Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Ketika Cahaya Terbit dari Rahim Kesabaran

Di tepi sebuah sungai yang tenang, Nabi Muhammad SAW duduk merenung. Angin sepoi-sepoi membawa aroma khas tanah basah, dan suara gemercik air menciptakan melodi yang menenangkan. Tiba-tiba, cahaya lembut turun dari langit. Jibril as, malaikat yang mulia, mendekat dengan keagungan yang tak terbantahkan. “Wahai Muhammad,” katanya lembut namun tegas, “Allah yang Mahatinggi menyampaikan salam untukmu. Dia memerintahkan agar engkau berpisah dari Khadijah selama empat puluh hari.”

Nabi SAW, dengan penuh ketaatan, mengutus Ammar bin Yasir untuk menyampaikan pesan kepada Khadijah. Masa empat puluh hari itu dilalui Nabi dengan penuh ibadah. Siang harinya dipenuhi dengan puasa, sementara malamnya dihiasi dengan salat yang khusyuk. Ketika hari keempat puluh tiba, Jibril kembali turun membawa kabar: “Wahai Muhammad, bersiaplah untuk menerima anugerah-Nya yang agung.”

Malam itu, suasana berbeda. Malaikat Mikail hadir dengan membawa sebuah piring yang terbungkus sapu tangan sutra. Jibril berkata, “Wahai Muhammad, Tuhanmu memerintahkanmu untuk berbuka dengan makanan ini.” Nabi mematuhi perintah itu, lalu bersiap untuk salat. Namun, Jibril menghentikannya. “Malam ini, salat haram bagimu sebelum engkau mendatangi Khadijah. Allah bersumpah akan menciptakan keturunan yang mulia dari sulbimu pada malam ini.”

Khadijah, di sisi lain, menjalani hari-harinya dengan kesabaran. Ketika malam tiba, ia menutup tirai, mematikan lampu, dan bersiap untuk beristirahat. Namun, malam itu berbeda. Ketukan di pintu mengejutkannya. “Siapa yang mengetuk pintu pada malam seperti ini?” tanyanya. Suara yang begitu dikenalnya menjawab dengan lembut, “Bukalah, wahai Khadijah, sesungguhnya aku Muhammad.”

Khadijah membuka pintu dan menyambut suaminya. Setelah malam itu, ia merasakan kehadiran Fatimah di dalam rahimnya. “Aku merasakan beratnya Fatimah dalam perutku,” katanya suatu hari kepada Rasulullah. Namun, di balik kebahagiaan itu, ia menghadapi kesendirian. Wanita-wanita Mekah menjauhinya. Tapi janin di dalam rahimnya menjadi penghibur. Ketika ia merasa sedih, janin itu berbicara padanya, menghiburnya dengan kata-kata penuh kasih.

Pada suatu hari, Rasulullah mendengar Khadijah berbicara. “Wahai Khadijah, siapa yang berbicara denganmu?” tanya beliau. Khadijah menjawab, “Janin dalam rahimku berbicara kepadaku tentang kezaliman orang-orang.” Dengan senyuman, Rasulullah bersabda, “Itulah Fatimah. Dia akan menjadi wanita yang suci dan disucikan. Dari keturunannya akan lahir para pemimpin umat yang memberikan petunjuk.”

Hari-hari berlalu, dan waktu kelahiran semakin dekat. Khadijah, seperti wanita lainnya, mengharapkan bantuan dari kaum wanita Quraisy. Namun, harapannya pupus ketika mereka menolak. Kesedihan menyelimuti hatinya, tetapi Allah tidak meninggalkannya. Empat wanita tinggi perawakannya tiba-tiba hadir. “Janganlah engkau bersedih,” kata salah satu dari mereka. “Kami adalah utusan Tuhanmu. Aku Sarah, ini Asiah binti Mazahim, ini Maryam putri Imran, dan ini Kultsum saudari Musa bin Imran. Kami datang untuk membantumu.”

Khadijah merasa tenang. Para wanita mulia itu membantunya hingga Fatimah lahir. Saat Fatimah membuka mata, cahaya memancar darinya, menerangi rumah-rumah di Mekah. Bayi itu berbicara dengan dua kalimat syahadat, lalu memberi salam kepada para wanita suci tersebut. Mereka tertawa bahagia dan berkata kepada Khadijah, “Ambillah dia, wahai Khadijah. Dia suci dan diberkahi. Semoga keturunannya juga demikian.”

Khadijah memeluk putrinya dengan penuh cinta. Air susu yang mengalir deras menjadi lambang kasih seorang ibu. Di tengah kebahagiaan itu, ia tahu bahwa putrinya adalah anugerah terindah, sebuah tanda cinta dari Allah kepada Rasul-Nya dan umat manusia. Fatimah Zahra, wanita suci yang kelahirannya menjadi cahaya bagi dunia, telah hadir.

Sumber: Biografi Sayyidah Fathimah – Penerbit Al-Huda

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT