Ujub
Ujub merupakan salah satu penyebab kibir. Orang yang takjub pada dirinya praktis merasa unggul atas orang lain. Banyak riwayat yang mencela ujub, antara lain sebagai berikut;
Riwayat pertama, Imam Jakfar Al-Shadiq as berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda bahwa suatu hari Nabi Musa as ketika sedang duduk tiba-tiba Iblis datang mengenakan gaun warna-warni berpenutup kepala. Iblis segera menanggalkan gaun itu ketika Nabi Musa as mendekatinya. Dia mendatangi dan mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya, “Siapa kamu?” Iblis menjawab, “Aku Iblis.” Beliau berkata, “Kamu, semoga Allah tidak mendekatkan rumahmu.”
Dia berkata, “Aku datang kepadamu semata untuk mengucapkan salam kepadamu karena kedudukanmu di sisi Allah.” Beliau bertanya, “Lantas ada apa dengan gaun berpenutup kepala ini?” Dia menjawab, “Dengannya aku mengambil hati anak keturunan Adam.” Beliau bertanya lagi, “Maka beritahulah aku dosa yang dilakukan oleh keturunan Adam di mana kamu dapat mengalahkannya.”
Iblis menjawab, “Yaitu ketika ia merasa takjub pada dirinya, memperbanyak amal baiknya, dan dosanya terlihat kecil di matanya.”
Rasulullah SAW kemudian bersabda bahwa Allah SWT berfirman kepada Daud as, “Wahai Daud, berilah berita gembira kepada para pendosa, dan berilah peringatan kepada para shiddiqin (orang-orang yang konsisten antara perkataan dan perbuatannya).” Daud bertanya, “Bagaimana aku dapat memberi kabar gembira kepada para pendosa, dan memberi peringatan kepada para shiddiqin?”
Allah SWT berfirman;
يا داود بشّر المذنبين أ نِّي أقبل التوبة، وأعفو عن الذنب، وأنذر الصدّيقين ألاّ يعجبوا بأعمالهم; فإنَّه ليس عبدٌ أنصِبه للحساب إلاَّ هلك.
“Wahai Daud, berilah kabar gembira kepada para pendosa bahwa Aku menerima taubat dan mengampuni dosa (agar mereka bertaubat), dan berilah peringatan kepada para shiddiqin agar mereka tidak merasa takjub pada amalannya, sebab tak ada hamba yang Aku hadapkan pada perhitungan binasa.”[1]
Riwayat kedua, diriwayatkan dari Imam Jakfar Al-Shadiq as atau ayahnya, Imam Muhammad Al-Baqir as, berkata;
دخل رجلان المسجد أحدهما عابد والآخر فاسق، فخرجا من المسجد والفاسق صدِّيق والعابد فاسق; وذلك أنَّه يدخل العابد المسجد مدلاًّ بعبادته يدلُّ بها، فتكون فكرته في ذلك، وتكون فكرة الفاسق في التندم على فسقه ويستغفر الله عزّوجلّ ممَّا صنع من الذنوب.
“Suatu hari dua orang masuk ke masjid, yang satu adalah tekun beribadah dan yang laih fasik. Keduanya lantas keluar dari masjid dalam keadaan yang fasik menjadi shiddiq dan yang tekun beribadah menjadi fasik. Demikian ini adalah karena yang tekun beribadah merasa bangga dengan ibadahnya sehingga pikirannya tertuju pada yang demikian, sedangkan pikiran orang yang fasik tertuju pada penyesalan atas kefasikannya dan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya.”[2]
Riwayat ini mirip dengan hikayat yang dinukil dalam Al-Mahajjah Al-Baidha’ dari Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali. Disebutkan bahwa di tengah Bani Israil terdapat seorang pria yang sedemikian banyak berbuat nista sehingga dijuluki orang sebagai “Khali’ Bani Israil” (orang bejatnya Bani Israil).
Suatu hari dia berada di dekat seorang pria lain yang sedemikian alim dan tekunnya beribadah sehingga dijuluki “Abid Bani Israel” (orang alimnya Bani Israel). Si Abid bahkan memiliki keromah berupa terpayungi oleh awan. Ketika melintas di dekat Abid, Khali’ bergumam, “Aku adalah orang bejatnya Bani Israil, sedangkan dia adalah orang alimnya Bani Israil. Karena itu sebaiknya aku duduk di dekatnya barangkali Allah akan mengasihiku.” Dia lantas duduk di sisinya.
Namun, sejenak kemudian Abid juga bergumam dalam dirinya, “Aku adalah orang alimnya Bani Israil, sedangkan dia adalah orang bejatnya Bani Israil, lantas mengapa dia duduk di dekatku.” Abid merasa risih didekati Khali’ sehingga kemudian tak segan-segan memintanya menyingkir. Allah SWT lantas menurunkan wahyu kepada nabiNya pada zaman itu bahwa Khali’ diampuni dosa-dosanya, sedangkan Abid justru gugur amal baiknya. Dalam hadis lain disebutkan bahwa awan yang memayungi Abid bahkan berpindah memayungi Khali’.
(Bersambung)
[1] Al-Kafi, jilid 2, hal. 314.
[2] Ibid.