Telah disebutkan sebelumnya bahwa firman Allah “…dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. ….”[1] berkenaan dengan suatu kasus atau peristiwa yang dialami Ahlul Bait as, meskipun di saat yang sama menghasilkan norma dan hukum yang berlaku umum. Dalam Al-Quran juga terdapat ayat-ayat sedemikian rupa antara lain sebagai berikut;
Pertama, Allah SWT berfirman;
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ.
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan mereka dalam keadaan ruku’”[2]
Banyak orang mendirikan shalat dan ruku’, namun peristiwa orang berzakat ketika sedang ruku’ jelas kejadian langka yang terjadi karena faktor kebetulan, dan peristiwa ini diketahui hanya berkenaan dengan Imam Ali as tanpa ada kontradiksi antara suatu kejadian kongkret dan perkara yang berlaku umum berupa penekanan atas shalat, zakat, dan ruku’. Adapun tafsiran bahwa ruku’ yang dimaksud adalah ketundukan karena ruku’ merupakan ekspresi ketundukan jelas merupakan tafsiran majazi (metafora) yang berlawanan dengan dhahir ayat.
Maka tepatlah kiranya Hassan bin Tsabit bersyair tentang Imam Ali as antara lain;
فأنتَ الذي أعطيتَ إذ كنتَ راكعاً *** فدتكَ نفوسُ القومِ يا خيرَ راكعِ
“Engkaulah yang memberi di saat ruku, maka biarlah jiwa semua orang berkorban demimu wahai sebaik-baik orang yang ruku’.”[3]
Kedua, Allah SWT berfirman;
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ …
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia…”[4]
Dalam ayat ini terdapat pertemuan tiga hal yang menunjukkan pengangkatan imam Ali sebagai wali amr bagi umat Islam;
Pertama, apa yang diperintahkan kepada Nabi SAW agar disampaikan kepada umat adalah perkara yang berat untuk segera beliau laksanakan sehingga terjadi suatu peristiwa langka di mana Allah SWT memberikan suatu penegasan sedemikian rupa.
Kedua, perintah ini disertai peringatan bahwa jika beliau tidak menyampaikan risalah yang diturunkan itu maka beliau tak ubahnya dengan tidak menyampaikan semua risalah lain atau serangkaian ajaran yang telah beliau sampaikan sebelumnya.
Ketiga, Allah SWT berjanji melindungi beliau dari gangguan orang yang beliau kuatirkan berkenaan dengan pengangkat Imam Ali as sebagai penerus beliau.
Sekarang mari kita kembali ke tema pengorbanan. Diriwayatkan dari Jamil bin Darraj bahwa Imam Jakfar Al-Shadiq as berkata;
خياركم سمحاؤكم، وشراركم بخلاؤكم. ومنْ خالص الإيمان البرّ بالإخوان، والسعي في حوائجهم; فإن البارّ بالإخوان ليحبّه الرحمان، وفي ذلك مرغمة للشيطان، وتزحزح عن النيران، ودخول الجنان. يا جميل أخبر بهذا غرر أصحابك.
“Orang terbaik kalian adalah yang santun di antara kalian, dan orang terkeji kalian adalah yang kikir di antara kalian. Dan di antara yang tulus beriman adalah yang berbaik kepada saudara-saudaranya dan berusaha (membantu memenuhi) kebutuhan mereka. Sesungguhnya orang yang baik kepada saudara-saudaranya pastilah dicintai Sang Maha Pengasih, dan yang demikian itu menghinakan syaitan, menjauhkan dari neraka, dan memasukkan ke dalam surga. Wahai Jamil, sampaikan kabar ini kepada para sahabat muliamu.”
Jamil bertanya, “Biarlah aku menjadi tebusanmu, siapakah para sahabat muliaku?” Beliau menjawab;
“Mereka adalah orang-orang yang berbuat baik kepada saudara-saudaranya dalam keadaan susah maupun lapang. Wahai Jamil, orang memiliki banyak harta mudah berbuat demikian, karena itu Allah Azza wa Jalla memuji orang yang memiliki sedikit harta namun berbuat demikian. Dalam kitab sucinya Dia berfirman; “Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.’”[5]
(Selesai)
[1] QS. Al-Insan [76]: 7 – 10.
[2] QS. Al-Maidah [5]: 55.
[3] Bihar Al-Anwar, jilid 35, hal. 197.
[4] QS. Al-Maidah [5]: 67.
[5] Tafsir Al-Burhan, jilid 4, hal. 317.