Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Wawancara Eksklusif dengan Syahid Hashem Safieddine tentang Peran dan Sosok Imam Khamenei

Sayyid Hashem Safieddine (SHS), yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Eksekutif Hizbullah dan terpilih menjadi Sekretaris Jenderal menggantikan Sayyid Hassan Nasrallah pasca kesyahidannya, turut menemui syahid dalam serangan udara Israel di Beirut selatan pada 3 Oktober 2024. Jenazahnya dimakamkan pada 24 Februari 2025 bersama Sayyid Hassan Nasrallah, dua Sekretaris Jenderal Hizbullah yang gugur sebagai syuhada. Pada peringatan 40 tahun kemenangan Revolusi Islam Iran beberapa tahun lalu, Khamenei.ir pernah mempublikasikan wawancara ini, di mana Sayyid Hashem Safieddine mengenang hubungan erat Hizbullah dengan Imam Khamenei.

Pertanyaan: Perkenalkan diri Anda dan ceritakan bagaimana Anda mengenal Imam Khamenei serta langkah-langkahnya dalam 40 tahun Revolusi.

SHS: Peringatan empat puluh tahun kemenangan Revolusi Islam merupakan momen yang amat berharga dan sarat keagungan. Saya menyampaikan ucapan selamat kepada Yang Mulia Pemimpin, seluruh rakyat Iran, dan umat Islam sedunia. Tiga dekade kepemimpinan Imam Khamenei menjadi bukti nyata keunggulan kemampuannya, sekaligus mencerminkan anugerah ilahi yang melimpah. Pada masa berdirinya Hizbullah, saya tengah menuntut ilmu di kota suci Qom, sembari mencermati perkembangan di Lebanon tanpa pernah berhadapan langsung dengan beliau. Pengenalan saya terhadapnya terbangun melalui pengabdian yang teguh pada prinsip Wilayatul Faqih serta perjalanan luhur yang ditempuh Imam Khomeini (ra). 

Selama menetap di Iran, saya mempelajari bahasa Persia dan terpikat oleh kepekaan serta kedalaman khotbah Jumat beliau, yang disuarakan oleh seorang ulama, sekaligus Sayyid. Ketika menjabat presiden, beliau menunjukkan kehadiran yang tangguh, baik di medan pertempuran maupun dalam kancah politik dunia. Imam Khomeini (ra) mengamanahkan tanggung jawab Hizbullah kepadanya. Setelah wafatnya Imam Khomeini, saya kembali ke Lebanon dan mengikuti arahan bijaksana beliau dalam barisan Hizbullah sepanjang dekade tahun 1990-an.

Pertanyaan: Apa rencana AS dan Zionisme di Asia Barat, dan bagaimana Imam Khomeini dan Khamenei menggagalkannya?

SHS: Imam Khomeini menantang proyek AS, memutus pengaruhnya lewat Perang Iran-Irak, yang didukung Saddam dan Teluk Persia sebagai upaya AS menghancurkan Republik Islam. Iran tetap menang. AS lalu mengepung Iran, tapi Khomeini, dengan ilmu dan keberanian, membentuk Garda Revolusi dan Basij, memobilisasi rakyat. Setelah wafatnya, AS mengira Iran goyah, meningkatkan infiltrasi. Namun, Imam Khamenei menjaga stabilitas, menghadapi blokade ekonomi dan budaya AS. Ia mengelola konflik internal, menghalau AS di setiap langkah. AS beralih mengembargo Iran melalui WTO, tapi gagal karena Iran mandiri. Kepemimpinannya melahirkan “Khomeini baru,” memperluas pengaruh Iran hingga Kebangkitan Islam, menggagalkan AS melalui perlawanan.

Pertanyaan: Bagaimana perasaan Hizbullah saat Imam Khomeini wafat dan Imam Khamenei terpilih?

SHS: Kami menaruh cinta yang mendalam kepada Imam Khomeini. Kepergiannya menjadi hari paling penuh duka dalam hidup kami; seakan dunia terhenti sejenak. Di Iran, seluruh jiwa dirundung kesedihan, namun ketika Imam Khamenei terpilih, kami merasakan ruh kami kembali berseri, dengan keyakinan teguh bahwa itu adalah kehendak ilahi yang disertai rahmat Imam Mahdi. Beliau telah mendampingi Hizbullah sejak dekade 1980-an sebagai presiden, kemudian sebagai Pemimpin, senantiasa membuka jalan menuju keselamatan di tengah masa-masa penuh cobaan. Arahan-arahannya selalu tepat dan terbukti kebenarannya hingga hari ini. Di dalam Hizbullah, kami memandang beliau sebagai kunci kemuliaan dan kejayaan, yang pengaruhnya meresap dari puncak kepemimpinan hingga setiap anggota biasa.

Pertanyaan: Contoh spesifik bimbingan Imam Khamenei untuk Hizbullah?

SHS: Pertama, beliau menegaskan bahwa hakikat Hizbullah adalah perjuangan perlawanan, bukan sekadar ranah politik, sehingga membuka jalan kemajuan yang signifikan sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an. 

Kedua, saat dunia menyaksikan kompromi Oslo dan Wadi Araba, beliau dengan tegas mendorong semangat perlawanan, meramalkan kegagalan upaya tersebut—ramalan yang terbukti saat negosiasi Jenewa ambruk karena keteguhan Hafez al-Assad yang menolak menyerah. 

Ketiga, setelah kemenangan gemilang melawan Israel pada tahun 2000, beliau memprediksi kebangkitan intifada Palestina dalam kurun dua bulan, sebuah prediksi yang terwujud dan mencerminkan wawasan luar biasa, entah berasal dari ketajaman hati atau kecerdasan politiknya. 

Keempat, dalam Perang 33 Hari pada 2006, pesan beliau kepada Sayyid Hassan Nasrallah mengibaratkan pertempuran itu dengan Khandaq, sekaligus memperingatkan ancaman serangan mendadak Israel—kebenarannya terungkap pasca-perang. Pesan tersebut menjadi penyemangat jiwa, mengubah nada Sayyid Hassan Nasrallah menjadi penuh keyakinan dan keteguhan. Pidato-pidato beliau memancarkan inspirasi, mencerminkan kedalaman intelektual dan spiritual yang menakjubkan, serta menjadi kunci keberhasilan kemenangan kami.”

Pertanyaan: Nama apa untuk era Imam Khomeini dan Khamenei?

SHS: Imam Khomeini adalah pendiri Republik Islam, membuka pintu kebaikan dengan Wilayatul Faqih, menaklukkan hati dengan Islam otentik, sumber segala berkah kami. Imam Khamenei melembagakan nilai-nilai ini selama 30 tahun, membangun kerangka peradaban Islam, melanjutkan jalan Khomeini dengan keteguhan. Imam Khomeini penggagas, Imam Khamenei penerus teguh, menuju kemunculan Imam Mahdi.

Pertanyaan: Ada yang bilang Palestina mencari kompromi. Bagaimana pandangan Anda?

SHS: Bangsa Palestina tak pernah menyerah, kendati didera tekanan yang amat berat—pengusiran paksa, konspirasi global, serta pengabaian dari dunia Arab. Perlawanan mereka kini semakin tangguh, dengan rudal yang mampu mengincar Tel Aviv, berkat dukungan Republik Islam, diperkuat oleh Hizbullah yang menjadi ancaman nyata bagi seluruh wilayah Israel. Sebagian politisi yang lemah mungkin memilih menyerah, namun rakyat Palestina tetap berdiri tegak, tak pernah jemu menempuh jalan perlawanan. Kami memiliki iman, senjata, dan harapan yang tak pudar—al-Quds akan dibebaskan di bawah kepemimpinan Imam Khamenei. Pengalaman telah menjadi saksi akan kebenaran ini; perlawanan terus kokoh menghadapi teriakan Amerika yang senantiasa datang dan sirna.

Pertanyaan: Bagaimana Hizbullah mengubah situasi Lebanon melawan Israel?

SHS: Dahulu, Israel memasuki Lebanon sesuka hati, sebagaimana pada tahun 1982 di Beirut, dan menguasai wilayah selatan selama bertahun-tahun. Namun, Hizbullah memaksa mereka mundur pada tahun 2000. Kini, kaum Zionis diliputi ketakutan, hidup dalam apa yang mereka sebut ‘perhatian strategis,’ sementara Lebanon selatan berdiri dalam ketenangan dan kekuatan. Imam Khamenei berucap, ‘Zionis berada di bawah kaki Perlawanan,’ sebuah pernyataan yang terbukti kebenarannya. Pidato-pidato Sayyid Hassan Nasrallah menjadi penentu arah masa depan, didukung oleh bimbingan bijaksana Imam Khamenei. Masa depan perlawanan bersinar cerah, berakar pada pengorbanan mulia serta ideologi luhur Imam Khomeini dan Imam Khamenei, menuju pembebasan al-Quds. Masyarakat kami bagaikan Karbala, teguh dalam kesiapan berkorban, sebagaimana telah teruji di Suriah. Kami ingin mempersembahkan pencapaian ini kepada Imam Mahdi, dengan Imam Khamenei sebagai wakilnya yang agung.

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT