Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Unsur “Pro Keadilan dan Kontra Kezaliman” VS Nasionalisme Barat

Unsur “Pro Keadilan dan Kontra Kezaliman” VS Nasionalisme Barat

Nasionalisme yang konsepnya terlontar sejak awal abad 19 di Jerman sebagai bagian dari reaksi terhadap Revolusi Perancis di Eropa, versi baratnya (kurang lebih) ialah:
1-Mengasaskan rakyat yang terhimpun dalam simbol-simbol geografis tertentu dan dalam satu ras, riwayat, bahasa, budaya dan tradisi, sebagai kesatuan yang tak terpilahkan.
2-Menolak selain apa yang termasuk dalam wilayah kepentingan kesatuan tersebut.
Ia memiliki para pemikir yang mengatur berbagai negara atas satu pemikiran dan keyakinan nasionalis. Moras mengantar ide satu bangsa yang tak terpilahkan sampai bahwa bagi semua bangsa, satu identitas yang nyata adalah di atas keinginan individu, dan identitas plural ini diterapkan dalam wujud negara. Ide inilah yang menjadi sumber kemunculan rezim-rezim totaliter, Nazi di Jerman dan fasisme di Italia.
Pada abad 19 hingga awal 20 ide-ide nasionalis bermunculan dan berkembang di masyarakat-masyakat Eropa. Kecenderungan-kecenderungan sosialis atau konservatif di Eropa meninggalkan banyak jejak di ranah-ranah sosial dan politik. Selain itu, warna sosialis negara-negara Eropa sedemikian kental mendominasi warna liberal maupun warna konservatif atau warna sosialis Marx.
Itulah nasionalisme bangsa-bangsa Eropa yang secara ekstrim berwajah rasisme dan melahirkan dua perang dunia. Bahkan itulah nasionalisme Eropa yang dengan semua slogan kebebasan dan persamaan manusia, membenarkan penjajahan bangsa-bangsa timur, Afrika dan Amerika utara.
Abad 19 dan pertengahan 20 atau periode dahsyatnya penjajahan Eropa di Asia dan Afrika adalah semasa dengan menjelma dan meluasnya ide-ide nasionalis. Berdasarkan ide-ide inilah kebangkitan-kebangkitan lainnya juga disebut nasionalis oleh para penulis barat.
Terinspirasi dari budaya barat, sebutan itu pun diterima oleh para pemikir timur dan Afrika. Mereka melontarkan beberapa tolok ukur yang membedakan bangsa-bangsa menurut barat, untuk bangsa mereka.
Dari sejak perang dunia kedua berakhir, nasionalisme negara-negara Eropa memberikan posisinya pada regionalisme, setidaknya di level kepentingan-kepentingan ekonomi, kolonial dan sosial. Selain itu, masing-masing negara Eropa barat dan Amerika utara mengenalkan warna kebangsaannya kepada para pengunjung dan pelajar timur serta Afrika. Juga menjelaskan bahwa kini nasionalisme lah yang membangkitkan masyarakat barat dan budayanya. Apabila mereka kembali ke negara mereka, ide ini disampaikan dan dijelaskan kepada masyarakat mereka masing-masing. Hingga tiap-tiap negara ketiga di bawah kebangsaan, ras, bahasa dan para pendahulunya bangkit berhadapan dengan tetangganya dan bangsa-bangsa lainnya yang merasakan derita dijajah oleh barat.
Negara-negara barat dengan semua kekuatan dan kekuasaan budaya, politik dan ekonomi mereka bersatu dan satu barisan. Tetapi di dunia ketiga, bangsa-bangsa yang lemah secara politik, budaya dan ekonomi hidup nafsi-nafsi.

Faktor-faktor Kesatuan
Turki berbeda dengan Persia dan Arab serta Afrika, Eropa, Asia dan lainnya. Bukan cuma warna, bentuk, adat, bahasa dan fisik saja, tradisi dan budaya sampai pola pikir dan ciri spiritual dan psikologis, pun berbeda. Jika kita ingin mengklasifikasi aneka masyarakat ini dalam bentuk satu sosial tersendiri, manakah di antara semua itu yang dijadikan tolok ukur pembeda?
Rasa kebangsaan atau nasionalisme adalah perasaan yang sama dan kesadaran kolektif di antara sekian banyak orang yang membangun satu politis atau bangsa. Kesadaran kolektif ini melahirkan keterkaitan dalam diri pribadi orang-orang masyarakat di antara mereka dan para pendahulu; mewarnai hubungan-hubungan antar mereka dan bangsa; dan saling mendekatkan harapan dan cita-cita mereka.
Definisi klasik baratnya ialah bahwa kesadaran kolektif ini melahirkan kondisi-kondisi dalam iklim dan ras serta kesamaan bahasa, tradisi, adab historis dan budaya. Akan tetapi dengan mencermati realitas-realitas individual dan sosial manusia, didapati bahwa faktor-faktor tersebut tidak memiliki peran fundamental dalam membentuk kesadaran kolektif. Juga tidak mampu menjadi perekat yang kuat bagi individu-individu di bawah satu kebangsaan.
Ketika Fikhte filosof meneriakkan nasionalisme Jerman; Gandi dan Faribaldi melakukan perlawanan demi kemerdekaan India dan Italia; rakyat Vietnam dan Palestina menuntut kebebasan dan kemerdekaan untuk mengobati luka mereka; dan ketika sekelompok dari satu bangsa bangkit, pada diri mereka terdapat dua unsur yang sama:
1-Menderita karena ditindas dan dikuasai.
2-Menuntut peniadaan hal dikuasai.
Fichte menginginkan pembebasan Jerman dari kekuasaan politik dan budaya Perancis. Gandi dengan pembebasan India dari kekuasaan politik, budaya dan ekonomi Inggris, dan Aljazair terhadap kesewenang-wenangan Perancis. Jadi, faktor yang sama dalam semua derita dan cita-cita bangsa yang melahirkan bangsa-bangsa dunia, adalah rasa ingin menghapus kezaliman dan menuntut keadilan.

Referensi:
Majmue-e Atsar Syahid Mutahari, juz 14

Post Tags
Share Post
Latest comment
  • pembahsaan yang cukup bagus, apalagi post selanjutnya?

LEAVE A COMMENT