. Para Imam, sebagai penjaga dan penjelas wahyu ilahi, memastikan bahwa ajaran Islam tetap murni dan dijalankan dengan benar.

*Disarikan dari buku Imamah dan Khilafah – Syahid Muthahhari

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT